Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Kehebohan Boeing 737 MAX 8 yang Di-grounded

Kompas.com - 17/03/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


PADA 29 Oktober 2018 sebuah pesawat terbang super modern produk teknologi mutakhir milik maskapai penerbangan Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 mengalami kecelakaan tragis, masuk laut hanya beberapa menit setelah lepas landaa. Tidak ada yang selamat dari seluruh kru dan penumpang yang berjumlah 189 orang.

Pada 10 Maret 2019 pesawat terbang dari jenis yang sama B-737 MAX 8 milik Ethiopian Arilines dengan registrasi ET–EVJ  dengan nomor penerbangan 302 mengalami crashed hanya beberapa menit setelah tinggal landas dari Addis Ababa. Seluruh kru dan penumpang sebanyak 157 orang tewas.

Segera setelah kecelakaan pesawat terbang B-737 MAX 8 milik Ethiopia, respons banyak pihak langsung tertuju kepada produk B-737 MAX 8 yang dinilai sebagai sebuah produk yang  tidak aman alias “berbahaya”.   

Dua kecelakaan fatal yang hanya terjadi dalam rentang waktu lebih kurang 4 bulan telah mengantar masyarakat luas kepada penilaian bahwa “ada yang salah” dalam produk Boeing 737 MAX 8 itu.

Kecelakaan yang memakan korban lebih dari 300 orang dari satu tipe pesawat dalam waktu relatif singkat  telah memacu hampir seluruh negara melarang untuk menerbangkan pesawat B-737 MAX 8.   

Tidak kurang dari sekitar 350 pesawat terbang B-737 MAX 8 yang sementara ini diketahui beroperasi di seantero jagad dihentikan penerbangannya.

Indonesia juga turut meng-grounded B-737 MAX 8 pada Rabu 13 Maret, tidak setelah Lion Air crashed tanggal 29 Oktober 2018.   

Pada awalnya meng-grounded untuk jangka waktu 1 minggu, yang kurang begitu jelas alasan teknisnya dan baru kemudian pada 14 Maret disebutkan dengan tegas bahwa otoritas penerbangan RI akan mengikuti keputusan yang diambil oleh FAA yang meng-grounded sampai dengan pemberitahuan selanjutnya atau UFN (until further notice).

Yang menarik adalah keputusan yang diambil oleh Presiden Donald Trump yang memerintahkan langsung kepada FAA (Federal Aviation Adminstration) untuk meng-grounded  seluruh B-737 MAX 8 dan MAX 9.   

Barulah kemudian setelah itu FAA dan Boeing mengikuti secara resmi keputusan meng-grounded B-737 MAX 8, walau berbagai pihak di Amerika Serikat sendiri mengatakan bahwa “kurang tepat” keputusan semacam itu keluar dari seorang Presiden.   

Pada sisi lain justru banyak pihak yang menghormati keputusan Presiden Donald Trump yang secara adminstratif, sebagai Presiden Amerika Serikat (tidak hanya Donald Trump), pasti telah mendapatkan standar masukan dari para analis dan ahli penerbangan pada jajaran staf Gedung Putih.   

Menarik, karena justru beberapa saat sebelumnya CEO Boeing Dennis Mullenburg masih bersikeras pada pendapatnya bahwa tidak ada yang salah dari produk B-737 MAX 8 itu.

Ia mengatakan, "Kami sangat percaya diri akan keamanan dari pesawat Boeing B737 MAX dan juga atas usaha para pegawai yang merancang dan membangunnya."    

 

Boeing 737 MAX 8 Ethiopian AirlinesIstimewa Boeing 737 MAX 8 Ethiopian Airlines

Grounded tanpa penjelasan resmi

Pada awalnya terlihat bahwa FAA dan Boeing bertahan pada prinsip prosedural standar yaitu baru akan mengambil keputusan setelah menerima hasil penyelidikan atau investigasi kecelakaan pesawat terbang B-737 MAX 8 yang tengah dilakukan oleh badan resmi investigasi kecelakaan transportasi pemerintah RI (KNKT-Komisi Nasional KeselamatanTransportasi) dan  Ethiopia. 

Tindakan meng-grounded produk dari sebuah pesawat terbang memang pada hakikatnya harus diikuti dengan penjelasan yang jernih berupa alasan teknis mengapa pesawat tersebut dilarang terbang.   

FAA dan Boeing tidak atau belum mendapatkan alasan tersebut. Itulah kenapa mereka menunggu terlebih dahulu hasil investigasi kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia. 

Akan tetapi, khusus dalam konteks B-737 MAX 8 ini, tekanan besar di tingkat global telah membuat FAA dan Boeing mengikuti perintah Presiden Amerika Serikat.

Yang juga menjadi menarik analisis kotak hitam (black box). Dalam kasus Lion Air analisis kotak hitam diolah di laboratorium KNKT. Hasilnya sampai sekarang belum selesai.

Sementara, karena belum memiliki alat untuk menganalisa, Ethiopian Air Lines mengirim kotak hitam ke Perancis, bagian dari Uni Eropa yang notabene adalah penghasil pesawat terbang Airbus. Kotak hitam tidak dikirim ke Amerika Serikat tempat Boeing B-737 MAX 8 diproduksi.

Hasil penyelidikan investigasi kecelakaan pesawat terbang akan selalu mengundang pro dan kontra, tidak saja mengenai soal ganti rugi, tapi juga soal persaingan bisnis antara Boeing dan Airbus. Hanya waktu yang akan dapat menjelaskannya kemudian.

Terlepas dari itu semua, realitanya kini pesawat terbang Boeing B-737 MAX 8 telah di- grounded di seluruh dunia tanpa menunggu penjelasan teknis hasil investigasi Lion Air dan Ethiopian Airlines.

Faktor utama dari alasan yang digunakan sejauh ini adalah “hanya” hasil telemetri satelit yang menunjukkan ada kesamaan penyebab kecelakaan pesawat kedua maskapai tersebut.

Seluruh dunia kini menanti hasil investigasi KNKT Indonesia dan Ethiopia.  

Safety culture

Itulah gambaran sederhana dari hiruk pikuk dan kehebohan yang tengah terjadi mengenai di- grounded-nya pesawat terbang B-737 MAX 8 yang saya susun dari berbagai sumber yang beredar belakangan ini.

Mengapa keputusan untuk meng-grounded B-737 MAX 8 segera saja memperoleh dukungan luas di seluruh dunia, tentu saja diakibatkan antara lain faktor psikologis dari masyarakat luas pencinta - pengguna angkutan udara yang merasa sedih – simpati sekaligus “takut” atau menjadi khawatir bepergian menggunakan pesawat terbang.   

Sebenarnya, model dari keputusan tersebut sangat berhubungan dengan pengembangan safety-culture yang harus dibangun terus menerus tiada henti, tidak hanya dalam dunia penerbangan, tapi juga dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.   

Dua cerita singkat berikut ini kiranya dapat membantu memahami tentang pentingnya keselamatan kerja.

Pada 1973 saya mulai belajar menerbangkan pesawat Dakota C-47. Pada salah satu sesi latihan, setelah lepas landas lampu peringatan tentang kebakaran di mesin nomor satu (No. 1 engine fire warning light) menyala.   

Itu adalah penanda terjadi kebakaran di mesin nomor 1. Secara visual tidak terlihat adanya api di mesin nomor 1. Indikator mesin nomor 1 pada panel engine instrument menunjukkan semua pada kondisi normal.   

 

Juru Mesin Udara (JMU) yang bertugas di kokpit menjelaskan kepada Instruktur bahwa itu hanya “false indication”. Ada hubungan pendek (korsleting) pada panel yang menyebabkan fire warning light itu menyala. Sudah dicek dan dicatat sejak penerbangan sebelumnya. 

Instruktur saya dengan sangat dingin memerintahkan saya untuk segera kembali mendarat walau Sang Mekanik berusaha sekali lagi meyakinkan Sang Instruktur bahwa tidak ada kebakaran. 

Setelah mendarat, Instruktur saya memberikan briefing kepada saya bahwa pada situasi seperti itu pilihan hanya satu yaitu kembali mendarat walau kita semua yakin bahwa tidak ada kebakaran di mesin.   

Ia menjelaskan, lampu indikator kebakaran harus berfungsi normal di udara. Tidak bisa ditawar. Lampu indikator menyala meski tak ada kebakaran, itu keberuntungan. Bagaimana jika sebaliknya: terjadi kebakaran dan lampu indikator tidak berfungsi? Fatal.

Pengalaman itu adalah pelajaran pertama saya tentang prosedur emergency pada pesawat terbang multi engine.

 

Ilustrasi.SHUTTERSTOCK Ilustrasi.

Cerita kedua. Pada 1980-an,  saat mengikuti kursus tentang Aircraft Structure and Development di Inggris, saya bermalam di sebuah hotel kecil di Brough.   

Tengah malam alarm kebakaran berbunyi. Seluruh penghuni hotel diperintahkan keluar tanpa diperkenankan membawa apapun selain pakaian di badan yang tengah dikenakan.   

Sambil setengah berlari menuju loby hotel untuk keluar, saya memperoleh penjelasan dari pegawai hotel untuk jangan panik. Tenang saja, kata mereka, karena terjadi korsleting pada alarm. Tidak ada kebakaran dalam hotel.   

Meski staf hotel sudah tahu masalahnya kenapa alarm berbunyi, para penghui hotel tetap diminta untuk keluar. Kami keluar menuju sudut jalan raya seperti diperintahkan petugas.

Sementara itu sejumlah mobil pemadam kebakaran dengan sirene meraung-raung berdatangan. Petugas pemadam memeriksa hotel dengan teliti dari lantai bawah hingga lantai paling atas.   

Lebih kurang satu jam lebih seluruh penghuni hotel berdiri kedinginan di pinggir jalan menanti pemeriksaan yang dilakukan oleh petugas pemadam kebakaran kota. 

Teknisi hotel yang menguasai kelistrikan bangunan hotel sudah menjelaskan bahwa alarm tersebut rusak dan memberikan peringatan yang keliru.   

Tetap saja, komandan pasukan pemadam kebakaran melaksanakan standar prosedur pemeriksaan terhadap bangunan yang alarm kebakarannya menyala.   

Tidak ada kompromi, pasukan pemadam kebakaran kota memiliki prosedur kerja yang baku untuk keselamatan. Tidak bisa ditawar. Ada atau tidak ada kebakaran, bila alarm berbunyi maka seluruh orang dalam bangunan harus keluar sampai pemeriksaan selesai dilakukan.

Dua cerita singkat ini, mungkin berhubungan juga dengan kehebohan dan keputusan mengenai di-grounded-nya  pesawat Boeing B-737 MAX 8, walau jenis dari kesalahan yang bersifat teknis belum diperoleh dari hasil investigasi KNKT Indonesia dan Ethiopia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com