Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Teror Bikin Umat Muslim Selandia Baru Cemas Hadapi Hari Esok

Kompas.com - 16/03/2019, 16:51 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

WELLINGTON, KOMPAS.com - Beberapa bulan lalu, masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru dengan bangga menggelar karpet baru di ruangan utamanya.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada Jumat (15/3/2019), karpet berwarna cokelat muda itu bersimbah darah setelah seorang teroris menyerang dan menembaki jemaah masjid.

"Darah di mana-mana. Semua tak terkendali," kata Ibrahim Abdel Halim, imam masjid Linwood, Sabtu (16/3/2019).

Seperti halnya umat Muslim lain di Christchurch, Abdel Halim yang lahir di Mesir itu, masih sukar memahami kekerasan yang terjadi itu.

Baca juga: Mengapa Selandia Baru Menjadi Target Serangan Teror?

Sejak awal 2018, dia bersama komunitas Muslim setempat bekerja sama membenahi masjid itu setelah dibeli sebuah yayasan.

Dan, dari tujuh orang jemaah masjid yang tewas dalam tragedi itu,  beberapa di antara mereka adalah mereka yang paling giat menyisihkan waktu dan dana untuk membangun tempat ibadah itu.

Seorang perempuan, warga lokal Selandia Baru, tewas tertembak dan jatuh di samping istri Abdel Halim. Istri Abdel Halim, Falwa El-Shazly, tertembak di lengannya tetapi lolos dari maut.

Pria lainnya, seorang warga keturunan India-Fiji yang kerap membawa makanan dari restoran miliknya saat masjid menggelar penggalangan dana, juga tewas.

"Mereka teman-teman terkasih saya. Mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk masjid tanpa pamrih," ujar Abdel Hamid.

"Ini adalah hari yang amat buruk, bukan hanya bagi kami tetapi bagi seluruh Selandia Baru," tambahnya.

Di Hedley College, ruang utama tempat itu menjadi tempat korban selamat dan keluarga korban, dari berbagai etnis dan budaya saling berbagi pelukan sambil menahan tangis.

Di tengah kesedihan tak tertahankan itu, mereka saling berbagi kabar tentang orang-orang yang mereka cintai.

Dengan hanya berjumlah satu persen dari seluruh penduduk Selandia Baru, komunitas Muslim negeri itu menjalin ikatan yang erat.

Saat mereka mendengar tragedi tersebut, banyak orang berbondong-bondong menuju ke masjid lokasi penembakan.

"Saya tidak bisa menghadiri shalat Jumat karena harus bekerja. Namun, saya menerima telepon dari beberapa teman dan langsung pergi ke lokasi," kata Mohammad Kamaruzzaman, pria keturunan Bangladesh.

"Lima kawan kami dari Bangladesh masih hilang. Hanya Allah yang tahu keberadaan mereka," ujar Kamaruzzaman.

"Kami sudah kehilangan wanita pelindung komunitas yang mengajar Al Quran untuk anak-anak. Kami seperti kehilangan orangtua," tambah dia.

Sementara itu, pria kelahiran Fiji, Azan Ali (43), yang berada di masjid Linwood bersama ayahnya saat serangan terjadi, masih gemetar saat mengengan tragedi itu.

"Apakah saya bisa melihat orangtua saya, anak-anak saya, orang-orang yang saya cintai?" kata Azan dengan suara bergetar.

Ayahnya, Sheik Aeshad, yang melihat seorang korban tertembak di lehernya, mengatakan dia tak mengerti mengapa kekerasan semacam itu terjadi di Selandia Baru.

Sebab selama ini Selandia Baru dikenal sebagai negara kecil yang damai dengan pemandangan hijau di mana-mana.

"Kami tak menyangka hal ini bisa terjadi di Selandia Baru. Negeri ini adalah tempat yang amat damai. Anda bisa pergi meninggalkan rumah dengan pintu terbuka. Namun kini tidak lagi," kata Aeshad.

"Saya memikirkan apa yang akan terjadi nanti...mungkin saja akan lebih banyak orang diserang di tempat lain," tambah dia.

Kekhawatiran serupa disampaikan Sahra Ahmed, perempuan keturunan Somalia yang sehari-hari bekerja sebagai perawat.

Baca juga: Jika Tak Ditangkap, Teroris Penembak Masjid Selandia Baru Bakal Terus Melanjutkan Aksinya

Dia mengatakan, serangan ini menunjukkan Selndia Baru tidak bisa lolos dari ekstremisme sayap kanan global.

"Ini adalah gerakan global, suka atau tidak. Ini terjadi di seluruh dunia. Dan beberapa orang mengimpor ide dari orang lainnya. Jadi negeri ini tidak kebal dari hal semacam ini," kata Sahra.

"Tak masalah ke mana pun Anda pergi, dunia ini amat kecil," dia menegaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com