Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penduduk Korea Utara ke TPS untuk Ikut Pemilu, Siapa yang Dipilih?

Kompas.com - 10/03/2019, 15:49 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber BBC,AFP


PYONGYANG, KOMPAS.com - Warga Korea Utara pada Minggu (10/3/2019) berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Lalu, pemilu apa yang sedang berlangsung di negeri yang terisolasi dan bersenjata nuklir itu?

Melansir dari kantor berita AFP, setiap lima tahun sekali, Korea Utara menggelar pemilu legislatif yang dikenal sebagai Majelis Rakyat Tinggi.

Meski demikian, hanya akan ada satu nama yang tertera pada masing-masing surat suara.

Para pemilih memilik kesempatan untuk mencoret nama itu sebelum menyerahkannya ke kotak suara, tapi dalam tentu hal tersebut tidak pernah terjadi.

Baca juga: Media Korea Utara Akhirnya Akui Kegagalan Pertemuan Trump-Kim di Hanoi

Kantor beroita resmi Korut KCNA menyebutkan, jumlah partisipasi pemilih terakhir kali tercatat mencapai 99,97 persen.

Hanya mereka yang berada di luar negeri atau bekerja di laut yang tidak ambil dalam bagian.

"Kami menganggap semua orang di negara kami sebagai satu keluarga sehingga kami akan bersatu dengan satu pikiran dan kami akan memberikan suara untuk kandidat yang telah disepakati," kata pejabat Persatuan Perempuan Sosialis Korut Song Yang Ran.

Warga Korut memang biasa menyatakan dukungan penuh kepada otoritas ketika berbicara kepada media asing, termasuk menanggapi pemilu negara lain yang memiliki beberapa kandidat.

"Sistem kami adalah yang terbaik," ucapnya.

"Kami tidak mengakui siapa pun selain Pemimpin Tertinggi," imbuhnya.

Dengan tidak adanya kompetisi dalam pemilu, analis menilai pemungutan suara hanya digelar sebagai ritual politik.

Korea Utara dibagi menjadi beberapa daerah pemilihan, dengan 686 pada pemilu terakhir pada 2014.

Waktu itu, Kim berdiri di Gunung Paektu, gunung berapi yang tidak aktif di perbatasan dengan China, yang disembah sebagai tempat kelahiran spritual rakyat Korea.

Baca juga: Diduga Efek Ledakan, Kota Tambang Korea Utara Diguncang Gempa

Seluruh kursi biasanya dimenangkan oleh organisai persatuan, Front Demokratik untuk Reunifikasi Tanah Air, yang dipimpin Partai Buruh milik Kim Jong Un.

Tapi beberapa kursi juga dialokasikan untuk dua partai kecil, Partai Sosial Demokrat Korea dan Partai Chondoist Chongdu.

Majelis Rakyat Tertinggi Korea dianggap sebagai lembaga legislatif yang menuruti kemauan atau kebijakan politik pemerintah.

Surat suara di Korea Utara. (Twitter) Surat suara di Korea Utara. (Twitter)
Tanda kesetiaan

Diwartakan BBC, pada hari pemilihan biasanya seluruh penduduk berusia 17 tahun lebih harus memberikan suara.

"Itu sebagai tanda kesetiaan Anda, dengan begitu akan ada antrean panjang," kata analis Korea Utara Fyodor Tertitsky.

Warga menerima kertas suara dengan satu nama. Tidak ada yang perlu diisi dan tidak ada kotak untuk dicentang.

Para pemilih biasanya mengambil surat suara dan memasukkannya ke dalam kotak suara yang terletak di tempat terbuka.

Meski diperbolehkan untuk mencoret kandidat tunggal, hampir dipastikan warga yang berbuat seperti itu akan dikejar oleh polisi rahasia.

Pemungutan suara di Korut adalah wajib bagi penduduk karena juga berfungsi sebagai sensus untuk memantau populasi di daerah pemilihan.

Selain itu, juga untuk melacak para pembelot yang kemungkinan melarikan diri ke China.

Lalu, kekuatan apa yang dimiliki oleh parlemen Korea Utara?

Baca juga: PBB: Panen Korea Utara Capai Titik Terendah dalam Satu Dekade

Hampir dipastikan, Majelis Rakyat Tertinggi Korea merupakan lembaga tanpa daya.

Dipilih setiap lima tahun, parlemen itu adalah satu-satunya badan legislatif yang dimiliki Korea Utara.

Perangkat hukum pada kenyataannya ditulis oleh partai dan kemudian hanya disetujui oleh majelis sebagai formalitas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com