Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan "Sniper" Kurdi Iran Ungkap Kisah Tembak 250 Militan ISIS di Suriah

Kompas.com - 06/03/2019, 07:00 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

Sumber Mirror

KOMPAS.com - Seorang pria dari etnis Kurdi Iran mengungkapkan kisahnya saat menjadi penembak runduk dan berperang melawan ISIS di Suriah.

Azad Cudi, yang kini berusia 35 tahun, mengaku meninggalkan Iran saat masih berumur 19 tahun.

Dia kabur setelah menolak mengikuti perintah wajib militer di negaranya yang mengharuskannya melawan kaum Kurdi Iran, etnisnya sendiri.

Azad pun pindah dan menjadi warga negara Inggris.

Namun ketika Suriah dilanda perang saudara pada 2011 dan menjadi rentan terhadap masuknya organisasi militan, Azad merasa tidak bisa tinggal diam.

Terlebih lagi Suriah juga menjadi rumah bagi kaum etnis Kurdi.

Baca juga: Tak Bisa Mendapat Budak Seks, Pria Ini Menyesal Gabung dengan ISIS

Meski ironis, karena dia meninggalkan tanah kelahirannya demi menghindari perang, Azad memutuskan untuk berangkat ke Suriah.

Pada 2013, dia telah tiba di negara yang sedang dilanda perang itu. Azad bergabung dengan kelompok relawan tentara Kurdi, YPG.

Azad hanya sempat menjalani pelatihan singkat dan kilat untuk menjadi penembak runduk menggunakan senapan, serta teropong tua.

Dia menjadi satu dari 17 "sniper" yang dimiliki YPG saat itu dan misi utamanya adalah mengusir keluar militan ISIS dari Kota Kobani, di utara Suriah, dekat dengan wilayah Aleppo yang hancur akibat perang.

"Kobani adalah sebuah tempat yang kejam, tidak ada yang normal di sana," ujar Azad menceritakan kembali kisahnya semasa berada di Suriah kepada The Express, dikutip Mirror.co.uk.

"Pasar hancur, jalan-jalan hancur, tidak ada tanda-tanda peradaban. Menyaksikan rumah-rumah yang hancur terasa seperti mendapat hantaman di wajah," tambahnya.

Meski YPG, yang didukung oleh koalisi pimpinan AS, turut mendapat bantuan serangan udara, Azad mengatakan, pertempuran di darat juga terjadi di jalan-jalan dan dari rumah ke rumah.

Baca juga: Pakai Senapan Mesin, Sniper SAS Bunuh Petinggi ISIS dari Jarak 1.600 Meter

Salah satu tugas yang diemban Azad saat itu adalah untuk mengidentifikasi markas ISIS dan menghabisi mereka satu per satu sebelum bala bantuan datang untuk menyerbu masuk.

Azad pun menceritakan, tidak jarang harus berhadapan satu lawan satu dengan militan yang datang mengejar mereka.

"Terkadang kematian terasa sangat dekat sehingga memaksa untuk mencari cara agar bisa bertahan, salah satunya adalah dengan balik melawan."

"Kami harus berhadapan dengan situasi yang sulit. Terkadang harus kehilangan rekan dan kadang juga tak sengaja menembak teman sendiri," ujarnya.

Ilustrasi sampul buku berjudul Long Shot yang menceritakan kisah Azad Cudi, seorang pria Kurdi Iran yang menjadi penembak runduk dan berperang melawan ISIS di Suriah.MIRROR.co.uk Ilustrasi sampul buku berjudul Long Shot yang menceritakan kisah Azad Cudi, seorang pria Kurdi Iran yang menjadi penembak runduk dan berperang melawan ISIS di Suriah.
Azad meyakini dirinya telah menembak dan membunuh hingga 250 militan ISIS selama menjadi sniper. Namun dia juga mengatakan, banyak rekannya yang membunuh sampai dua kali lipat.

Hal itu menunjukkan seberapa efektifnya peran seorang penembak runduk dalam mengurangi kekuatan ISIS satu demi satu.

Namun Azad harus meninggalkan medan perang di Suriah setelah sebuah serangan dari militan ISIS yang menembakkan roket dan melukai kakinya.

Azad beruntung karena dirinya masih dapat keluar dari medan perang dalam keadaan hidup untuk menceritakan kisahnya.

Dia mengaku tidak memiliki pandangan romantis tentang peperangan yang dijalaninya, tidak demi surga, kemewahan, atau bahkan julukan sebagai pahlawan.

Baca juga: Sniper SAS Tembak Komandan ISIS di Malam Hari dari Jarak 1,5 Km

"Alasan saya melakukan apa yang saya lakukan adalah saya ingin membela tanah saya, orang-orang saya, para warga sipil," ungkapnya.

Azad kini telah kembali ke Inggris, jauh dari peperangan di Suriah. Meski demikian dia masih berjuang setiap hari dengan mencoba kembali menjalani kehidupan normal, bertemu dengan orang-orang untuk membicarakan apa yang terjadi.

Azad pun menuliskan kisahnya menjadi sebuah buku yang berjudul "Long Shot", yang menceritakan selama dia menjadi seorang penembak runduk yang berperang melawan ISIS di Suriah.

Dia juga menyadari bahwa ada pendukung ISIS di Inggris maupun Eropa, dan tindakannya menulis buku itu bisa membawanya ke peringkat atas dalam daftar sasaran balas dendam mereka.

"Saya sudah siap mati saat itu dan saya siap untuk mati demi memperjuangkan rakyat kami, ide-ide kami, dan komunitas kami."

Kini, Azad berharap suatu saat dapat kembali ke Kohani, bukan untuk berperang, namun membantu komunitas Kurdi di sana membangun kembali kota mereka yang hancur setelah perang selama bertahun-tahun.

Baca juga: Sniper Kanada Tewaskan Anggota ISIS dari Jarak Hampir 3,5 Km

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Mirror
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com