BAGHOUZ, KOMPAS.com — Bermacam alasan dikemukakan anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) untuk menyatakan penyesalan mereka bergabung dengan kelompok itu.
Namun, seorang pria Selandia Baru melontarkan pengakuan cukup aneh ketika dia mengungkapkan rasa sesalnya bergabung dengan ISIS.
Mark John Taylor, nama pria itu, mengatakan, dirinya menyesal bergabung karena tidak bisa mendapatkan perempuan sebagai budak seks.
Baca juga: Anggota ISIS Dijejer di Jalan dan Dieksekusi oleh Kelompok Ekstremis Rival
Dilaporkan Daily Mirror, Senin (4/3/2019), ISIS membawa perempuan dari kelompok minoritas Yazidi dan memperlakukan mereka sebagai budak seks.
Berbicara kepada ABC dari selnya di Suriah, Taylor mengungkapkan, harga perempuan Yazidi sangat mahal dan menjadi sumber penyesalannya.
Untuk mendapatkan perempuan Yazidi berusia di atas 50 tahun, misalnya, Taylor harus merogoh kocek hingga 4.000 dollar AS atau Rp 56,5 juta.
"Untuk membeli yang paling muda, Anda harus mempunyai uang hingga 20.000 dollar AS (sekitar Rp 282,8 juta)," papar Taylor.
Pria yang juga dikenal dengan nama Mohammad Daniel maupun Abu Abdul Rahman itu membakar paspor Selandia Baru ketika bertolak ke Suriah pada 2014.
Tidak mendapatkan budak seks Yazidi, Taylor mengaku menikah dengan dua perempuan Suriah. Namun, pernikahannya tidak berlangsung lama.
Ketika ditanya apakah dia berniat memiliki budak untuk berhubungan seks, dia menjawab tidak ingin melakukan pemaksaan.
"Tidak memaksa, tidak. Ini seperti berhubungan layaknya pacar," ucap mantan tentara yang diyakini berusia 40 tahun tersebut.
Taylor sempat dipenjara oleh ISIS ketika dia lupa mematikan fitur penanda geografi di Twitter pada 2014 sehingga memaparkan lokasi kelompok itu.
Kini setelah ISIS dilaporkan hanya tinggal menguasai Desa Baghouz, dia yang ditangkap pasukan Kurdi berujar ingin pulang.
Baca juga: Nadia Murad, Bekas Budak Seks ISIS yang Raih Nobel Perdamaian
Dia meminta maaf karena di masa lalu sudah menimbulkan masalah. "Saya tidak tahu apakah saya bakal diizinkan kembali atau tidak," katanya.
Taylor menuturkan, selama bergabung dengan ISIS, dia tidak turun di garis depan. Dia bertugas sebagai penjaga di perbatasan dengan pemerintah Suriah.
Permintaan Taylor itu mendapat tanggapan dari Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern yang mengatakan, dirinya memang punya hak di bawah hukum internasional.
Namun, kepada NZT, Ardern menjelaskan, sangat sulit memulangkan Taylor karena dia tidak mempunyai dokumen perjalanan setelah paspornya dibakar sendiri.
Baca juga: Wanita Yazidi yang Jadi Budak Seks ISIS Beberkan Kisahnya
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.