Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Tahun Merampok Ikan Dunia, Andrey Dolgov Ditangkap di Indonesia

Kompas.com - 21/02/2019, 05:30 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

AL Indonesia kemudian mengirim KRI Simeulue 2, sebuah kapal patroli pantai, untuk mengejar dan menghentikan Andrey Dolgov.

"Selama 72 jam terakhir semua orang terlibat dan nyaris tidak tidur," kata McDonnell dari Interpol.

Saat Andrey Dolgov akhirnya masuk ke jangkauannya, KRI Simeulue 2 dan markas penjaga pantai berhasil mencegat sinyal AIS kapal pencuri itu.

Baca juga: Pengusaha Tagih Kebijakan Susi: Usai Penenggelaman Kapal, Lalu Apa?

Setelah berhasil memastikan identitasnya, KRI Simeulue 2 langsung mengejar hingga jarak 60 mil dari Sabang, sebelah tenggara Pulau We.

Di sana KRI Simeulue 2 memerintahkan kapten Andrey Dolgov untuk berhenti agar personel AL Indonesia bisa naik ke kapal itu.

Di atas kapal, personel AL Indonesia menemukan kapten dan lima awak lain berasal dari Rusia dan Ukraina.

Sisa awak terdiri dari 20 orang Indonesia yang mengklaim mereka tak tahu jika kapal tempat mereka bekerja adalah pencuri ikan.

Para awak ini kemudian diperlakukan sebagai korban penyelundupan manusia dan perbudakan.

Kapten kapal, pria Rusia bernama Aleksandr Matveev, kemudian dijatuhi hukuman penjara empat bulan dan denda Rp 200 juta setelah dinyatakan bersalah melakukan pencurian ikan.

Kru lain asal Rusia dan Ukraina dideportasi ke kampung halaman mereka.

"Setelah pemeriksaan, kami menemukan bahwa F/V STS-50 melanggar undang-undang perikanan Indonesia," kata Menteri Susi.

"Pencurian ikan adalah musuh bersama dan semua negara harus membantu untuk memerangi dan menghapuskannya," kata Susi.

Namun, investigasi tak berhenti di situ. Tim digital forensik memeriksa sistem komputer di anjungan, peralatan navigaasi, dan telepon genggam milik kapten Andrey Dolgov.

Semua informasi yang diperoleh membantu pemerintah untuk mengungkap jaringan kriminal yang lebih luas yang mengoperasikan kapal itu.

Andrey Dolgov terdaftar sebagai milik Red Star Company LTD di Belize, Amerika Tengah.

Pemilik perusahaan ini diduga seorang warga Rusia yang memiliki kantor di Korea Selatan dan telah melakukan sejumlah transaksi bank di New York.

Interpol kini membantu penegak hukum di sejumlah negara untuk melacak para kriminal yang terkait Andrey Dolgov, memalsukan dokumen, mencuci uang hasil penangkapan ikan, serta hal lainnya.

"Kerja kami tidak selesai setelah kapal ini ditangkap," kata Mc Donnell.

"Masih banyak pertanyaan belum terjawab. Organisasi di belakangnya amat rapi, sering kali dikelola keluarga atau sebagai bisnis 'gelap' yang ditutupi perusahaan sah," ujarnya.

"Kami sedang mencari bagaimana mereka merancang bisnis ini, bagaimana mereka menghasilkan uang dari ikan. Hingga saat ini mereka bisa beroperasi nyaris tak tersentuh. Kini semua berubah," McDonnell menegaskan.

OceanMind kini juga mengembangkan teknologi untuk melacak kapal-kapal pencuri yang berusaha mengaburkan identitas mereka.

Sementara Katie St Glew dari Universitas Southampton mengembangkan penggunaan isotop kimia pada ikan untuk melacak dari mana mereka ditangkap.

Sementara Andrey Dolgov, dalam waktu dekat, akan memainkan peran dalam menangkap para kriminal yang mengoperasikannya.

Baca juga: Melawan Illegal Fishing, Penenggelaman 488 Kapal, dan Dampak Positifnya

Menteri Susi memutuskan tidak akan meledakkan kapal ini. Kapal akan diubah dan direnovasi agar kapal ini bisa menjadi bagian armada penegakan hukum di laut.

Kapal ini akan menjadi simbol perang Indonesia melawan pencurian ikan dan sekaligus mengirim pesan kepada para pencuri ikan bahwa mereka tak punya tempat untuk bersembunyi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com