Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inggris Tak Bakal Ambil Risiko Pulangkan Shamima yang Gabung dengan ISIS

Kompas.com - 15/02/2019, 06:10 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

LONDON, KOMPAS.com — Keinginan mantan anggota Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) Shamima Begum untuk pulang ke Inggris akhirnya didengar pemerintah di sana.

Menteri Keamanan Inggris Ben Wallace menyatakan, London tidak akan ambil risiko memulangkan Shamima yang kini tinggal di kamp pengungsi sebelah utara Suriah.

"Saya tak ingin menempatkan nyawa orang Inggris dalam bahaya hanya untuk melihat keadaan teroris ataupun mantan teroris," kata Wallace kepada BBC, Kamis (14/2/2019).

Baca juga: Kabur dari Inggris demi Gabung dengan ISIS, Shamima Kini Ingin Pulang

Wallace menjelaskan, sebagai warga negara Inggris, Shamima memang berhak untuk kembali. Namun, dia harus menjalani serangkaian program keamanan, antara lain Shamima harus bersedia melakukan program deradikalisasi, diinvestigasi, dan mungkin bakal dituntut secara hukum jika menginjakkan kaki di Inggris.

Karena tidak ada layanan konsul di Suriah, Shamima harus pergi ke Irak atau Turki untuk mendapatkan bantuan sebelum ke Inggris.

"Setiap aksi harus ada konsekuensinya. Mereka sudah dipengaruhi sejak masih kecil dan beberapa menjadi anggota garis keras," ujar Wallace.

Karena itu, sumber pemerintah kepada The Independent berkata, mereka tidak akan menghubungi otoritas lokal untuk mengupayakan kepulangan Shamima.

Pernyataan tersebut mendapat bantahan dari Hussen Abase, ayah dari Amira Abase yang ikut bersama dengan Shamima ketika meninggalkan Inggris pada 2015.

Dalam wawancara dengan Sky News, Abase menuturkan gadis-gadis itu memang telah membuat kesalahan. Namun, mereka harus diizinkan kembali.

"Mereka mungkin tidak memikirkan akibatnya ketika melakukan itu (bergabung dengan ISIS). Umur mereka yang rentan membuat mereka mudah dipengaruhi," katanya.

Abase menyatakan London bisa "mengikat" Shamima dan putrinya di mana mereka bakal menjalani penuntutan dan kemungkinan hukuman.

Dia melanjutkan, dengan fakta wawancara Shamima setidaknya memunculkan harapan putrinya masih hidup, dan mendesak Inggris supaya memulangkan mereka.

Baca juga: Berhasil Kabur, Dua Perempuan Perancis Cerita Kondisi di Wilayah Kantong Terakhir ISIS

Koresponden BBC Dominic Casciani mengatakan, jika Shamima berusia di bawah 18 tahun, pemerintah wajib untuk memulangkan sebelum memutuskan apa yang bakal mereka lakukan.

Namun, karena Shamima kini berumur 19 tahun, dia sudah dianggap dewasa sehingga harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.

Sebelumnya dalam wawancara dengan jurnalis The Times, Anthony Loyd, Shamima ingin pulang setelah empat tahun bergabung dengan ISIS.

Dia mengatakan menyeberang ke Suriah dari Turki pada 2015 bersama Abase dan satu temannya lagi, Kadiza Sultana, dengan meninggalkan Bethnal Green.

Di Raqqa, dia menikah dengan seorang anggota ISIS asal Belanda bernama Yago Riedijk dan menjalani kehidupan yang "normal".

"Sejak saat itu hingga sekarang terdengar suara bom. Namun, bagi kami itu adalah hal biasa," ujar Shamima yang tinggal di kamp pengungsi al-Hawl.

Dia mengaku tidak pernah menyaksikan eksekusi secara langsung, tetapi pernah melihat ada kepala yang dibuang di tong sampah.

Dia mengatakan, keputusannya untuk pulang ke ISIS karena dia tidak ingin bayi yang dikandungnya meninggal dalam kamp pengungsi.

Baca juga: Terkena Peluru Tank, Anggota ISIS Asal Indonesia Tewas di Suriah

Shamima mengungkapkan, dia sudah melahirkan dua anak. Namun, mereka meninggal ketika usia mereka baru menginjak delapan dan 21 bulan.

Kehilangan dua anak membuatnya sangat terguncang. "Saya sangat terkejut dan pada akhirnya saya tidak bisa menerimanya," ujarnya.

Dia juga kehilangan sahabatnya Kadiza yang diyakini terbunuh di Raqqa dalam serangan udara Rusia pada Mei 2016 meski hingga saat ini laporan tersebut belum terkonfirmasi.

Terkait dengan ISIS, Shamima menegaskan dia tidak menyesal meninggalkan Inggris dan bergabung dengan kelompok itu pada 2015.

"Namun, saya tidak berharap tinggi. Jumlah mereka saat ini semakin mengecil. Selain itu, korupsi dan penindasan membuat mereka tak layak menang," lanjutnya.

Baca juga: Dalam Pertempuran Terakhir, ISIS Gunakan Bom Bunuh Diri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com