Dia mengatakan menyeberang ke Suriah dari Turki pada 2015 bersama Abase dan satu temannya lagi, Kadiza Sultana, dengan meninggalkan Bethnal Green.
Di Raqqa, dia menikah dengan seorang anggota ISIS asal Belanda bernama Yago Riedijk dan menjalani kehidupan yang "normal".
"Sejak saat itu hingga sekarang terdengar suara bom. Namun, bagi kami itu adalah hal biasa," ujar Shamima yang tinggal di kamp pengungsi al-Hawl.
Dia mengaku tidak pernah menyaksikan eksekusi secara langsung, tetapi pernah melihat ada kepala yang dibuang di tong sampah.
Dia mengatakan, keputusannya untuk pulang ke ISIS karena dia tidak ingin bayi yang dikandungnya meninggal dalam kamp pengungsi.
Baca juga: Terkena Peluru Tank, Anggota ISIS Asal Indonesia Tewas di Suriah
Shamima mengungkapkan, dia sudah melahirkan dua anak. Namun, mereka meninggal ketika usia mereka baru menginjak delapan dan 21 bulan.
Kehilangan dua anak membuatnya sangat terguncang. "Saya sangat terkejut dan pada akhirnya saya tidak bisa menerimanya," ujarnya.
Dia juga kehilangan sahabatnya Kadiza yang diyakini terbunuh di Raqqa dalam serangan udara Rusia pada Mei 2016 meski hingga saat ini laporan tersebut belum terkonfirmasi.
Terkait dengan ISIS, Shamima menegaskan dia tidak menyesal meninggalkan Inggris dan bergabung dengan kelompok itu pada 2015.
"Namun, saya tidak berharap tinggi. Jumlah mereka saat ini semakin mengecil. Selain itu, korupsi dan penindasan membuat mereka tak layak menang," lanjutnya.
Baca juga: Dalam Pertempuran Terakhir, ISIS Gunakan Bom Bunuh Diri
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.