Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

70 Persen PRT di Hong Kong Bekerja di Atas 13 Jam Sehari

Kompas.com - 13/02/2019, 19:37 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

HONG KONG, KOMPAS.com - Sebanyak 70 persen pembantu rumah tangga di Hong Kong bekerja lebih dari 13 jam sehari dan tidak mendapatkan gajinya secara penuh.

Fakta ini merupakan hasil dari sebuah jajak pendapat yang dilakukan terhadap lebih dari 2.000 orang pembantu rumah tangga di kota itu.

Jajak pendapat ini digelar Pusat Riset Migrasi dan Perpindahan Universitas China pda 2017.

Baca juga: Arab Saudi Eksekusi PRT Asal Filipina yang Bersalah dalam Kasus Pembunuhan

Jajak pendapat ini dilakukan untuk mempelajari kondisi sehari-hari lebih dari 380.000 pembantu rumah tangga yang berasal dari luar negeri.

Formulir berisi pertanyaan dibagikan pada tiap hari Minggu di beberapa lokasi tempat para pembantu rumah tangga itu berkumpul.

Dan, lembaga itu kemudian menerima lebih dari 2.000 jawaban dari para pembantu rumah tangga asal Filipina dan Indonesia.

Salah seorang peneliti, Profesor Raees Begum Baig mengatakan, kondisi kerja yang mengharuskan para PRT ini tinggal di kediaman pemberi kerja menciptakan kesulitan untuk mendefinisikan jam kerja.

"Sulit mendefinisikan mana yang pekerjaan formal dan mana yang bukan," ujar Profesor Raees.

Dari 2.017 responden, sebanyak 61,7 persen menjawab mereka bekerja 13-16 jam sehari.

Sebanyak 8,9 persen mengatakan, mereka bekerja lebih dari 16 jam dan sisanya sebanyak 2,5 jam mengaku bekerja 9-12 jam sehari

Pada 2017, para perempuan pekerja di Hong Kong rata-rata menghabiskan waktu 43,3 jam sepekan di tempat kerja.

Baca juga: Jejalkan Cabai ke Mulut Anak Majikannya, PRT Asal Indonesia Dipenjara

Angka ini jauh lebih rendah dari jam kerja yang dialami para pembantu rumah tangga ini.

Meski jam kerja mereka terbilang tinggi, hanya empat persen PRT yang mengaku mendapat kekerasan fisik.

Namun, Profesor Roger Chung Yat-nork, yang juga terlibat dalam studi ini, yakin angka sesungguhnya jauh lebih tinggi.

"Beberapa orng menganggap pertanyaan ini terlalu sensitif. Untuk amannya, kami katakan beberapa orang menahan diri untuk mengatakan hal sebenarnya," ujar Profesor Roger.

Peneliti lain, Profesor Tong Yuying menambahkan, para pekerja yang mendapatkan kekerasan fisik kemungkinan besar tidak bisa meninggalkan rumah majikannya di saat libur.

Baca juga: Dipaksa Berhenti Kerja karena Hamil, PRT Filipina Gugat Majikan

Menurut temuan lembaga itu, sebanyak 5,9 persen pekerja mengatakan, mereka tidak mendapatkan libur setidaknya sehari dalam sepekan.

Hal ini merupakan sebuah pelanggaran dalam kontrak kerja standar di Hong Kong.

Sementara, lebih dari 20 persen pekerja juga mengatakan, mereka juga tak mendapatkan penuh jatah cuti 12 hari dalam setahun.

Studi ini menemukan rata-rata gaji pembantu rumah tangga di Hong Kong adalah 4.277 dollar Hong Kong atau sekitar Rp 7,6 juta sebulan pada 2017.

Menurut undang-undang, upah minimun pembantu rumah tangga saat itu untuk pekerja asing adalah 4.310 dollar Hong Kong atau sekitar Rp 7,7 juta per bulan.

Kini, kisaran gaji pembantu rumah tangga di kota itu adalah 4.410 dolar Hong Kong atau Rp 7,9 juta sebulan.

Namun, sebanyak 8 persen responden mengaku mereka mendapatkan upah yang lebih rendah dari ketentuan. Dan, 6 persen lainnya mengatakan, mendapatkan gaji di atas upah minimum.

"Menjadi PRT adalah pekerjaan dengan skill rendah. Orang-orang dengan pendidikan dasar seharusnya sudah bisa menjalankan perintah dengan baik," kata Profesor Tong.

Tong menambahkan, upah yang amat rendah di Filipina bisa mendorong mereka yang berpendidikan lebih tinggi mencari pekerjaan di Hong Kong.

Para peneliti mendesak pemerintah untuk memberikan perlindungan lebih baik untuk hak-hak para PRT dan memastikan mereka mendapat hari libur sesuai dengan haknya.

Eman Vilanueva, juru bicara Badan Kordinasi Migran Asia, mengatakan, jam kerja yang panjang berdampak buruk untuk kesehatan.

Villanueva mengatakan, lebih dari 120 pekerja migran meninggal dunia di Hong Kong pada 2016. Sebagian besar diakibatkan penyakait terkait tekanan pekerjaan seperti hipertensi.

Baca juga: Singapura Cabut Lisensi Agen Penjual PRT di Situs Carousell

Selain itu, kondisi hidup yang buruk juga menjadi penyebab lain menurunnya kesehatan mereka. Banyak PRT yang terpaksa tidur di lantai dapur bahkan kamar mandi.

"Mereka tak memiliki privasi dan sebagian besar pekerja perempuan merasa tak nyaman dengan kondisi ini," Villanueva menegaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com