Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Durian Musang King dan Kisah Perjuangan "Orang Asli" Melindungi Tanah Kelahiran

Kompas.com - 12/02/2019, 21:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

APAKAH durian itu raja dari segala buah? Atau itu sebuah kutukan?

Meningkatnya permintaan, terutama dari China, terhadap buah yang terkenal dengan aromanya yang tajam dan dagingnya yang lengket ini, telah menaikkan harga durian di seantero Asia Tenggara.

Dari 2013 hingga 2017, harga durian varietas baru yang tengah populer, ‘Musang King’ atau ‘Mau Shan Wang’ (yang berarti kucing tidur), telah naik sekitar tiga kali lipat dari Rp 126.000 menjadi Rp 309.000 per kg.

Ekspor durian juga semakin meningkat. Thailand menjadi negara eksportir terbesar pada 2016 dengan nilai ekspor sebesar 495 juta dollar AS. Sementara Malaysia pada 2016 baru mengekspor sebesar 18 juta dollar AS.

Namun pada awal 2017, Malaysia telah membuat kesepakatan dengan sang negara adidaya berpopulasi 1,4 miliar penduduk, China, untuk mengekspor buah durian segar.

Perlu diketahui, saat itu bisnis durian sangat menguntungkan, bahkan bisa sembilan kali lipat lebih besar dari keuntungan kelapa sawit yang dihargai 4.200 dollar AS per hektar per tahun.

Baca juga: Malaysia Berharap Bisa Ekspor Buah Durian Musang King ke China

“Harta karun” ini telah menyebabkan perusahaan-perusahaan besar merampas lahan warga demi dapat menanam durian. Walau ada sekitar 200 lebih jenis durian hibrida di Malaysia, Musang King yang utamanya ditanam di daerah terpencil Kelantan, Gua Musang, tetap paling banyak dicari.

Para penggemar durian pun sangat mengincar tanah Gua Musang yang kaya akan kalium dan kehidupan serangga.

Mustafa AlongDok Tim Ceritalah Mustafa Along
Di sisi lain, Kelantan merupakan salah satu daerah tertinggal Malaysia dengan tata kelola pemerintah yang buruk. Kelantan yang berada di bawah pemerintahan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) selama 29 tahun ini memiliki indeks pembangunan manusia di bawah Sri Lanka, bahkan Bangladesh.

Setelah berpuluh-puluh tahun dilanda kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi yang lesu, meningkatnya popularitas durian telah membawa sejumlah perubahan besar. Namun, tidak semuanya positif.

Salah satunya, suku Temiar yang selama ini terpencil di Gua Musang telah menjadi korban kerusakan lingkungan sebab hutan leluhur mereka ditebang habis untuk dijadikan perkebunan durian.

‘Orang asli’ Malaysia, yang hanya berjumlah kurang dari satu persen dari total populasi atau sekitar 178.000 penduduk, merupakan kelompok minoritas yang tengah memperjuangkan hak mereka.

Mereka berada di Semenanjung Malaysia dan mayoritas merupakan non-Muslim yang terdiri dari beberapa suku. Salah satu suku terbesar adalah suku Temiar.

Para pemimpin suku Temiar tetap bersikeras terhadap klaimnya. Mustafa Along, pria berusia 31 tahun, berpendapat, “Ini adalah tanah kami, tanah adat yang menjadi milik nenek moyang kami sejak sebelum kemerdekaan.”

Baca juga: Mencoba Wangi Keuntungan Bisnis Bibit Durian Musang King

Mustafa berada di garis terdepan dalam menentang pembebasan lahan untuk penanaman durian. “Kami memulai memblokade Gua Musang sejak Februari 2018 untuk menghalangi perusahaan-perusahaan menebang hutan demi menanam durian,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com