Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Semangat Menyongsong Pemilu, Akhir dari Pemerintahan Militer Thailand

Kompas.com - 25/01/2019, 20:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Terlebih lagi, enam dari sepuluh komite ini disediakan untuk anggota pasukan keamanan dan polisi. Memang, bila Senat memutuskan pemerintahan saat ini tidak layak memerintah, Senat dapat mengajukan mosi tidak percaya.

Konstitusi ini juga tidak menjelaskan bila kandidat Perdana Menteri harus berasal dari anggota parlemen yang terpilih. Artinya, Perdana Menteri dapat dipilih tanpa persetujuan parlemen, atau lebih terutama, tanpa persetujuan rakyat.

Kecurangan sistem pemilihan umum yang seakan disengaja ini merusak kredibilitas dan pentingnya pemilihan umum dan amanat yang diperoleh sang calon pemenang.

Kembali normalnya keadaan politik yang sangat dinantikan warga Thailand seperti Khun Sopa mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat, atau mungkin tidak akan datang sama sekali.

Jenderal Prayuth perlu melihat apa yang terjadi di negara tetangganya di selatan, Malaysia.
Di saat yang sama tahun lalu, mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Tun Razak juga menghadapi masalah yang serupa: rakyat yang semakin bergejolak, melemahnya keadaan ekonomi, dan kerinduan akan pemilihan umum yang bersih dan transparan.

Kala itu, pemerintahan Barisan Nasional (BN) mengambil langkah-langkah administratif yang menghalangi partisipasi publik dalam pemilihan. Hal ini justru memicu kemarahan dan ketidakpercayaan publik. Dan sisanya telah tercatat dalam sejarah.

Desember lalu, usul Jenderal Prayuth untuk menghilangkan logo partai di surat suara mengundang protes dari masyarakat luas.

Komisi Pemilihan Umum Thailand kemudian merevisi desain surat suara yang mengikutsertakan logo, nama dan nomor partai. Setelah lima tahun menunggu, warga Thailand tidak sabar untuk menggunakan hak suara mereka, dan campur tangan Jenderal Prayuth tidak akan dapat menghentikkan mereka.

Jenderal Prayuth perlu menyadari bahwa mandat murni dari rakyat tidak dapat “dibuat”. Terlalu bergantung terhadap ketakutan dan sikap apatis warga Thailand dapat menimbulkan respons buruk yang masif. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com