Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Undang-Undang, Penjual China Kini Jual Barang Palsu di Medsos

Kompas.com - 21/01/2019, 19:08 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Barang-barang palsu dari produk bermerek, seperti Dior, Hermès, Gucci, dan Yves Saint Laurent terus diperjualbelikan di China. Padahal, saat ini telah diberlakukan undang-undang baru untuk membatasi perdagangan barang tiruan ini.

Dilansir dari South China Morning Post, banyaknya barang palsu yang diproduksi dan dijual bebas di China mengakibatkan banyak produsen barang merugi.

Akibatnya, Pemerintah China sudah memberlakukan undang-undang baru sejak 1 Januari kemarin.

Pemerintah berjanji akan memberikan denda sebesar 2 juta yuan atau setara dengan Rp 41,8 miliar kepada pedagang yang terbukti menjual barang-barang tersebut melalui platform jual beli.

Adanya peraturan itu tidak lantas menghentikan praktik produksi dan perdagangan barang palsu di China. Para pedagang saat ini banyak menjual dagangannya melalui lapak yang lebih pribadi, misalnya chat dan media sosial Instagram, juga TikTok.

Proses pembayaran pun dilakukan melalui transfer sesuai kesepakatan via chat antar-pembeli dan penjual. Dengan begini, proses jual beli terjadi secara pribadi layaknya dari teman ke teman, dan tidak disebut sebagai perdagangan di e-commerce, sebagaimana dilarang undang-undang.

Baca juga: Penjualan Barang Palsu di Alibaba Diklaim Merosot Tajam

Sebagai contoh, sebuah tas Dior yang dibanderol harga 255 dollar AS dijual hanya dengan harga 3,25 dollar AS. Meskipun murah, namun harga tersebut masih lebih mahal daripada harga tas biasa yang dijual di pasaran.

Dior palsu yang dibanderol murah itu memiliki kualitas yang mendekati kualitas asli, bahan bagus dilengkapi dengan box bertuliskan Dior, pita merah, bahkan sertifikat keaslian produk.

Selain harganya yang sangat miring, kualitas terlihat mirip, pengiriman barang yang berlangsung cepat, hanya satu atau dua hari semakin menarik minat masyarakat untuk membelinya.

Apalagi, jika melihat perbedaan tingkat pendapatan antar-masyarakat China yang berbeda-beda. Ini tidak akan mematikan pasar produk tiruan. Banyak masyarakat dengan penghasilan pas-pasan juga ingin terlihat mewah dengan memiliki barang-barang branded

"Kesenjangan pendapatan di China memungkinkan barang dengan harga lebih rendah, termasuk barang palsu, tidak akan mungkin kehilangan pasar dalam waktu dekat," kata seorang asisten profesor di Universitas Maryland, Fan Yang.

Baca juga: Barang Palsu Marak, Kemendag Bakal Tingkatkan Standardisasi

IlustrasiThinkstock/Daviles Ilustrasi
Selama ini, Pemerintah China kerap menerima protes dari pihak Amerika Serikat, produsen barang-barang ternama, karena pencurian kekayaan intelektual yang dilakukan dengan masif.

Namun, Pemerintah China masih kesulitan untuk dapat memastikan keberadaan perdagangan barang-barang palsu ini dapat berhenti. Ini dikarenakan tingginya peminat dan jaringan global yang dimiliki oleh pedagang. Terlebih, ketika mereka mulai memperdagangkannya melalui jalur pribadi, seperti sosial media.

Memerangi hal tersebut, setahun terakhir Instagram mengaku memiliki sistem pindai canggih untuk mendeteksi perdagangan barang-barang palsu di platformnya untuk kemudian dilakukan pemblokiran akun.

Tidak hanya pemerintah yang menerima protes, perusahaan e-commerce terbesar di China Alibaba, juga kerap mendapatkan hal serupa.

Alibaba kerap diprotes oleh produsen-produsen barang fesyen yang banyak dipalsukan dan diperjualbelikan ke masyarakat. 

Sebagai respons, Alibaba pun menyediakan layanan aduan dan membuat platform perlindungan kekayaan intelektual. Di sana merk atau produsen asli dapat mengajukan keluhan dan mendapatkan respon cepat dalam hitungan 24 jam.

Baca juga: Kerugian Ekonomi akibat Barang Palsu Capai Rp 65,1 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com