Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Trump Tarik Pasukan di Suriah Diduga karena Faktor Khashoggi

Kompas.com - 20/12/2018, 12:56 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Al Jazeera

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Kasus kematian jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi diduga menjadi pertimbangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menarik pasukan dari Suriah.

Jurnalis Al Jazeera Alan Fisher mengutip pejabat anonim AS bahwa Trump telah memberi tahu rencananya kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

"Kepada Erdogan, presiden mengatakan bahwa penarikan itu merupakan keputusannya sendiri tanpa mendiskusikannya," kata pejabat itu seperti dilansir Kamis (20/12/2018).

Baca juga: Trump Deklarasikan Kemenangan atas ISIS di Suriah

Washington bersikukuh tidak ada negosiasi antara Erdogan dan Trump. Namun anggota Kongres maupun Senat AS yakin ada benang merah antara percakapan itu ke keputusan Trump.

"Mereka meyakini, Trump melakukannya supaya Turki paling tidak mengendurkan tekanannya kepada Saudi terkait kematian Khashoggi," terang Fisher.

Khashoggi dibunuh pada 2 Oktober di Konsulat Saudi di Istanbul saat mengurus dokumen pernikahan dengan tunangannya, Hatice Cengiz.

Sumber penyelidik Turki menerangkan setelah dibunuh, jenazah Khashoggi kemudian dimutilasi dan dilenyapkan menggunakan cairan asam.

Selama ini, pemerintah Turki baik melalui Erdogan maupun para menterinya mendesak Riyadh agar menyerahkan pelaku pembunuhan Khashoggi supaya diadili di Istanbul.

Sejumlah politisi di Senat AS meyakini perintah untuk membunuh jurnalis 59 tahun itu datang dari Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS).

Meski begitu, Trump tetap menunjukkan dukungan kepada Saudi dengan mengatakan bahwa Riyadh merupakan sekutu potensial AS di Timur Tengah.

Turki diuntungkan jika AS benar-benar menarik pasukannya dari Suriah. Itu terkait kebijakan mereka untuk menyerang milisi Kurdi.

Milisi Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) selama ini merupakan salah satu daya tempur aliansi Pasukan Demokratik Suriah (SDF).

Adapun SDF beraliansi dengan AS untuk menggempur kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Persekutuan dengan SDF disebut membuat Ankara meradang.

Baca juga: CCTV Ungkap Anggota Tim Pembunuh Jamal Khashoggi

Apalagi dalam beberapa hari terakhir, Turki menyuarakan kekecewaan karena penundaan kesepakatan dengan AS untuk membersihkan YPG dari kota Manbij.

Sebelumnya, dalam video pendek yang diunggah di Twitter, Trump mengumumkan bahwa AS telah memperoleh kemenangan melawan ISIS.

"Kami telah mengalahkan mereka dan kami memukul mereka dengan sangat keras. Kami merebut kembali wilayah, dan sekarang saatnya bagi pasukan kami untuk pulang," tuturnya.

Keputusan yang diikuti rencana menarik pasukan AS menuai reaksi kontra dari Senat yang menyebut tindakan Trump bisa membuat ISIS kembali.

Baca juga: Pejabat Arab Saudi yang Dipecat dalam Kasus Khashoggi Kunjungi Israel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com