Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selandia Baru Peringatkan Google Terkait Nama Pembunuh Turis Inggris

Kompas.com - 19/12/2018, 10:52 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP,Newsroom

WELLINGTON, KOMPAS.com - Pemerintah Selandia Baru memperingatkan Google untuk bertanggung jawab atas konten berita yang menyebutkan nama pembunuh turis Inggris, yang tewas di negaranya.

Melansir Newsroom New Zealand, Rabu (19/12/2018), situs mesin pencari itu menampilkan hasil konten berita yang menyebutkan nama pelaku pembunuhan, dan bahkan memasukkanya dalam daftar otomatis pelanggan Google Trends.

Penyebutan nama pelaku pembunuhan merupakan bentuk pelanggaran hukum perintah pengadilan.

Baca juga: Seorang Turis Inggris Ditemukan Tewas, PM Selandia Baru Minta Maaf

Seperti diketahui, Google mengumpulkan semua konten berita dari seluruh dunia, termasuk yang berada di luar "Negara Kiwi".

Menteri Kehakiman Selandia Baru Andrew Little mengatakan, perusahaan yang beroperasi di negaranya harus mematuhi undang-undang yang berlaku.

"Saya tidak bisa menerima mereka dapat bebas dari tanggung jawab saat melanggar sistem peradilan kami," katanya.

Dia meminta Google memperbaiki sistemnya atau algoritme untuk menyortir konten berita yang ditampilkan.

AFP melaporkan, Google mengaku pelanggaran tersebut tidak disengaja dilakukan, sebab hasil Google Trends tentang "apa yang sedang tren di Selandia Baru?" secara otomatis terkirim ke e-mail pegguna.

Kasus ini terkait dengan pembunuhan turis Inggris bernama Grace Millane (22), yang jenazahnya ditemukan di pinggiran Auckland pada awal bulan ini.

Seorang pria berusia 26 tahun ditangkap dan dituntut atas pembunuhan tersebut.

Baca juga: Perubahan Iklim Kini Jadi Tantangan Besar bagi Militer Selandia Baru

Media Inggris pun tak ketinggalan untuk memberitakan kasus ini dengan menyebutkan nama pelaku, dengan alasan perintah pengadilan Selandia Baru tidak berlaku bagi mereka.

Otoritas Selandia Baru dan Google dijadwalkan untuk bertemu kembali pada awal 2019 untuk melihat kemajuan kasus semacam itu tidak akan terulang kembali.

"Mereka berharap kita berbicara dengan negara mitra di dunia yang memiliki ketertarikan sama tentang kesepakatan untuk menegakkan aturan di negara lain," ucap Little.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP,Newsroom
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com