Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Kerisauan Guru Bahasa Melayu di Thailand Selatan

Kompas.com - 18/12/2018, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagai anak kedua dari empat bersaudara–dan putri satu-satunya– ini, Cikgu Che nampak seperti seorang penghasut. Tapi dia memang tidak akan tinggal diam.

“Saya seorang aktivis semasa kuliah (dia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Prince Songkla yang tak jauh dari tempat tinggalnya). Saya mengirimkan petisi ke rektor saat dia melarang aktivitas diskusi di kampus," katanya.

"Saya mengajak teman-teman dan murid lain untuk berdemonstrasi mengenai tindakan semena-mena militer terhadap para militan, seperti serangan ke Masjid Krue Se di Pattani dan pembantaian Tak Bai. Saya tidak takut melawan pemerintah,” ujarnya.

Banyak pihak, baik negara lain maupun komunitas internasional mengkritik cara pemerintah Thailand yang tidak mengatasi pertumpahan darah ini dengan sungguh-sungguh.
Pada Maret 2005, pemerintahan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra membentuk Komisi Rekonsiliasi Nasional (NRC) yang dipimpin oleh sang mantan Perdana Menteri yang sangat dihormati, Anand Panyarachun.

Fokus utama Komisi ini adalah membuat rekomendasi dan upaya perdamaian melalui serangkaian usulan perubahan. Salah satunya menjadikan bahasa Melayu Pattani sebagai bahasa resmi wilayah dan membentuk satuan tugas tak bersenjata untuk berdialog dengan kelompok militan.

Sayangnya, tapi memang tidak mengejutkan, mantan Perdana Menteri, Jenderal dan Presiden Dewan Penasehat (Privy Council) Kerajaan Prem Tinsulanonda bersikap menolak usulan Komisi. “Kita tidak dapat menerima usulan tersebut sebab kita adalah warga Thailand. Negara kita Thailand, dan bahasa kita Thai,” dia menegaskan.

Cikgu Che pun secara terang-terangan menentang. “Pemerintah takut akan bahasa Melayu, bagi mereka ini adalah ancaman. Bahasa Thai memang penting, tapi Thailand adalah negara dengan banyak bangsa.”

 

Cikgu Che dengan tegas menambahkan, “Bahasa adalah bagian dasar di kehidupan kita. Tidak ada yang bisa memisahkan bahasa dari kehidupan manusia. Saya sangat bangga bisa berbahasa Melayu. Saya melihat diri saya sebagai orang Melayu dulu.” 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com