Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Junta Cabut Larangan Kampanye Politik, Thailand Siap Gelar Pemilu

Kompas.com - 11/12/2018, 16:57 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

Sumber AFP,Sky News

BANGKOK, KOMPAS.com - Pemerintah Thailand yang dikuasai junta militer mencabut larangan kampanye politik dalam pemilu 2019 setelah empat tahun pengetatan aturan menyusul kudeta terakhir.

Dengan begitu, pemilu yang sempat ditunda selama berbulan-bulan akan digelar pada 24 Februari 2019.

Diwartakan Sky News, Selasa (11/12/2018), militer pemerintah mengumumkan pernyataan tersebut secara online dalam situs Royal Gazette.

Baca juga: Turis Membludak Bikin Pulau di Thailand Alami Krisis Air Bersih

"Partai politik harus dibiarkan untuk berkampanye guna mengenalkan kebijakan mereka," tulis pengumuman itu.

Junta juga memutuskan untuk memperbaiki atau menghapus aturan yang bisa mengalangi kampanye sebelum pemilu.

Seperti diketahui, penguasa Thailand mulai melonggarkan aturan ketat pada September lalu, dengan mengizinkan partai politik merekrut anggota baru dan memilih pemimpin.

Namun, kampanye dan pengerahan massa pendukung di jalanan masih dilarang, mengingat banyak nyawa melayang dalam aksi protes antara faksi yang berkompetisi dalam 10 tahun terakhir.

"Ini harus dilihat sejauh mana otoritas akan menggunakan aturan untuk membiarkan rakyat turun ke jalan di tempat-tempat terbatas seperti Government House atau dekat istana," ucap Anon Chawalawan dari kelompok pemantauan hukum iLaw.

Pengacara hak asasi manusia Pawinee Chumsri menyambut baik dicabutnya larangan kampanye politik.

Junta Thailand terpaksa mengambil alih pemerintahan pada 2014 untuk mengembalikan keadaan usai aksi protes berbulan-bulan terhadap mantan perdana menteri Yingluck Shinawatra.

Baca juga: Pakai Tipuan Ular Kobra Dalam Sel, Seorang Tahanan di Thailand Berhasil Kabur

Namun, janji untuk menggelar pemilu secara berulang kali tidak pernah terwujud.

Tapi dia juga mendorong agar semua tudingan kepada warga di bawah pemerintahan junta selama bertahun-tahun harus dihapuskan.

"Saya pikir semua kasus harus dihilangkan karena hukumnya sudah tidak berlaku," katanya kepada AFP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com