LONDON, KOMPAS.com - Para anggota parlemen Inggris pada Selasa (4/12/2018) memulai debat lima hari tentang draf perjanjian antara Inggris dan Uni Eropa soal prosedur Brexit.
Pada 11 Desember mendatang, pemungutan suara akan dilakukan di parlemen untuk menentukan nasib perjanjian itu.
"Warga Inggris ingin agar kita melanjutkan dengan kesepakatan yang menghormati hasil referendum dan memungkinkan kita bersatu lagi sebagai sebuah negara, apa pun pilihan kita," kata Perdana Menteri Inggris Theresa May.
"Inilah kesepakatan yang ditawarkan kepada rakyat Inggris," ucapnya.
Baca juga: Bank Sentral: Brexit Bisa Bikin Ekonomi Inggris Melorot 8 Persen
Masih belum jelas tentang apakah May, yang memimpin pemerintahan minoritas, mampu memenangkan cukup suara untuk meloloskan kesepakatan itu..
Tanpa kesepakatan, maka Inggris mulai 29 Maret 2019 otomatis keluar dari keanggotaan Uni Eropa.
Itu berarti banyak undang-undang dan aturan Uni Eropa yang tadinya berlaku bagi Inggris, akan tidak berlaku lagi. Banyak kalangan khawatir mengenai kemungkinan terjadinya kekacauan besar.
Warga Uni Eropa yang tinggal dan bekerja di Inggris mendadak tidak berhak lagi mendapat izin tinggal dan kerja, demikian juga sebaliknya berlaku bagi warga Inggris di Uni Eropa.
Kelompok garis keras anti-Uni Eropa dalam partai menyebut Inggris terlalu dekat dengan Uni Eropa dan berencana untuk menentangnya.
Anggota parlemen pro-Uni Eropa di seluruh spektrum politik mengatakan kesepakatan itu lebih buruk daripada tetap di blok.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.