Namun, Rusia tak bisa memobilisasi semua pasukannya untuk melawan Ukraina. Apalagi pasukan Rusia "berserakan" di Kaukasus Utara, perbatasan China, dan dari Pasifik.
Mark Galeotti, seorang pakar dari Center for Global Affairs di Universitas New York, memberikan perkiraannya.
Seperti dikutip situs rfefl.org, Galeotti menyebut dengan kondisi pasukan yang berserakan di banyak tempat, Rusia paling maksimal bisa membolisiasi pasukan dengan kekuatan dua kali militer Ukraina.
Baca juga: Rusia Sita Kapal Perang Ukraina, DK PBB Gelar Rapat Darurat
Dengan kondisi tersebut, maka kondisi di lapangan bisa menjadi amat berimbang dan tak dijamin Rusia bisa mendapatkan kemenangan dengan cepat.
Sejak perang melawan Georgia pada 2008, Moskwa meningkatkan anggaran militernya sebanyak 30 persen untuk memodernisasi dan menggunakan militer sebagai perpanjangan tangan kebijakan luar negerinya.
Di sisi lain, Kiev memiliki sejarah mengucurkan dana amat minim untuk militernya dari yang sudah dianggarkan.
Unit militer terbaik Ukraina dikerahkan bersama NATO dalam berbagai operasi penjaga perdamaian.
Namun, berbagai unit militer lainnya berada dalam kondisi kekurangan dana dan peralatan.
Sebagian alat militer Ukraina masih merupakan warisan lama sejak negeri itu memisahkan dari dari Uni Soviet lebih dari dua dekade lalu.
Christopher Langton, peneliti dari Independent Conflict Research and Analysis di Inggris mengatakan, militer Ukraina juga diguncang proses reformasi.
Proses ini sebenarnya ditujukan untuk membuat militer negeri itu lebih profesional tetapi masih jauh dari sempurna.
Baca juga: Dianggap Langgar Batas, 3 Kapal AL Ukraina Ditembak dan Ditahan Rusia
"Dalam beberapa tahun terakhir sudah terjadi reformasi besar namun dengan anggaran minim dalam program peralatan dan reformasi personel," ujar Langton.
"Ukraina mencoba mengakhiri wajib militer tetapi tidak tercapai. Jadi masih ada unsur wajib militer dan ini menghambat kecepatan pengerahan pasukan Ukraina," tambah Langton.