Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buntut Pembunuhan Khashoggi, Posisi MBS sebagai Putra Mahkota Terancam

Kompas.com - 20/11/2018, 13:59 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Al Jazeera

Tradisi Kesukuan

Dinasti Saud terdiri dari ratusan pangeran dan menganut sistem suksesi takhta yang berbeda jika dibandingkan monarki dunia lainnya.

Di belahan Bumi lain, seperti Eropa, pergantian kekuasaan bakal langsung terjadi dari seorang raja kepada putra sulungnya.

Namun di Saudi yang menerapkan tradisi kesukuan, raja maupun para pangeran dari keluarga cabang bisa mengajukan kandidat yang mereka anggap pantas.

Baca juga: Ada MBS dalam Rekaman Pembunuhan Jamal Khashoggi

Sumber Saudi itu meyakini jika naik takhta, Pangeran Ahmed tidak akan mengubah reformasi yang sudah dilakukan oleh MBS.

"Pangeran Ahmed bakal menghormati kontrak jual beli senjata, dan memulihkan persatuan dinasti," kata sumber tersebut.

Adapun pejabat anonim AS menyatakan Washington tidak terburu-buru untuk memutuskan mereka harus menjauh dari putra mahkota berusia 33 tahun itu.

"Namun, semua bisa berubah jika Presiden Donald Trump mendapat laporan menyeluruh terkait pembunuhan Khashoggi," beber pejabat itu.

AS, kata pejabat itu, tersinggung setelah MBS dilaporkan meminta kementerian pertahanan mulai menjajaki peluang membeli senjata dari Rusia.

Dalam surat bertanggal 15 Mei, kemenhan diminta fokus untuk membeli sistem persenjataan dan peralatan, serta pelatihan dari Rusia. Khususnya sistem rudal S-400.

Baik Kementerian Pertahanan Rusia maupun Saudi tidak menjawab permintaan konfirmasi yang dilayangkan oleh Reuters.

MBS menjadi sorotan setelah muncul laporan dia diduga memberikan perintah untuk membunuh jurnalis berusia 59 tahun tersebut.

Sorotan itu makin kencang setelah The Washington Post memberitakan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) meyakini perintah pembunuhan datang dari MBS.

Laporan itu membuat Riyadh melalui kantor jaksa penuntutnya angkat bicara dengan menyatakan MBS tak ada kaitannya dengan pembunuhan Khashoggi.

Wakil Jaksa Penuntut Shaalan a;-Shaalan berujar, perintah datang dari Wakil Kepala Intelijen Jenderal Ahmed al-Assiri.

Assiri membentuk tim beranggotakan 15 orang yang dibagi ke dalam tiga kelompok kecil, yakni tim negosiasi, tim logistik, dan tim intelijen.

Mereka terbang ke Istanbul, Turki, untuk membujuk jurnalis berusia 59 tahun tersebut agar bersedia kembali ke Riyadh.

"Namun, karena negosiasi gagal, kepala tim negosiator memerintahkan untuk membunuh Khashoggi," demikian pernyataan Shaalan.

Baca juga: Dibayangi Skandal Khashoggi, MBS Selfie di Konferensi Investasi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com