Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbukti Genosida, 2 Pemimpin Khmer Merah Ini Dipenjara Seumur Hidup

Kompas.com - 16/11/2018, 14:48 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber BBC,AFP

PHNOM PENH, KOMPAS.com - Dua pemimpin kelompok Khmer Merah Kamboja untuk pertama kalinya diputus bersalah atas tuduhan genosida.

Dikutip AFP Jumat (16/11/2018), dua pemimpin itu adalah mantan kepala negara Khieu Samphan (87) dan "Saudara Nomor 2" Nuon Chea (92).

Majelis Luar Biasa Pengadilan Kamboja (ECCC) menyatakan keduanya bersalah atas genosida terhadap Muslim Cham dan etnis Vietnam.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Vietnam Tumbangkan Rezim Brutal Khmer Merah

"Majelis menemukan Nuon Chea bertanggung jawab atas kejahahan tersebut karena pengambil keputusan yang setara dengan Pol Pot," ujar Hakim Ketua Nil Nonn.

Sementara Khieu meski tidak melakukan pembersihan atas Muslim Cham, dia dianggap bersalah atas kejahatan genosida kepada Vietnam.

Keduanya mendapat vonis seumur hidup. Serupa dengan yang mereka dapatkan di 2014 atas kekerasan dan evakuasi massal di Phnom Penh April 1975.

BBC melaporkan, vonis tersebut merupakan yang pertama kalinya sejak ECCC didirikan dengan perlindungan PBB pada 2006 silam.

Isu genosida yang dilakukan Khmer Merah telah menjadi bahan perdebatan internasional kalangan akademisi dengan jurnalis selama bertahun-tahun.

Konvensi PBB tentang Genosida menyatakan niat untuk melenyapkan seluruh, sebagian kelompok etnis maupun agama tertentu bisa dikategorikan genosida.

Sementara sejumlah pakar, termasuk Philip Short yang membuat biografi tentang Pol Pot, menyatakan rezim tersebut tidak berniat melakukannya.

Karena itu, sebelum putusan Jumat terjadi, pemerintahan Khmer Merah dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, bukan genosida.

Craig Etcheson yang pernah menjadi penyelidik ECCC mengatakan putusan tersebut terjadi dalam waktu lama dan dana yang tak sedikit.

Perlu diketahui selama 12 tahun, persidangan di ECCC menghabiskan dana hingga 300 juta dollar Amerika Serikat (AS), atau Rp 4,3 triliun.

Pengadilan yang terdiri dari hakim asing dan Kamboja itu pun baru memvonis tiga orang. Termasuk di dalamnya Khieu dan Nuon.

"Tidak cukup, tentu saja. Namun setidaknya pengadilan ini telah memberikan sedikit keadilan daripada tak ada keadilan sama sekali," kata Etcheson.

Seorang warga Muslim Cham Los Sat yang menghadiri sidang vonis bersama istrinya menuturkan, dia telah kehilangan banyak keluarganya karena kekejaman Khmer Merah.

Baca juga: Mahkamah PBB Kukuhkan Hukuman Seumur Hidup bagi Pemimpin Khmer Merah

"Saya begitu puas dengan vonis ini. Mereka (Khmer Merah) telah memberikan kesengsaraan bagi saya," kata Los Sat seraya beranjak meninggalkan ruang sidang.

Dipimpin oleh "Saudara Nomor 1" Pol Pot, dikenal juga dengan Saloth Sar, Khmer Merah merupakan pergerakan radikal Maois yang memimpin pada 1975-1979.

Mereka bertujuan untuk membentuk Kamboja yang sesuai dengan paham Marxist dengan menghapuskan perbedaan kelas dan agama.

Namun sepanjang empat tahun pemerintahannya, mereka menyiksa dan membunuh kelompok yang dianggap sebagai musuh seperti kaum intelektual, mantan pejabat pemerintah beserta keluarganya.

Karena pemerintahan mereka, sekitar dua juta rakyat Kamboja tewas baik karena kelaparan, beban kerja yang terlalu berat, hingga eksekusi massal.

Salah satu rezim mematikan di abad 20 itu tumbang setelah Vietnam melakukan invasi di 1979 dan membuat Pol Pot melarikan diri.

Dia sempat bebas hingga ditangkap pada 19 Juni 1997, dan meninggal di 15 April 1998 dengan status sebagai tahanan rumah.

Baca juga: Pengadilan Kamboja Soroti Kawin Paksa Era Khmer Merah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber BBC,AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com