Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Mustafa Kemal Ataturk, Presiden Pertama Turki

Kompas.com - 09/11/2018, 22:49 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Mustafa Kemal Ataturk merupakan seorang panglima tertinggi, negarawan, penulis, sekaligus pendiri Republik Turki.

Dia melaksanakan modernisasi, di antaranya mengenalkan huruf Latin, memperkenalkan pendidikan dan sistem kehidupan ala Eropa.

Dia menjabat sebagai presiden pertama Turki pada 1923 hingga kematiannya di 1938, dan juga perdana menteri pertama di 1920-1921.

Baca juga: Ide Makanan Buka Puasa, Kuliner Domba Khas Kerajaan Ottoman Turki

Berikut merupakan biografi dari politisi yang pemikiran maupun segala teorinya dikenal sebagai Kemalisme tersebut.

1. Masa Kecil
Ataturk lahir dengan nama Ali Riza oglu Mustafa (Mustafa bin Ali Riza) pada 19 Mei 1881 di Salonica (sekarang Thessaloniki, Yunani), Kekaisaran Ottoman.

Ayahnya, Ali Riza Efendi, merupakan seorang perwira milisi dan juga pedagang kayu. Sedangkan ibunya bernama Zubeyde Hanim.

Nama tengah Ataturk, Kemal yang berarti Kedewasaan, diberikan oleh guru matematikanya, Kapten Uskuplu Mustafa Efendi.

Awalnya, ibunya menyuruh Ataturk untuk menempuh pendidikan di sekolah agama, sesuatu yang diturutinya dengan sangat enggan sehingga hanya bertahan sebentar.

Dia kemudian masuk Sekolah Semsi Efendi, sebuah sekolah dengan kurikulum yang lebih sekuler. Ayahnya sengaja memasukkannya supaya dia menjadi pedagang.

Namun tanpa meminta pertimbangan orangtuanya, dia ikut ujian masuk Sekolah Militer Salonica di 1893. Di 1896, dia masuk SMA Militer Monastir.

Pada 14 Maret 1899, dia pindah ke Akademi Militer di kawasan Pangalti yang dekat dengan ibu kota Konstantinopel (sekarang Istanbul).

Dia lulus pada 1902. Tiga tahun, tepatnya pada 11 Januari 1905, Ataturk lulus dari Perguruan Tinggi Militer Ottoman Konstantinopel.

Baca juga: Lahir di Zaman Ottoman, Pria Lebanon Ini Sudah Berusia 125 Tahun

2. Karir Militer
Setelah lulus, dia sempat ditahan atas keterlibatannya dalam gerakan anti-monarki, dan dilepaskan beberapa bulan kemudian berkat bantuan mantan direktur sekolahnya, Riza Pasha.

Ataturk kemudian ditugaskan sebagai Kapten Staf di Pasukan Kelima Turki yang bermarkas di Damaskus, Suriah, di kompi Ali Fuat dan Lutfi Mufit.

Di sana, dia bergabung dengan kelompok rahasia revolusioner bernama Vatan ve Hurriyet yang dipimpin tentara bayaran Mustafa Elfan.

Di Juli 1908, dia terlibat dalam Revolusi Turki Muda yang berhasil menjungkalkan Sultan Abdulhamid II dan memulihkan konstitusi monarki.

Dari 1909 hingga 1918, Ataturk menempati sejumlah jabatan penting di angkatan bersenjata Ottoman. Dia pernah berperang melawan Italia dalam Perang Italo-Turki di 1911.

Baca juga: Konflik Israel-Palestina (2): Runtuhnya Ottoman dan Mandat Palestina

Kemudian di 1912-1913, dia berpartisipasi dalam Perang Balkan. Selama Perang Balkan II, dia menjadi kepala staf sebelum dipindah ke kedutaan Turki di Bulgaria.

Saat Ottoman terjun ke kancah Perang Dunia I bersama Aliansi Sentral (Jerman, Austria-Hungaria, Bulgaria), Ataturk menjadi komandan Divisi ke-19.

Berkat keberanian dan strategi tempurnya, dia membantu menggagalkan invasi Sekutu ke Dardanella di 1915, dan mendapat promosi hingga Perjanjian Mudros diteken di 1918.

Gencatan senjata itu memberikan keleluasaan bagi Sekutu untuk menduduki benteng yang mengendalikan saluran air utama, dan wilayah yang bisa memberikan ancaman.

Pada 1919, Ataturk mengatur adanya pemberontakan. Ketika Perjanjian Sevres ditandatangani yang membagi Ottoman, dia menginginkan kemerdekaan bagi Turki.

Dewan Pertemuan Besar (GNA), sebutan untuk parlemen Turki saat itu, harus mengatur gempuran yang dilakukan Yunani serta Armenia.

Serangan itu berakhir setelah Ataturk meneken Traktat Lausanne di 29 Oktober 1923 yang menandai berdirinya Republik Turki, dan menjadikannya presiden.

Baca juga: Di Tengah Restorasi, Masjid Bersejarah Era Ottoman di Yunani Terbakar

3. Menjadi Presiden Pertama Turki
Menjadi orang nomor satu di Turki, Ataturk mulai berupaya untuk memodernisasi negaranya. Pemerintahannya mulai menganalisis sejumlah negara Barat.

Di antaranya Perancis, Swedia, maupun Italia, dan mengadopsi nilai maupun sistem mereka sesuai dengan kebutuhkan serta karakteristik bangsa Turki.

Dikenal sebagai pemimpin militer yang efisien, dia mengubah Turki menjadi negara yang modern, demokratis, serta sekuler.

Sebagai bagian dari sekulerisasi, dia menjauhkan pemerintahan dari agama, mengganti huruf Arab dengan huruf Latin.

Baca juga: Tahukah Anda? Berat Kubah Masjid Peninggalan Ottoman 2.000 Ton

Kemudian dia juga memperkenalkan kalender Gregorian, dan mendesak warganya supaya mengenakan busana layaknya orang Barat.

Di bidang sosial-ekonomi, dia melakukan industrialisasi dengan mendirikan pabrik negara serta jaringan kereta di seluruh wilayah.

Kemudian dia memperkenalkan undang-undang tentang persamaan gender, menghapus hukum hijab bagi perempuan, dan memberikan mereka hak politik.

Tidak semua reformasi yang dilakukan Ataturk berhasil. Kebijakannya soal sekulerisasi dianggap sebagai hal yang kontroversial.

Baca juga: Turki Akan Kembalikan Pelajaran Bahasa Arab dan Ottoman

4. Kematian
Di 1937, Ataturk mulai mengalamin penurunan kesehatan. Awal 1938 saat berada dalam perjalanan ke Yalova, dia menderita penyakit serius.

Dia kembali ke Istanbul untuk menjalani perawatan, di mana dokter menjelaskan bahwa Ataturk menderita sirosis di livernya.

Selama perawata, dia mencoba untuk beraktivitas seperti biasa. Namun, dia meninggal di usia 57 tahun pada 10 November 1938 di Istana Dolmabahce.

Dia dimakamkan di Museum Etnografi Ankara. Di 10 November 1953, 15 tahun setelah kematiannya, dia dipindahkan sarkofagus seberat 42 ton.

Sarkofagus tersebut berada di mausoleum Anitkabir yang berada di Ankara.

Baca juga: Turki Pindahkan Makam Kakek Pendiri Ottoman dari Suriah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com