Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munawir Aziz
Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, Penulis Sejumlah Buku

Sekretaris PCI Nahdlatul Ulama United Kingdom, menulis buku Bapak Tionghoa Nusantara: Gus Dur, Politik Minoritas dan Strategi Kebudayaan (Kompas, 2020) dan Melawan Antisemitisme (forthcoming, 2020).

Setelah Australia Merapat ke Jerusalem...

Kompas.com - 06/11/2018, 08:31 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Meski jangkauan politik untuk menarik simpati kelompok Yahudi di Australia juga tidak bisa ditutupi, ungkapan Morrison menyatakan bahwa solusi dua negara merupakan keinginan pemerintah Australia—walau proses menuju target tersebut susah terjadi.

Solusi dua negara (two state solution) merupakan tawaran diplomatik bagaimana kawasan Jerusalem—yang selama ini diperebutkan antara Israel dan Palestina—dapat dimiliki bersama. Warga kedua negara dapat hidup berdampingan dengan damai, saling mengisi, serta memiliki kesempatan yang sama.

Namun, solusi ini masih jauh panggang dari api. Kedua belah pihak—Israel dan Palestina—saling mengunci dengan tawaran masing-masing. Sementara itu, negara-negara lain juga saling memiliki kepentingan di tengah konflik, dengan tarikan dari isu ekonomi, politik, agama, hingga militer internasional.

Avi Shlaim, Professor Emeritus di Oxford University dan penulis buku Iron Wall: Israel and the Arab World (2015), mengungkap bahwa sekarang ini yang terpenting bukanlah isu dua negara atau satu negara.

The question today is no longer one state or two states but the protection of basic Palestinian rights, both individual human rights and the collective right to national self-determination,” kata Avi Shlaim seperti dikutip Aljazeera pada Jumat (24/2/2017).

Meski demikian, Avi Shalim melempar kritikan berupa lemahnya otoritas kepemimpinan di Palestina. Konflik internal antara Fatah dan Hamas juga menjadi kendala tersendiri bagi upaya meningkatkan daya tawar diplomasi Palestina.

Lalu, bagaimana posisi Indonesia di tengah peta diplomasi internasional dalam isu Israel-Palestina?

Seperti tercermin dalam pernyataan resmi Presiden Joko Widodo, program-program Kementerian Luar Negeri, dan statemen Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Pemerintah Indonesia ingin berada di tengah-tengah, sebagai juru damai internasional.

Di tengah gelombang pasang populisme, Presiden Joko Widodo juga terlihat tidak mau terbelit isu Palestina yang menjadi isu sensitif bagi umat Muslim Indonesia. Presiden Jokowi tidak ingin kehilangan pesona sebagai juru damai, sekaligus tetap membela Palestina, terutama pada momentum politik menjelang Pemilihan Presiden 2019.

Namun, sebenarnya di tengah sengkarut konflik Timur Tengah, khususnya relasi Israel-Palestina, Indonesia memiliki tokoh-tokoh publik yang selama ini bergerak pada isu perdamaian internasional.

Selepas generasi KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), muncul sosok Gus Yahya C Staquf yang gagasan dan kiprahnya mulai dikenal dunia. Gus Yahya C Staquf menginisiasi program-program strategis dalam diplomasi kultural di ranah internasional untuk mencipta perdamaian dan menebarkan welas asih.

Jika diplomasi politik negara terbelit oleh jebakan-jebakan politik domestik dan tantangan kebekuan politik antar-negara, diplomasi melalui kekuatan jaringan ormas dan kebudayaan menjadi nilai plus bagi Indonesia di belantara politik internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com