Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pesawat Komersial Tak Dilengkapi Parasut?

Kompas.com - 02/11/2018, 11:41 WIB
Mela Arnani,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10/2018) masih mendapat perhatian dari masyarakat.

Pesawat tujuan Pangkal Pinang ini jatuh 13 menit setelah lepas landas dari Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten,

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, saat ini black box pesawat Lion Air JT 610 sudah ditemukan. Pesawat ini mengangkut lebih dari 180 orang penumpang, di mana belum seluruhnya korban berhasil diangkut.

Kasus jatuhnya pesawat di Indonesia memang bukan kali ini saja terjadi. Tak jarang, dari kasus kecelakaan pesawat yang ada menimbulkan korban jiwa.

Selama ini, sebelum pesawat lepas landas, biasanya pramugari pesawat akan memeragakan cara pemakaian beberapa alat penyelamatan, seperti membuka pintu darurat, menggunakan pelampung, tabung oksigen, dan cara pemasangan sabuk pengaman.

Mungkin ada beberapa masyarakat yang bertanya-tanya mengapa pesawat terbang komersial tidak dilengkapi dengan parasut.

Jika dilihat dari fungsinya, parasut secara umum dapat digunakan untuk memperlambat gerak turun seseorang ke bumi. Sehingga, ketika berada pada kondisi darurat di ketinggian tertentu setidaknya dapat menolong orang tersebut.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Lompatan Pertama dengan Parasut Dilakukan

Lantas, apa alasannya pesawat komersial tidak ada parasut di dalamnya?

Dilansir dari Conde Nast Traveler, salah satu alasan pesawat terbang komersial tidak dilengkapi dengan parasut dikarenakan penumpang tidak terlatih menggunakan parasut ketika menyelamatkan diri saat kondisi darurat.

Tak hanya itu, penumpang juga tidak dibekali bagaimana cara mendarat ke bumi dengan benar. Padahal, seorang penerjun payung pun membutuhkan pelatihan dan beberapa persiapan sebelum melakukan aksinya.

"Ketika seorang penerjun payung jatuh dari pesawat dan parasut dikembangkan (dalam keadaan terikat ke pesawat), biasanya membutuhkan waktu empat hingga lima jam pelatihan," kata Director of Safety and Training for the U.S Parachute Association, Jim Crouch.

"Bahkan apabila seseorang sudah terlatih untuk menggunakan parasut, dalam kondisi pesawat komersial yang biasanya melintas di ketinggian 35.000 kaki, hal itu pun juga tidak pantas dilakukan," ujar Jim.

Jim menambahkan, ketika berada di atas ketinggian 18.000 kaki akan berbahaya bagi seseorang untuk keluar dari pesawat dan sesegara mungkin mengembangkan parasutnya.

Ia menerangkan, penerjun payung pun membutuhkan tambahan oksigen ketika akan melompat di ketinggian 15.000 kaki, karena tekanan udara sangat rendah. Sehingga memungkinkan terjadinya kehilangan kesadaran seseorang.

Menurut Jim, suhu di ketinggian 35.000 kaki berada sedikitnya 30 derajat di bawah suhu 0 Fahrenheit, sehingga kemungkinannya suhu akan sangat dingin.

Hal itu sangat berbahaya bagi tubuh manusia karena apabila terkena suhu ekstrem dengan cepat, para ilmuwan telah mengatakan bahwa mata, mulut, dan hidung akan membeku seketika.

Bedasarkan jurnal dari Popular Science, dalam kondisi seperti itu, paru-paru pun juga akan berkembang dengan sangat cepat, sehingga dapat meledak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com