Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demi Melawan Iran, Relasi Israel dan Negara Teluk Semakin Mesra

Kompas.com - 31/10/2018, 20:34 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

TEL AVIV, KOMPAS.com - Di tengah semakin kerapnya bentrokan antara Israel dan Iran di Suriah, PM Benyamin Netanyahu nampaknya berusaha mendekati negara-negara Teluk untuk menghadapi musuh bersama mereka.

Pada Kamis pekan lalu, Netanyahu melakukan kunjungan mendadak ke Oman dan menggelar pembicaraan dengan Sulatn Qaboos di Muscat.

Dalam kunjungan ke Oman ini, mmenurut kantor perdana menteri,  Netanyahu didampingi kepala Mossad.

Baca juga: Israel Siap Membagi Informasi Rahasia Iran pada Arab Saudi

Kunjungan Netanyahu ke Oman ini mengkhawatirkan Palestina karena muncul potensi kedua negara melakukan normalisasi hubungan diplomatik.

Beberapa hari setelahnya, Menteri Budaya dan Olahraga Miri Regev mengunjungi masjid Sheikh Zayed di Uni Emirat Arab.

Di saat yang sama menteri komunikasi Israel berbicara di Dubai dan lagu kebangsaan Israel dikumandangkan di sebuah kejuaraan judo di Abu Dhabi.

Sedangkan, menteri transportasi Israel dijadwalkan mempromosikan pembangunan jaringan kereta api dari kota Haifa dan negara-negara Teluk di Oman pekan depan.

Upaya Israel mendorong perbaikan hubungan dengan negara-negara Teluk ini muncul di saat Amerika Serikag mendorong sanksi lebih berat untuk Iran.

Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump terang-terangan memperkuat hubungan AS dengan Arab Saudi yang di masa pemerintahan Barack Obama sedikit mendingin.

Sejauh ini, Arab Saudi belum berkomentar tentang kunjungan sederet pejabat Israel ke negara-negara Teluk.

Sejumlah pengamat menilai, meski upaya Israel memperbaiki hubungan dengan negara tetangganya sudah lama dilakukan, tetapi perebutan pengaruh antara Iran di satu sisi dengan AS, Israel, dan negara Teluk di sisi lain, memicu upaya ini ke level yang berbeda.

Baca juga: Wilayahnya Dihujani Roket dari Gaza, Israel Tuduh Suriah dan Iran

Sudah puluhan tahun Israel dan negara-negara Teluk melakukan pembicaraan secara tertutup, setidaknya hal ini sudah dimulai sejak 1980-an.

Namun, para pemimpin negara Arab tidak pernah mempublikasikan pertemuan-pertemuan ini karena khawatir bakal menjadi bumerang jika dikaitkan dengan konflik Palestina-Israel.

Penyesuaian kebijakan yang lebih luas, terutama untuk menahan pengaruh Iran, kemungkinan bisa membuat perundingan-perundingan dengan Israel akhirnya dipublikasikan.

Apalagi, Israel bersumpah untuk mencegah Teheran menancapkan pengaruh militernya di Suriah, tempat Iran mendukung rezim Bashar al-Assad.

"Penyesuaian kebijakan membawa negara-negara ini mendekat, meski belum sampai tahap bersekutu," kata Elizabeth Dickinson, analis senior di International Crisis Group (ICG).

Baca juga: Menlu AS: Seluruh Timur Tengah Harusnya Mencontoh Israel

"Menekan Iran dan mengurangi aktivitas regionalnya merupakan prioritas utama bagi Israel dan beberapa negara Teluk," tambah dia.

"Riyadh, Abu Dhabi, dan Tel Aviv semua merasa sudah saatnya memanfaatkan kesempatan, di saat pemerintah AS juga menjadikan Iran sebagai prioritas," ujar Elizabeth.

Inisiatif untuk mendekati negara-negara Teluk juga muncul menjelang pemilihan umum Israel tahun depan.

Dan, memperbaiki hubungan dengan negara-negara Arab bisa memperkuat posisi Netanyahu di dalam negeri.

"Israel cenderung ingin membuat pertemuan semacam ini diketahui publik. Namun, negara-negara Arab menilai hal ini amat sensitif dan terkait dengan isu Palestina," kata Yoel Guzansky, dari Institut Studi Keamanan Nasional dan mantan anggota Dewan Keamanan Nasional Israel.

Publikasi pertemuan semacam ini ditujukan agar publik di negara-negara Teluk memahami secara rasional bahwa Israel bukan musuh.

"Musuhnya adalah bangsa lain. Dan bangsa lain itu adalah Iran," ujar Yoel.

Sejauh ini, Israel hanya memiliki hubungan diplomatik dengan  dua negara Arab yaitu Mesir dan Jordania.

Sedangkan Qatar memiliki hubungan informal dengan Israel dan Iran. Hingga 2000, Qatar menjadi rumah bagi kantor dagang Israel.

Di sisi lain, Doha juga menyediakan bantuan kemanusiaan dan bahan bakar untuk Jalur Gaza, dengan persetujuan dari Israel yang didukung AS.

Dalam sebuah konferensi pertahanan regional di Bahrain pekan lalu, Menlu Oman Youssef bin Alawi bin Abdullah mengatakan, mungkin sudah saatnya Israel diperlakukan dan memiliki kewajiban sama dengan negara-negara Timur Tengah lainnya.

Pernyataan Oman ini mendapatkan dukungan dari pemerintah Bahrain. Posisi Oman ini memicu kekhawatiran penasihat presiden Palestina Mohammad Shtayyeh.

Shtayyeh menyebut kondisi ini sebagai awal normalisasi publik dan akhir dari inisiatif perdamaian Arab.

Pada 2002, negara-negara Arab menawarkan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai imbalan terbentuknya negara Palestina.

Baca juga: AS Kucurkan Bantuan Rp 572 Triliun ke Israel untuk Hadapi Iran

"Para diktator Arab Saudi, UEA, Qatar, dan Bahrain mendekati rezim Israel untuk mendapat dukungan Trump demi melindungi kekuasaan mereka," kata Omar Barghouti, pendiri gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS).

"Rakyat Palestina amat bergantung pada rakyat negara-negara Arab dan bukan pada penguasa lalim yang tak dipilih rakyat untuk mendukung perjuangan kami mencari kebebasan, keadilan, dan kesetaraan," kata Barghouti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com