Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Putin, Erdogan, Macron, dan Merkel Bersua Bahas Nasib Suriah

Kompas.com - 28/10/2018, 13:05 WIB
Veronika Yasinta

Penulis

ISTANBUL, KOMPAS.com - Pemimpin negara Turki, Rusia, Perancis, dan Jerman pada Sabtu (27/10/2018) berkumpul dan bergandengan tangan menyerukan solusi politik terhadap nasib Suriah.

Sky News mewartakan, dalam pernyataan bersama di Istanbul, Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Vladimir Putin duduk berdampingan di bagian tengah, saling memandang dan bertatapan.

Sementara Angela Merkel dan Emmanuel Macron berada di kedua sisi mereka.

"Suriah harus sekali lagi menjadi ibu pertiwi bagi seluruh rakyat Suriah," ucap Merkel.

Baca juga: Wilayahnya Dihujani Roket dari Gaza, Israel Tuduh Suriah dan Iran

"Solusi tidak dapat terjadi melalui cara militer, tapi hanya melalui negosiasi politik di bawah kepemimpinan PBB," katanya.

Erdogan memuji keberhasilan kerja sama dan meminta lebih banyak kontribusi keuangan jelang musim dingin. Pemerintah Turki khawatir muncul gelombang baru pengungsi di perbatasan.

Sementara Putin dengan ekspresi wajah datarnya mengatakan, solusi politik merupakan satu-satunya solusi untuk mengatasi perang saudara di Suriah yang telah berlangsung selama 7 tahun.

Pernyataan bersama yang dibacakan Erdogan, menyerukan agar dibentuk komite untuk menyusun rancangan konstitusi pasca-perang Suriah, sebelum akhir tahun ini.

"Membuka jalan bagi pemilihan umum yang bebas dan adil di Suriah," demikian pernyataan bersama keempat pemimpin negara tersebut.

"Kebutuhan untuk memastikan akses yang cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi organisasi kemanusiaan di Suriah dan bantuan kemanusiaan segera untuk menjangkau semua orang yang membutuhkan," imbuhnya.

Melansir AFP, pertemuan mereka terjadi usai satu pekan kekerasan di Idlib makin meningkat, dengan serangan rezim Suriah yang menewaskan 7 warga sipil pada Jumat lalu.

Setelah konferensi pers bersama di Istanbul itu, Macron mendesak Rusia menekan rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mewujudkan gencatan senjata yang stabil dan abadi di Idlib.

"Kami mengandalkan Rusia untuk melakukan tekanan yang sangat jelas terhadap rezim," katanya.

Sebelumnya, Turki dan Rusia pernah mengadakan beberapa pembicaraan dalam upaya yang kerap disambut kecurigaan oleh Barat.

Baca juga: Selama Disekap Ekstremis Suriah, Jurnalis Jepang Dilarang Gaduh dan Bergerak

Namun, pertemuan pada Sabtu menjadi yang pertama dilakukan dengan melibatkan dua pemimpin negara paling signifikan di Uni Eropa.

Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan secara terpisah di Bahrain, Rusia bukanlah pengganti AS.

"Kehadiran Rusia di kawasan itu tidak dapat menggantikan komitmen AS yang sudah berlangsung lama, abadi, dan transparan, kepada Timur Tengah," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com