Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendak Keluar dari Kesepakatan Nuklir, Trump Disebut Targetkan China

Kompas.com - 22/10/2018, 14:21 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

BEIJING, KOMPAS.com - Niat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir sejak era Perang Dingin tidak saja berdampak kepada Rusia.

Diwartakan South China Morning Post Minggu (21/10/2018), sejumlah pakar memberikan analisi Trump hendak menargetkan China.

Perjanjian Nuklir Jarak Menengah (INF) ditandatangani pada 1987 antara Presiden AS Ronald Reagan dan Pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev.

Baca juga: AS Berencana Akhiri Perjanjian Senjata Nuklir Era Perang Dingin dengan Rusia

Dengan perjanjian itu, setiap negara dilarang mengembangkan rudal berkepala nuklir dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer.

Fu Mengzi, Wakil Direktur Institut Relasi Internasional Kontemporer China berkata, AS berniat memulai strategi jangka panjang setelah keluar dari INF.

"Setelah mengakhiri INF, AS bakal memulai serangkaian pengembangan dan penempatan peralatan militer baru," papar Fu.

New York Times Sabtu (20/10/2018) memberi ulasan, AS bisa menempatkan rudal penjelajah Tomahawk mereka dengan versi nuklir.

Militer AS bermaksud mendesain ulang rudal dengan jangkauan hingga 2.500 kilometer tersebut bisa diluncurkan dari darat.

Selain itu, kapal perang dan kapal selam yang sudah membawa Tomahawk konvensional bisa memasang ulang dengan menempatkan hulu ledak nuklir.

Ketegangan AS dan China tidak saja karena perang dagang, namun juga Laut China Selatan di mana Beijing mengklaim hampir seluruh wilayahnya.

Di sisi lain, Negeri "Paman Sam" terus  melaksanakan operasi navigasi bebas di wilayah tersebut dan mengancam ambisi strategis China.

Collin Koh, peneliti Universitas Teknologi Nanyang Singapura menjelaskan, keputusan Trump bisa berdampak Rusia dan China mempercepat program pengembangan senjata mereka.

"Sepertinya, China bakal merespon rencana AS itu dengan menjustifikasi pemasangan berbagai fasilitas militer," jelas Koh.

Penerima Nobel Perdamaian 2017 Beatrice Fihn melalui Kampanye Internasional Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN) mengkritisi Trump.

Baca juga: Rusia: Rencana AS Tinggalkan Kesepakatan Senjata Nuklir Langkah Berbahaya

Menurutnya, presiden berusia 72 tahun itu telah menunjukkan dirinya sebagai pria penghancur alih-alih pemberi kedamaian.

"Dengan keluar dari perjanjian nuklir, Trump bisa membawa AS menuju lomba pembuatan senjata bernilai triliunan dollar," kata Fihn.

Sebagai negara yang tak terlibat dalam INF, mereka bisa mengembangkan rudal balistik dengan seri DF dan HN mampu mencapai 15.000 kilometer, yang mampu menghantam daratan AS.

Sebelumnya, Trump menuduh Kremlin telah melanggar perjanjian itu sejak lama. "Kami telah menghormati perjanjian. Namun sayangnya Rusia tidak," tutur dia.

Pernyataan Trump tersebut mengacu pada peluncuran misil 9M729 buatan Rusia yang dianggap Washington mampu mencapai jarak lebih dari 500 kilometer, sehingga melanggar kesepakatan INF.

Baca juga: Belgorod, Kapal Selam Tenaga Nuklir Terbesar yang Dikembangkan Rusia

Namun, langkah Trump yang ingin keluar dari kesepakatan INF dengan Rusia dikritik Moskwa yang menganggapnya sebagai salah satu upaya Washington untuk menjadi satu-satunya negara adikuasa di dunia.

Sumber dari Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti, bahwa tujuan utama AS adalah menciptakan dunia unipolar.

Pejabat kementerian Rusia, yang berbicara secara anonim, mengatakan jika AS telah sejak lama menerapkan kebijakan menuju pembongkaran kesepakatan nuklir.

"Washington telah mendekati tujuan itu selama bertahun-tahun dengan sengaja dan melangkah demi menghancurkan perjanjian," kata pejabat itu.

Baca juga: Putin: Jika Diserang, Rusia Bakal Gunakan Senjata Nuklir

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com