Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Sanksi AS untuk Saudi yang Diduga Hilangkan Jamal Kashoggi

Kompas.com - 19/10/2018, 15:54 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KOMPAS.com — Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberikan respons keras bagi Arab Saudi jika terbukti mendalangi pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Jurnalis The Washington Post itu hilang saat berkunjung ke kantor Konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober lalu.

Para pejabat Turki meyakini Khashoggi telah dibunuh, tetapi Saudi membantah tuduhan yang dilontarkan Ankara itu.

Baca juga: Raibnya Jamal Khashoggi dan Pertaruhan Citra Pangeran MBS

Saudi juga menegaskan, jika negara-negara Barat menerapkan sanksi, Riyadh akan membalasnya "dengan skala yang lebih berat".

Apakah akan ada sanksi terhadap Saudi? Dan apa dampak dari kasus ini terhadap hubungan Saudi dan Barat?

Berikut beberapa hal yang menjadi pertimbangan AS dan Barat jika hendak menjatuhkan sanksi terhadap Arab Saudi.

1. Kuasai cadangan minyak dunia

Saudi memiliki sekitar 18 persen cadangan minyak dunia dan merupakan eksportir minyak terbesar di dunia. Demikian data organisasi negara-negara produsen minyak OPEC.

Faktor cadangan minyak ini membuat Saudi sangat diperhitungkan di panggung internasional.

Jika AS dan negara-negara lain menerapkan sanksi, Pemerintah Saudi akan dengan mudah memangkas produksi minyak, yang dengan sendirinya akan menaikkan harga minyak secara global.

Langkah ini bisa dicegah hanya jika negara-negara lain bisa menutup pasokan minyak yang diproduksi Saudi.

Dalam tajuk rencana yang diterbitkan Minggu (14/10/2018), Turki Aldakhil, manajer Al Arabiya, stasiun televisi milik Pemerintah Saudi, mengatakan bahwa sanksi terhadap Saudi akan memicu bencana ekonomi yang imbasnya akan terasa di seluruh dunia.

Ia mengatakan, harga minyak pada kisaran 80 dollar AS per barel telah membuat Presiden Trump marah.

Baca juga: Tersangka Pembunuh Jamal Khashoggi Tewas dalam Kecelakaan di Riyadh

Dan di atas kertas, peluang kenaikan harga minyak ke kisaran 100 dollar AS atau bahkan 200 dollar AS per barel terbuka lebar.

Kenaikan harga sudah barang tentu akan memengaruhi konsumen di tingkat bawah yang membeli BBM di berbagai SPBU.

2. Kontrak militer

Anggaran militer Arab Saudi adalah yang terbesar ketiga di dunia pada 2017, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).

Tahun lalu, Saudi menandatangani kesepakatan persenjataan dengan AS senilai 110 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.667 triliun, dengan opsi bertambah menjadi lebih dari 350 miliar dollar AS dalam kurun 10 tahun.

Gedung Putih menggambarkan kesepakatan ini sebagai yang terbesar dalam sejarah AS.

Baca juga: Raibnya Jamal Khashoggi, Seorang Jenderal Jadi Kambing Hitam

Negara-negara Barat lain yang memasok senjata ke Saudi di antaranya Inggris, Perancis, dan Jerman.

Tajuk rencana yang ditulis Aldakhil mengisyaratkan jika Barat menerapkan sanksi, Saudi bisa meminta China dan Rusia untuk memenuhi kebutuhan militernya.

3. Keamanan dan terorisme

Negara-negara Barat sudah menekankan bahwa Saudi berperan penting dalam menjaga stabilitas keamanan di Timur Tengah dan dalam memerangi terorisme.

Perdana Menteri Inggris Theresa May pernah mengatakan pentingnya tetap memiliki hubungan yang erat dengan Saudi meski muncul tuduhan militer Saudi "melakukan kejahatan perang di Yaman".

PM May mengatakan apa yang dilakukan Saudi juga "membantu keamanan di dalam negeri Inggris".

Saudi adalah anggota koalisi internasional yang memerangi kelompok ISIS dan tahun lalu mendirikan koalisi antiterorisme yang beranggotakan 40 negara Islam.

Aldakhil menulis jika Barat menerapkan sanksi terhadap Saudi, maka kerja sama intelijen dan pertukaran informasi antara Saudi, AS, dan negara-negara Barat lain dipastikan akan dihentikan oleh Riyadh.

4. Aliansi regional

Saudi menggalang kerja sama yang erat dengan Washington dalam meredam pengaruh Iran di kawasan.

Saudi (yang merepresentasikan kekuatan Sunni) dan Iran (yang mewakili kekuatan Syiah) sudah sejak lama terlibat dalam konflik, baik secara langsung maupun tidak langsung, di Timur Tengah selama beberapa dekade.

Baca juga: Presiden Trump Akhirnya Percaya Jurnalis Jamal Khashoggi Dibunuh

Di Suriah, Saudi mendukung faksi-faksi pemberontak yang mencoba menggulingkan Presiden Bashar al-Assad sementara Iran, bersama Rusia, membantu pemerintah yang berkuasa.

Aldakhil memperingatkan sanksi dari AS bisa mendorong Saudi "untuk menghangatkan hubungan dengan Iran, bahkan mungkin Saudi melakukan rekonsiliasi dengan negara tersebut".

5. Perdagangan dan investasi

Tajuk rencana Al Arabiya juga menyebutkan akses perusahaan-perusahaan AS ke pasar domestik Saudi akan dibatasi begitu Washington menjatuhkan sanksi.

Nilai perdagangan barang dan jasa antara AS dan Saudi mencapai 46 miliar dollar AS atau hampir Rp 700 triliun.

AS menikmati surplus 5 miliar dollar AS dan Kementerian Perdagangan AS memperkirakan hubungan dagang kedua negara membantu menopang 165.000 lapangan kerja di Amerika pada 2015.

Baca juga: 5 Fakta Jamal Khashoggi, Jurnalis Arab Saudi yang Hilang di Turki...

Agustus lalu, Saudi membekukan semua hubungan dagang baru dengan Kanada setelah negara tersebut "mencampuri urusan dalam negeri" setelah negara itu meminta pembebasan aktivis hak-hak perempuan yang ditangkap.

Saudi juga menghentikan impor biji-bijian dari Kanada dan meminta mahasiswa Saudi yang tengah belajar di berbagai universitas di negeri itu untuk pulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com