Pendekatan keras
Di sisi lain, MBS memahami upayanya memoles citra Arab Saudi dan dirinya di mata dunia tak berguna tanpa dukungan dari dalam negeri.
Apalagi, posisinya sebagai putra mahkota didapat setelah ayahnya, Raja Salman bin Abdulaziz, "memecat" Mohammed bin Nayef dari posisi putra mahkota.
Bagaimanapun, perubahan posisi ini pasti tak memuaskan Pangeran Nayef dan pendukungnya. Karena itu, MBS mau tak mau harus memastikan bahwa posisinya di dalam negeri aman dari rongrongan politik.
Baca juga: Presiden Trump Akhirnya Percaya Jurnalis Jamal Khashoggi Dibunuh
Pada November 2017, MBS menangkapi sejumlah pejabat, pengusaha, dan mantan pejabat negara dalam operasi bertajuk pemberantasan korupsi.
Tak kurang dari 500 orang ditangkap, 2.000 aset domestik dibekukan, dan mereka yang ditangkap ditahan di Hotel Ritz Carlton, Riyadh.
Saat itu, harian The Wall Street Journal melalui laporannya menyebut Pemerintah Saudi mengincar uang tunai dan aset bernilai hingga 800 miliar dollar AS.
Sementara itu, Pemerintah Saudi mengklaim aset bernilai 300-400 miliar dollar AS terkait dengan berbagai tindakan korupsi.
Dan, ternyata 95 persen dari mereka yang ditahan sepakat untuk membayar kompensasi kepada negara sebagai ganti agar mereka tak menghuni penjara.
Hanya 4 persen yang membantah telah melakukan korupsi dan memilih untuk bertarung di pengadilan.
Baca juga: Presiden Trump Akhirnya Percaya Jurnalis Jamal Khashoggi Dibunuh
Langkah ini, meski dibalut embel-embel pemberantasan korupsi, MBS sebenarnya ingin menunjukkan kepada orang-orang paling terpandang di Saudi tersebut bahwa dirinyalah yang berkuasa saat ini.
Dengan langkah tersebut, MBS bisa memaksakan loyalitas mereka sehingga dia bisa memastikan visi yang diusungnya untuk Arab Saudi tidak akan mendapat banyak tentangan.
Bersambung ke halaman berikutnya: Siapa Jamal Khashoggi?