Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pemilu Thailand dan Jalan Menuju Masa Depan

Kompas.com - 08/10/2018, 12:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Anda mungkin bertanya, siapa Thanathorn dari Partai Masa Depan Maju? Dia idola saya. Ide-ide kebijakannya sangat bagus. Terlebih, dia percaya terhadap demokrasi,” kata Teerapon Thetkerd. 

SAAT itu malam minggu di kawasan Ratchathewi, Bangkok, area dekat dengan jantung ibu kota metropolis yang berpenduduk 10 juta orang. Di puncak jam-jam sibuk, lalu lintas hampir tidak bergerak dan trotoar dipenuhi pejalan kaki yang terburu-buru menuju stasiun kereta BTS terdekat untuk bisa segera sampai di rumah.

Tim Ceritalah bertemu dengan seorang pemuda berusia 26 tahun, Teerapon Thetkerd. Ada hawa kegelisahan dan kekhawatiran di saat kota ini, dan seluruh negeri, menunggu perhelatan Pemilihan Umum berikutnya.

Baca juga: Thailand Bentuk Pasukan Pengawal Raja Beranggotakan 1.600 Orang

Setelah empat tahun di bawah pemerintahan militer, Thailand akan kembali ke demokrasi. Di awal tahun, tepatnya pada Maret, sebanyak 30 partai politik telah menyerahkan lembar pendaftaran, termasuk Future Forward Party (Partai Masa Depan Maju) yang baru saja didirikan.

Partai baru pimpinan miliarder tampan berusia 39 tahun yang juga merupakan pengusaha Thanathorn Juangroongruangkit – keluarganya pemilik perusahaan manufaktur raksasa Thai Summit Group – juga didirikan pada bulan Maret itu.

Dengan sekitar 700 pendiri, partai ini terdiri dari akademisi muda, pengusaha, dan aktivis yang bertujuan untuk mengakhiri masa pemerintahan junta militer serta memulai serangkaian reformasi politik dan ekonomi.

Walaupun partai kecil, banyak penduduk Thailand melihat partai tersebut sebagai kekuatan alternatif ketiga selain partai tertua, Partai Demokrat (dengan dukungan dari wilayah selatan) dan partai mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, Partai Phue Thai, yang masih menguasai hampir seluruh wilayah utara dan wilayah persawahan padi Isaarn.

“Saya bergabung dengan Partai Masa Depan Maju pada Juni setelah teman saya Sunee mengajak bergabung. ‘Hi, saya punya pekerjaan buat kamu sebagai call center kami, datang dan bantulah kami,’ katanya. Saya ingin membantu menyelesaikan permasalahan negara ini – masalah politik, sosial… oleh karena itu saya bergabung,” kata Teerapon Thetkerd.

Lahir di Provinsi Chai Nat, hampir 200 kilometer di utara Bangkok, kesadaran politik Teerapon telah tergugah sejak dulu.

“Pada 2010, saya menonton siaran langsung konflik antara kelompok kaus merah dan kaus kuning di kanal People’s Television. Saya menyaksikan semua kekerasan itu dan bertanya-tanya, ‘Mengapa prajurit-prajurit itu mengikuti perintah untuk menembaki orang? Bahkan dilakukan di tengah jalanan Bangkok.’ Sejak itu, saya memutuskan untuk terlibat demi memperbaiki keadaan masyarakat,” kata Teerapon Thetkerd.

Baca juga: Di Thailand, Marquez Narik Bajaj dan Bonceng Nmax

Pada 2011, Teerapon menempuh studi Publik Administrasi di Universitas Srinakharinwirot, Bangkok. Seusai lulus pada 2015, ia bergabung dengan beberapa organisasi nirlaba, dari Greenpeace hingga Mirror Foundation, kebanyakan bekerja untuk membantu 3.249 tunawisma di Bangkok.

Sekarang, anggota Partai Masa Depan Maju fokus meningkatkan citra partai dan kesadaran warga Thailan terhadap isu-isu yang mereka anggap tidak adil.

“Kita perlu mencabut peraturan-peraturan seperti Pasal 44 (Konstitusi Sementara 2014), yang memperbolehkan pemerintah militer mengambil langkah apapun dengan alasan untuk ‘memperkuat persatuan dan harmoni publik’. Ini hanya alasan bagi pemerintah untuk berlaku semena-mena,” papar Teerapon Thetkerd.

Saat Teerapon percaya bahwa pemilu akan dilangsungkan, banyak warga Thailand yang kurang optimistis.

Wakil Perdana Menteri Wissanu Krea-ngam baru saja menyaampaikan bahwa pemungutan suara paling cepat dilaksanakan pada 24 Februari 2019. Itu berarti jauh lebih lama dari janji awal Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha untuk melakukan pemungutan suara pada Desember ini.

Akan tetapi, pada 14 September, Penguasa Junta, Dewan Penjaga Ketertiban dan Perdamaian Nasional Thailand menetapkan di jurnal Royal Gazette bahwa sekarang partai politik diperbolehkan berkampanye, meskipun secara terbatas.

Dengan demikian, larangan atas aktiviats politik yang diberlakukan sejak pengambilalihan kekuasaan pada 2014, telah terhapus sebagian. “Ini adalah hal positif bagi kami. Sekarang, kami bisa melakukan lebih banyak hal,” katanya.

Namun sebelum ketetapan itu diumumkan, di akhir Agustus, Thanathorn dituntut atas dugaan fitnah terhadap sang junta di unggahan Facebooknya.

“Tuntutat tersebut tidak beralasan. Saya tidak takut. Inilah saatnya untuk mengakhiri pemerintahan ini,” kata Teerapon Thetkerd.

Tapi hanya waktu yang tahu apakah rezim militer Perdana Menteri Prayut akan membiarkan warga Thailand seperti Teerapon untuk bertindak sedemikian rupa.

Mengingat kejutan pemilu baru-baru ini di Filipina dan Malaysia, apakah pemerintahan milter Thailand berani mengambil risiko?

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com