Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dr Denis Mukwege, Sang Perawat Luka Para Perempuan Kongo

Kompas.com - 05/10/2018, 18:18 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

OSLO, KOMPAS.com - Dr Denis Mukwege terpilih menjadi salah satu peraih hadiah Nobel Perdamaian 2018. Siapa sebenarnya Dr Mukwege?

Di negeri asalnya Republik Demokratik Kongo (RDK), Mukwege dikenal sebagai "Dokter Mujizat" karena kemampuan bedah dan dedikasinya menolong para perempuan mengatasi luka fisik dan trauma akibat kekerasan seksual.

Selama lebih dari dua dekade Mukwege mengabdikan dirinya merawat dan mengobati para perempuan di RDK. Pengabdiannya bahkan sudah diangkat menjadi sebuah film berjudul The Man Who Mends Woman produksi 2015.

Baca juga: Dokter Asal Kongo dan Bekas Tawanan ISIS Raih Nobel Perdamaian

Bapak lima anak berusia 63 tahun ini tanpa kenal lelah terus mengkritik kekerasan seksual terhadap perempuan di konflik bersenjata.

Berulang kali pula Mukwege menuding dunia internasional gagal menghadapi dan mengatasi masalah ini.

Atas kerjanya merawat para korban perkosaan dari konflik yang mencengkeram negaranya, Mukwege meraih penghargaan bergengsi ini.

"Denis Mukwege adalah tokoh utama, simbol persatuan, baik di dalam maupun luar negeri, tentang perjuangan untuk mengakhiri kekerasan seksual di dalam perang dan konflik bersenjata," kata Ketua Komite Nobel Berit Reiss-Andersen, Jumat (5/10/2018).

"Dia memiliki prinsip dasar bahwa keadilan adalah urusan semua orang," tambah Berit.

Mukwege sendiri sudah meneurkan kepada dunia untuk melakukan upaya menghapuskan perkosaan sebagai senjata perang.

"Kita bisa bersikap keras terhadap senjata kimia, senjata biologi, dan senjata nuklir," katanya pada 2016.

"Hari ini kita harus bersikap yang sama terhadap penggunaan perkosaan sebagai senjata perang," tambah Mukwege.

Dalam otobiografinya "Plea for Life", Mukwege mengenang kengerian yang dia hadapi di kampung halamannya provinsi Kivu.

Pengalamannya itulah yang mendorongnya mendirikan rumah sakit Panzi di Bukavu.

Lahir pada 1 Maret 1955 di Bukavi, anak ketiga dari sembilan bersaudara ini terinspirasi untuk mejadi dokter karena dorongan ayahnya.

Baca juga: Kim Jong Un Difavoritkan Jadi Peraih Nobel Perdamaian

Sang ayah adalah seorang pendeta yang kerap mengunjungi para warga yang menderita sakit.

Setelah belajar ilmu kedokteran di Burundi, dia kembali pulang dan bekerja di RS Lamera sebelum mengejar spesialisasi di Perancis.

Dia memulai pelayanannya di RS Lamera, di sebelah selatan Bukavu. Di sanalah dia pertama kali belajar menghadapi luka-luka pasca-melahirkan yang dialami para perempuan.

Tak lama kemudian, Mukwege untuk pertama kalinya menghadapi para korban perkosaan.

Dia mengingat kekejaman yang dialami seorang pasien yang ditemuinya pada 1999. Mukwege mengenang, pemerkosa memasukkan pistol ke kemaluan korban dan menembakkannya.

Baca juga: Tim PBB: Anak-anak Dipenggal dalam Konflik Bersenjata di RD Kongo

"Panggul perempuan itu hancur. Saya yakin itu adalah perbuatan orang gila. Sepanjang tahun itu saya merawat 45 kasus serupa," kenangnya.

"Selama 15 tahun saya menyaksikan kekejaman massal terhadap perempuan. Saya tak bisa berpangku tangan karena rasa kemanusaiaan memanggil untuk merawat mereka," tambah dia.

Pekerjaan ini tak jarang membuat nyawa Mukwege terancam. Salah satunya adalah serangan pada Oktober 2012 yang menewaskan pengawalnya.

Kini di RS Bukavu, tempat di mana dia melayani pasien masalah kandungan dan kebidanan, Mukwege selalu dalam perlindungan pasukan penjaga perdamaian PBB.

Pada 2016, Mukwege mengatakan, terjadi kekejaman yang tak terbayangkan di wilayah timur RDK, termasuk mutilasi bayi dan pembunuhan perempuan hamil.

"Kejahatan dan kekejaman yang terjadi di RDK selama 20 tahun terakhir terlahir kembali dengan intensitas lebih buruk," kata dia mengkritik otoriterianisme yang semakin tumbuh di negeri itu.

Awal tahun ini, Mukwege mengatakan bahwa berbagai kekejian terus meningkat. Bahkan, kini kekerasan seksual di Kivu Selatan dilakukan warga sipil bukan kelompok bersenjata atau tentara.

Warga sipil yang melakukan perkosaan itu, ujar Mukwege, adalah para bekas pemberontak.

Di RS Panzi yang berkapasitas 450 tempat tidur, Mukwege merawat 3.500 pasien perempuan setahun, meski tak semuanya adalah korban kekerasan seksual.

Di sana Mukwege menyediakan layanan konsultasi gratis dan menjalankan bedah rekonstruksi untuk para perempuan yang mengalami luka dalam parah.

Levi Luhiriri, salah seorang dokter yang bekerja di rumah sakit itu mengatakan, Mukwege adalah sosok yang adil tetapi tegas dan selalu menerapkan standar internasional.

"Dia jujur dan adil tetapi dia tidak bisa mentolerir pelayanan seadanya," kata Luhiriri.

Selain tak kenal lelah dalam kerjanya sebagai dokter, Mukwege juga berada di garda depan kampanye menentang penjualan berlian konflik.

Baca juga: Pasukan Perdamaian PBB Bentrok dengan Pemberontak Kongo, 14 Orang Tewas

Sebelum meraih Nobel Perdamaian, Mukwege telah mendapatkan banyak penghargaan internasional termasuk hadiah Olof Palme pada Januari 2009 dan Hadiah Sakharov pada 2014.

Dia juga meraih Hadiah Perdamaian Seoul pada September 2016 dan menjadi guru besar di Universitas Libre de Bruxelles, Belgia pada 2015.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com