Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/10/2018, 16:54 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP,Mirror

OSLO, KOMPAS.com - Peraih hadiah Nobel Perdamaian 2018 akhirnya diumumkan di Oslo, Norwegia pada Jumat (5/10/2018) oleh ketua Komite Nobel Berit Reiss-Andersen.

Komite memberikan hadiah bergengsi itu untuk Dokter Denis Mukwege asal Kongo dan aktivis etnis Yazidi Nadia Murad.

Komite Nobel menilai keduanya memiliki jasa yang teramat besar untuk memerangi kekerasan seksual dalam konflik bersenjata di seluruh dunia.

Baca juga: Kim Jong Un Difavoritkan Jadi Peraih Nobel Perdamaian

Mukwege meraih hadiah ini karena mendedikasikan sebagian besar waktu masa dewasanya untuk membantu korban kekerasan seksual di Republik Demokratik Kongo.

Mukwege dan para stafnya merawat ribuan orang pasien korban serangan seksual di negeri yang dikoyak perang itu.

Sementara Nadia Murad dikenal sebagai penyintas kekerasan seksual yang amat kejam saat dia menjadi sandera Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Kini, Nadia menjadi suara etnis minoritas Yazidi yang menjadi korban kekejaman ISIS di Irak dan Suriah.

Nama Nadia dan Dr Mukwege merupakan bagian dari 331 individu atau kelompok yang dinominasikan untuk meraih hadiah Nobel Perdamaian ini.

Awalnya beberapa nama dijagokan untuk meraih penghargaan ini termasuk pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in.

Awal tahun ini, kedua pemimpin tersebut melakukan pembicaraan yang untuk pertama kali meredakan ketegangan di antara kedua Korea selama beberapa dekade terakhir.

Presiden AS Donald Trump juga masuk dalam daftar nominator setelah menggelar KTT dengan Kim Jong Un di Singapura.

Namun, banyak kalangan meyakini Trump tidak berpeluang untuk mendapatkan hadiah Nobel setelah membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran dan mencabut pendanaan untuk pengungsi Palestina.

Baca juga: Biografi Tokoh Dunia: Marie Curie, Satu-satunya Perempuan Peraih Dua Nobel

Beberapa nama peraih Nobel Perdamaian ini cukup kontroversial misalnya Barack Obama yang meraih penghargaan ini pada 2008 hanya beberapa bulan setelah menjadi presiden.

Nama lain yang juga disorot adalah Aung San Suu Kyi yang banyak dinilai mengabaikan dugaan genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber AFP,Mirror
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com