Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ashraf Marwan, Menantu Presiden Mesir yang Jadi Mata-mata Israel

Kompas.com - 05/10/2018, 16:15 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KOMPAS.com - Salah satu episode paling dikenang dalam konflik antara negara-negara Arab dan Israel adalah Perang Yom Kippur yang berlangsung pada 6-25 Oktober 1973.

Saat itu, koalisi Arab yang dipimpin Mesir mencoba merebut kembali daerah-daerah yang direbut Israel dalam Perang Enam Hari 1967.

Namun, kali ini bukan pertempuran di medan tempur yang menjadi sorotan kisah ini tetapi kisah intelijen di balik perang Yom Kippur.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Israel Serang Mesir, Awali Perang Enam Hari

Lebih khusus lagi, kisah ini menyoroti sosok kontroversial bernama Ashraf Marwan (1944-2007).

Mengapa kontroversial? Ashraf adalah menantu Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. Dan setelah Nasser meninggal dunia, dia menjadi penasihat Presiden Anwar Sadat.

Namun, di saat bersamaan Ashraf diyakini bekerja sebagai mata-mata untuk agen rahasia Israel, Mossad.

Ashraf Marwan lahir di Mesir pada 2 Februari 1944 dari sebuah keluarga yang cukup terpandang.

Kakeknya adalah hakim pengadilan Syariah Mesir sementara sang ayah adalah seorang jenderal Garda Republik Mesir.

Pada 1965, saat berusia 21 tahun, Ashraf lulus dari Universitas Kairo dengan gelar sarjana kimia sebelum mendaftarkan diri ke angkatan darat.

Di tahun yang sama Ashraf bertemu dengan Mona Nasser, putri kedua Presiden Gamal Abdel Nasser, yang saat itu baru berusia 17 tahun.

Kedua jatuh cinta tetapi Nasser curiga Ashraf mendekati putrinya bukan sepenuhnya karena cinta tetapi lebih karena status politiknya.

Meski demikian, Mona bersikeras ingin menikahi Ashraf dan mereka pun akhirnya resmi menjadi suami istri pada Juli 1966.

Dua tahun kemudian, Ashraf mulai bekerja di kantor presiden di bawah Sami Sharaf, tangan kanan Nasser dan tokoh kuat dalam dinas rahasia Mesir.

Baca juga: Mossad Diduga Kuat Dalangi Pembunuhan Pakar Senjata Suriah

Akhir 1968, Ashraf, Mona, dan putra mereka yang baru lahir, Gamal pindah ke London karena Ashraf melanjutkan studinya.

Beberapa bulan kemudian, Nasser yang mendapat informasi bahwa Ashraf gemar berfoya-foya memanggilnya pulang ke Mesir dan dia kembali bekerja di bawah Sami Sharaf.

Ashrar Marwan, menantu Presiden Gamal Abdel Nasser yang diyakini bekerja untuk dinas rahasia Israel.Wikipedia Ashrar Marwan, menantu Presiden Gamal Abdel Nasser yang diyakini bekerja untuk dinas rahasia Israel.
Ashraf bekerja selama delapan tahun di kantor presiden dan menghabiskan sebagian besar masa kerjanya dalam posisi junior.

Meski demikian Nasser kerap menggunakan Ashraf dalam tugas-tugas khusus misalnya untuk menenangkan suasana usai krisis yang dipicu mundurnya Jenderal Saad al-Shazly.

Sang jenderal mengundurkan diri setelah mengetahui pesaingnya yang dinominasikan sebagai panglima angkatan darat.

Baca juga: Dalam 6,5 Jam, Mossad Sukses Mencuri Dokumen Nuklir Iran di Teheran

Pada 1970, Presiden Nasser meninggal dunia akibat serangan jantung dan digantikan wakilnya, Anwar Sadat.

Di pemerintahan baru ini, Ashraf menjadi penasihat kepercayaan Sadat yang membutuhkan dia sebagai wujud bahwa dirinya sebagai presiden baru mendapat dukungan dari keluarga Nasser.

Pada Mei 1971, Ashraf memainkan peran penting dalam menggagalkan upaya kudeta yang direncanakan para loyalis Nasser termasuk Sami Sharaf.

Alhasil, beberapa orang ditangkap termasuk Sami Sharaf dan Sadat menunjuk Ashraf untuk menggantikan posisi Sami.

Meski kini Ashraf menjadi kepala staf kantor presiden, dia sebenarnya berperan sebagai utusan Anwar Sadat terutama untuk menjalih hubungan dengan Libya dan Arab Saudi.

Ashraf menjalankan tugasnya dengan amat baik. Dia memiliki hubungan amat dekat dengan Kamal Adham, saudara ipar Raja Faisal.

Ashraf juga memiliki hubungan spesial dengan pemimpin Libya Muammar Khadaffi dan PM Libya Abdessalam Jalloud.

Baca juga: Dua Pria Iran Dituduh Jadi Mata-mata di AS

Hubungan baik ini yang kemudian membuat Arab Saudi dan Libya menyediakan bantuan keuangan dan militer bagi Mesir menjelang Perang Yom Kippur.

Salah satunya adalah sumbangan jel tempur Mirage-5 dari Libya yang teramat penting bagi Mesir yang di bawah embargo tak bisa membeli pesawat ini.

Poster film The Angel yang menceritakan kisah hidup Ashraf Marwan.IMDB Poster film The Angel yang menceritakan kisah hidup Ashraf Marwan.
Lalu bagaimana Ashraf Marwan bisa menjadi mata-mata Israel?

Sebenarnya tidak ada informasi jelas tentang bagaimana Ashraf Marwan bisa bekerja untuk Mossad.

Dalam buku The Angel: The Egyptian Spy Who Saved Israel karya Uri Bar-Joseph digambarkan Ashraf sebenarnya tidak ingin perang kembali pecah di antara kedua negara.

Dalam buku yang kemudian menjadi sumber film berjudul The Angel yang diproduksi Netflix itu, Ashraf sendiri yang memutuskan untuk menghubungi Israel.

Baca juga: Mantan Petinggi Mossad: Netanyahu Pernah Perintahkan Serangan Militer ke Iran

Ide itu muncul ketika dia gagal meyakinkan Nasser, yang saat itu masih hidup, agar tak kembali berperang melawan Israel.

Niat Ashraf itu semakin kuat ketika dia mengetahui Nasser meminta Mona agar menceraikan dia karena hobi judinya yang tak terkendali.

Ashraf kemudian  menggunakan telepon umum di salah satu sudut kota London untuk menghubungi kedutaan besar Israel dan meminta untuk berbicara dengan duta besar.

Sesuai protokol yang berlaku, operator telepon kedubes Israel kemudian menyampaikan hal itu ke atase pertahanan Israel.

Beberapa bulan kemudian, dinas rahasia Israel balik menghubungi Ashraf dan sejak saat itulah sang menantu presiden bekerja untuk Israel dengan kode "The Angel".

Dengan jabatannya yang tinggi, Ashraf memiliki akses ke berbagai informasi rahasia termasuk rencana perang yang disusun Mesir untuk menyerang Israel.

Informasi yang dikumpulkan Ashraf kemudian sampai ke PM Israel Golda Meir dan Menteri Pertahanan Moshe Dayan yang menggunakannya sebagai bahan untuk menyusun taktik perang.

Presiden Anwar Sadat akhirnya memutuskan untuk menyerang Israel pada Oktober 1973. Sebelumnya, sudah dua kali Ashraf memperingatkan Israel soal serangan Mesir tetapi dua peringatan itu tak berbuah kenyataan.

Baca juga: Keluarga Dosen Palestina yang Tewas di Malaysia Tuduh Mossad Pelakunya

Akhirnya pada Kamis, 4 Oktober 1973, sekitar 44 jam sebelum serangan digelar, Ashraf mengontak Dubi, agen Mossad yang menjadi penghubungnya di London.

Dia meminta pertemuan mendesak dengan direktur Mossad untuk membicarakan tentang "bahan kimia yang amat banya", sebuah kode yang digunakan Ashraf untuk mengabarkan perang akan terjadi.

Pertemuan itu digelar pada Jumat malam di London dan Ashraf memberikan informasi kepada Zvi Zamir, direktur CIA bahwa perang akan pecah besok (Sabtu).

Akibat peringatan Ashraf ini, Israel bisa memobilisasi pasukannya pada 6 Oktober pagi, beberapa jam sebelum Mesir menyerang.

Hasilnya, efek kejutan yang diharapkan terjadi dari serangan itu tidak terjadi.

Baca juga: Masuk Tunisia Pakai Paspor Bosnia, Agen Mossad Bunuh Teknisi Hamas

Tanpa peringatan Ashraf, Mesir pasti bisa merebut kembali Semenanjung Sinai dan Suriah bisa mendapatkan lagi Dataran Tinggi Goland.

Ashraf masih terus bekerja untuk Mossad hingga 1998 dan selama itu dia hanya berhubungan dengan satu petugas saja yaitu Dubi.

Identitasnya sebagai mata-mata Israel terungkap pada Desember 2002, ketika sejarawan Israel Ahron Bregman menyebut Ashraf sebagai agen ganda yang menipu Israel.

Sumber Bregman adalah Mayor Jenderal (purn) Eli Zeira, direktur intelijen militer Israel di masa Perang Yom Kippur.

Setelah Anwar Sadat tewas ditembak pada Oktober 1981, Ashraf meninggalkan Mesir dan memulai bisnisnya di London, Inggris.

Di Inggris dia dikenal sebagai sosok misterius yang bermain tidak mengikuti aturan. Hingga kini jumlah kekayaan Ashraf tidak diketahui.

Ashraf Marwan meninggal dunia pada 27 Juni 2007 di luar kediamannya Carlton House Terrace, London setelah jatuh dari balkon apartemennya di lantai lima.

Baca juga: Dituduh Jadi Mata-mata Mossad, Dokter di Iran Diganjar Hukuman Mati

Sejumlah laporan menyebut Kepolisian London menduga Ashraf tewas dibunuh. Dugaan serupa juga diyakini putra sulung Ashraf, Gamal.

Namun, hingga saat ini dugaan Ashraf Marwan tewas dibunuh tidak pernah terbukti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com