Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stanislav Petrov, Pria yang Selamatkan Dunia dari Perang Nuklir

Kompas.com - 26/09/2018, 15:40 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

KOMPAS.com - Bagi sebagian besar warga dunia mungkin tidak menyadari 26 September 1983 perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Soviet nyaris pecah.

Kehancuran dunia tak terjadi berkat keberanian satu orang dialah Letnan Kolonel Stanislav Yevgarovich Petrov yang bertugas di unti pertahanan udara militer Uni Soviet.

Petrov kemudian dikenal sebagai the man who saved the world atau orang yang menyelamatkan dunia.

Baca juga: Paus Fransiskus Khawatir Dunia di Ambang Perang Nuklir

Sebelum mengenal sosok Stanislav Petrov ada baiknya kita melihat kondisi dunia yang saat itu berada di puncak Perang Dingin.

Insiden ini menjadi buntut semakin buruknya hubungan Amerika Serikat dan Uni Soviet terutama setelah negeri komunis itu menggelar 14 misil nuklir SS-20/RSD-10.

Langkah Uni Soviet ini kemudian memicu NATO mengambil keputusan "Double-Track" yang diambil pada Desember 1979.

Lewat kebijakan ini NATO menawarkan adanya pembatasan persenjataan balistik kepada Pakta Warsama yang dimotori Uni Soviet.

Namun, di saat yang sama NATO juga menggelar misil nuklir Pershing II di Eropa Barat dengan kemampuan menghantam sasaran di Ukraina, Belarus atau Lithuania dalam waktu hanya 10 menit.

Selain itu, NATO juga menyiagakan misil penjelajah BGM-109G yang memiliki daya jangkau lebih jauh untuk menghantam sasaran potensial di wilayah timur Eropa.

Pada pertengahan Februari 1981 hingga 1983, sejumlah operasi psikologis dilakukan Amerika Serikat untuk menguji kelemahan radar Uni Soviet sekaligus memamerkan kemampuan nuklir AS.

Sejumlah operasi yang dilakukan itu misalnya operasi di Laut Barents, Laut Norwegia, Laut Hitam, dan Laut Baltik. Operasi militer juga digelar di dekat celah antara Greenland, Islandia, dan Inggris.

Baca juga: Paus Ingatkan Bahaya Perang Nuklir lewat Foto Anak Korban Perang Dunia II

Tak hanya itu, Amerika Serikat juga beberapa kali sepekan menerbangkan pesawat pengebomnya melintasi wilayah udara Uni Soviet.

Semua aksi AS dan NATO ini kemudian meyakinkan para pemimpin Uni Soviet bahwa Amerika Serikat sedang mempersiapkan serangan nuklir rahasia terhadap negeri itu.

Sebagai penangkal, Uni Soviet menggelar Operasy RYaN yaitu menempatkan para agen terbaik dan para teknisi militer untuk memantau kemungkinan serangan.

Uni Soviet berharap operasi ini bisa membuat negeri itu menangkal serangan AS tetapi jika tidak maka tujannya adalah kehancuran bersama.

Pada 1 September 1983, di tengah ketegangan yang memuncak, jet tempur Uni Soviet menembak jatuh sebuah pesawat milik maskapai Korean Air yang memasuki wilayah udara Uni Soviet.

Baca juga: Korut: Provokasi AS-Korsel Bisa Mengakibatkan Perang Nuklir

Akibat insiden itu 269 orang tewas termasuk anggota Kongres AS Larry McDonald dan banyak warga negara AS yang ada di pesawat naas tersebut.

Di tengah ketegangan yang terus memuncak, pada 26 September 1983, Letnan Kolonel Stanislav Petrov sedang bertugas di bunker Serpukhov-15 dekat kota Moskwa.

Bunker itu bukan bunker biasa sebab dari sana sistem peringatan dini satelit Uni Soviet yang diberi nama sandi Oko, dikendalikan.

Petrov memiliki sejumlah tanggung jawab termasuk memantau jaringan peringatan dini serangan nuklir dan melapor ke atasannya jika terjadi kemungkinan serangan nuklir terhadap Uni Soviet.

Jika peringatan diri tersebut dikonfirmasi sebagai sebuah serangan misil maka strategi yang digunakan Uni Soviet adalah melakukan serangan balasan terhadap Amerika Serikat.

Lewat tengah malam, komputer di bunker itu melaporkan adanya sebuah misil balistik antarbenua menuju ke wilayah Uni Soviet dari Amerika Serikat.

Namun, Petrov menganggapnya sebagai sebuah kesalahan teknis karena AS akan mengerahkan ratusan misilnya dalam serangan pertama untuk melumpuhkan kemampuan Uni Soviet melakukan serangan balasan.

Baca juga: Antisipasi Perang Nuklir, Korut Lakukan Latihan Evakuasi

Hal lain yang menjadi pertimbangan Petrov adalah teknologi satelit di masa itu belum terlalu dapat diandalkan.

Alhasil, Petrov menganggap peringatan tersebut sebagai sebuah kesalahan. Tidak ada catatan jelas apakah Petrov melaporkan hal tersebut ke atasannya setelah menyimpulkan peringatan tersebut salah.

Kesimpulan Petrov soal adanya kesalahan sistem peringatan terbukti karena tak ada satu pun misil yang menghantam Uni Soviet.

Namun, kemudian komputer medeteksi adanya empat misil lain yang semuanya mengarah ke Uni Soviet. Petrov menduga sistem komputer kembali salah meski dia tak memiliki cara untuk memastikannya.

Sementara, radar darat yang dimiliki Uni Soviet tidak mampu mendeteksi misil yang masih berada jauh dari cakrawala.

Baca juga: Korut: Perang Nuklir Bisa Meletus Kapan Saja

Belakangan diketahui peringatan tersebut dipicu kejadian langka di mana sinar matahari yang menembus awan berada sejajar dengan orbit satelit Molniya.

Meski sempat dipuji karena mengambil keputusan yang benar, Petrov tetap menjalani pemeriksaan terkait langkah yang diambilnya itu.

Jenderal Yury Votintsev, komandan Unit Pertahanan Udara Uni Soviet, menjadi orang pertama yang mendengar laporan Petrov terkait insiden itu.

Petrov sendiri mengaku Votintsev awalnya memuji keputusannya dan menjanjikan sebuah penghargaan.
Namun, militer mempermasalahkan kelalaian Petrov dalam mengisi laporan tertulis dan tidak memaparkan peristiwa itu dalam catatan harian militer.

Petrov akhirnya tidak mendapatkan penghargaan dari militer karena insiden itu dan kesalahan sistem deteksi dini itu memalukan para petinggi militer dan ilmuwan yang merancang sistem itu.

Sehingga, jika Petrov diberi penghargaan maka para perancang sistem itu harus dijatuhi hukuman.

Militer kemudian memindahkan Petrov ke unit yang kurang penting sebelum mengundurkan diri dari ketentaraan setahun kemudian.

Kisah heroik Petrov ini akhirnya terdengar dunia. Pada 21 Mei 2004, Asosiasi Warga Dunia di San Francisco memberpikan World Citizen Award berama sebuah trofi dan uang tunai 1.000 dolar AS.

Pada Januari 2006, Petrov pergi ke Amerika Serikat dan menerima penghargaan di markas besar PBB di New York.

Baca juga: Korut Genjot Program Nuklirnya, Sebut AS Inginkan Perang Nuklir

Usai menerima penghargaan Petrov bertemu dengan jurnalis Walter Cronkite di studio CBS di New York.

Hasil dari wawancara itu kemudian menjadi bahan pembuatan film dokumenter The Who Saved the World yang diproduksi pada 2012.

Stanislav Petrov meninggal dunia pada 19 Mei 2017 di kota Frazino, Rusia dalam usia 77 tahun.

...

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com