Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari-hari Terakhir Kehidupan Para Gajah di New Delhi

Kompas.com - 21/09/2018, 20:50 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber AFP

NEW DELHI, KOMPAS.com - Gajah bernama Heera itu berjalan melintasi permukiman kumuh nan padat di New Delhi sambil mengunyah bambu.

Hewan besar itu sama sekali tidak menyadari bahwa hari-harinya hidup di kota yang penuh sesak itu akan segera berakhir dan dia segera bebas.

Tekanan bertahun-tahun dari para aktivis yang menuduh para pemilik gajah di New Delhi melanggar aturan lingkungan hidup dengan memelihara gajah di tengah kota berbuah manis.

Pemerintah India memerintahkan untuk menyita enam ekor gajah yang masih dipelihara warga kota New Delhi.

Baca juga: Kereta Api Pengangkut Minyak Tabrak Kawanan Gajah di Sri Lanka

Pemerintah berencana memindahkan Heera yang sudah berusia 40 tahun bersama dengan Dharamvati, Laxmi, Gangaram, Moti, dan Chandni keluar dari kota tersebut.

Namun, pemerintah memperingatkan butuh waktu beberapa bulan untuk mendapatkan rumah baru bagi keenam gajah tersebut.

"Mereka dijauhkan dari habitat alaminya. Mereka tidak mendapatkan cukup makanan, air, tempat yang layak, dan perawatan, semua ini membuat mereka rentan terhadap penyakit," ujar seorang pejabat senior Departemen Kehutanan India.

Sekitar 50 tahun lalu, di ibu kota India itu terdapat lebih dari 200 ekor gajah. Mereka biasa digunakan untuk mengangkut pengantin atau ditaruh di kuil-kuil sebagai bagian dari ritual pemujaan.

Namun kini, New Delhi sudah terlalu padat. Berpenduduk 20 juta jiwa dan disesaki kendaraan bermotor yang membuat kota itu amat tercemar.

Sehingga, New Delhi sudah tak cocok lagi sebagai tempat tinggal hewan-hewan besar ini. Sekarang,  Heera dan lima temannya merupakan gajah-gajah terakhir yang tinggal di ibu kota India itu.

Sejumlah media mengabarkan, pemerintah kesulitan untuk memindahkan mereka karena empat dari keenam gajah itu dalam kondisi sakit.

Pemerintah berharap bsia menemukan tempat baru yang mirip dengan peternakan milik taipan Vivek Chand Burman di mana seekor gajah jalanan kini tinggal.

Baca juga: Terperosok Selokan dan Tersetrum, Seekor Gajah di Thailand Mati

Gajah betina itu kini memiliki kolam lumpurnya sendiri dan tempat yang lengkap dengan pancuran air.

Amat berbeda dengan gajah-gajah lain yang tinggal di kawasan kumuh di tepi Yamuna, salah satu sungai yang paling tercemar di dunia.

Namun, di saat para aktivis kesejahteraan hewan memuji langkah pemerintah ini, para pemilik gajah yang membantah telah menelantarkan hewan-hewan itu merasa berat berpisah dengan mereka.

Mehboob Ali, salah seorang pemilik gajah, mengatakan bahwa langkah pemerintah ini sama dengan mencabut warisan yang diturnkan para leluhurnya.

"Keluarga saya sudah memelihara gajah selama enam generasi. Mereka sudah seperti keluarga dan sudah bersama kami dalam suka dan duka. Kami tak bisa dipisahkan," ujar Ali.

Baca juga: Sakit dan Lemas, Gajah 3,4 Ton Ini Harus Diinfus 130 Botol Per Hari

Hal yang sama dirasakan Mukesh Yadav yang sejak masih anak-anak sudah mengurus Heera.

"Saya amat mencintai gajah ini dan bahkan saya memutuskan tidak menikah agar bisa mengurusnya. Saya merasa harus mendedikasikan hidup saya untuk melayani hewan suci ini," kata Yadav.

Gajah memang memiliki tempat istimewa dalam budaya India. Bahkan salah satu dewa yang amat dipuja yaitu Ganesha memiliki kepala gajah.

Yadav seakan meratapi kemungkinan hilangnya tradisi ketika para pemilik gajah seperti dirinya bebas bekerja di mana pun di India.

"Dulu, orang-orang memiliki rasa cinta yang tulus terhadap hewan-hewan ini. Satu desa saja bisa memiliki 20 ekor gajah," kenang Yadav.

"Kami biasa menggembalkan gajah di padang rumput dan membiarkan mereka menjelajah hutan. Kami dengan bangga membawa mereka ke pesta pernikahan dan festival. Kini pemerintah mengklaim gajah-gajah itu adalah milik negara?" ujar Yadav dengan nada tinggi.

Sementara Ali amat jengah dengan inspeksi berkala terhadap gajahnya. Dia yakin pemeriksaan berkala itu dilakukan akibat desakan para aktivis.

Dia mengklaim, beberapa kali mengalami pelecehan dari kelompok-kelompok penyayang binatang.

"Mereka memperlakukan kami seakan telah mencuri gajah-gajah ini, padahal mereka memang milik kami," kata dia.

"Apakah Anda tahu, kakek buyut saya biasa memberikan gajah sebagai hadiah kepada para maharaja? Dan kami melanjutkan kebiasaan menjual gajah di pasar hewan di berbagai daerah di negeri ini," lanjut dia.

Namun, para aktivis mengatakan, klaim semacam itu hanya merupakan alasan untuk menutupi eksploitasi komersial terhadap hewan-hewan itu.

Kartick Satyanarayan, salah satu pendiri Wildlife SOS, mengatakan bahwa para gajah ini telah menghabiskan sebagian besar hidup merekad alam kondisi mengenaskan dan harus dikembalikan ke hutan.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Alasan di Balik Imunitas Gajah dari Kanker

"Jika warga mengetahui metode brutal yang digunakan untuk menangkap, menjinakkan, dan membawa gajah-gajah ini ke kota, mereka pasti tidak menginginkan gajah ini di kota lagi," kata Satyanarayan.

"Apa yang akan Anda pilih, melihat gajah-gajah ini berkeliaran bebas di hutan atau dalam kondisi tersiksa di jalanan Delhi di luar kuil atua sirkus?" Satyanaran menegaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com