Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halim Mahfudz

Dosen dan praktisi komunikasi strategis yang sekarang menjadi pengasuh pondok pesantren Seblak di Jombang, Jawa Timur.

Petaka Whatsapp di Rainpada

Kompas.com - 11/09/2018, 20:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


LIMA orang pengelana dibantai dengan brutal di Rainpada, sebuah dusun kecil terpencil di India. Mereka mati sia-sia oleh orang-orang kampung yang terpancing provokasi lewat whatsapp (WA) tentang merajalelanya penculikan anak.

Rumor lewat wa membangkitkan ketakutan warga soal penculikan anak. Video penculikan dan gambar korban di-forward-kan ke sesama warga yang tidak paham video itu tentang apa dan dari mana.

Warga terpancing, terprovokasi, terbakar dan jadi amuk gelap mata, membantai musafir asing yang sedang lewat di dusun tersebut.

Dusun Rainpada hanya berpenduduk 750 jiwa. Sekarang dusun itu sepi, tinggal beberapa orang tua dan wanita yang tinggal setelah sebagian besar warga melarikan diri dari desa karena polisi sedang melakukan penyelidikan.

Sudah 23 warga ditahan karena diduga terlibat pembantaian. Polisi terus mencari warga lain yang diduga terlibat. Para orang tua dan wanita itu sekarang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup karena laki-laki dan pemuda menghilang. Mereka bahkan kesulitan makanan dan air.

Bukti pembantaian brutal itu tampak di gumpalan darah yang mulai membeku di lantai kantor balai dusun. Di dinding, cipratan darah memercik ke foto Mahatma Gandhi yang kusam, belum dibersihkan.

Lima hari setelah pembantaian, para pelaku yang diduga terlibat kini menunggu pengadilan mereka.

Mereka mengaku melakukan pembunuhan setelah mereka melihat video yang mengingatkan warga agar berhati-hati terhadap orang asing karena bisa jadi mereka adalah penculik bayi dan anak-anak.

Mereka menyatakan tidak menyesali perbuatan asal anak-anak mereka selamat. Padahal video yang diakses itu adalah video gambar anak-anak korban perang di Suriah.

Kasus lain

Pembunuhan di Rainpada itu bukan satu-satunya kasus di India. Kasus serupa terjadi Juni lalu.

Seorang pemuda dan temannya yang melewati Desa Karbi Anglong di timur India dihajar hingga tewas. Ia juga korban isu penculikan bayi dan anak-anak.

Bulan Juli, dua pekan setelah kasus Rainpada, ratusan warga melempari pekerja IT yang sedang mengunjungi Murki di Selatan India hingga tewas.

Sejak Mei, pejabat resmi menyebut setidaknya ada 16 kali pembunuhan brutal yang menewaskan 29 orang akibat warga terpancing dan terprovokasi informasi yang salah lewat WA.

Share this video in all your WhatsApp groups. Anyone who does not is not his mother’s son,” demikian pesan yang beredar.

Di Myanmar, ajakan dan ujaran kebencian menyebar melalui pesan-pesan termasuk lewat Facebook dengan promosi growth-at-all-costs-approach untuk melakukan genosida Muslim Rohingya.

Di Filipina, Presiden Duterte marah dan geram ketika Facebook digunakan dalam perang antar-gang narkoba.

Di Brazil, kelompok anti-vaksinasi memanfaatkan WA untuk menyebar informasi yang salah tentang manfaat vaksinasi.

Di Indonesia, media sosial digunakan untuk kepentingan politik dengan idiom-idiom agama yang memecah belah pemeluk agama.

Menteri Informasi dan Teknologi India menerbitkan pernyataan pers yang mengungkapkan tentang irresponsible and explosive messages filled with rumors and provocation di WA.

Pernyataan itu diakhiri dengan pernyataan sikap bahwa WA tidak bisa menghindar dari tanggung jawab tersebut.

Tanda “forwarded”

WA mengakui bahwa telah terjadi tindakan kekerasan yang kejam. Tetapi WA meminta bantuan kepada pemerintah India untuk membantu mencari solusi mengenai penyebaran misinformasi.

Sejak itu, WA mencantumkan tanda “forwarded” di konten yang disebar pengguna dari sumber sebelumnya.

India meminta WA mengembangkan tools yang bisa melacak siapa pengunggah pertama konten tertentu. Tetapi WA berkomitmen menjaga kerahasiaan pengunggah pertama.

Seperti platform internet lainnya, mereka tidak ingin bertanggungjawab pada konten. Sikap ini dipegang sejak berdirinya WA oleh Jan Koum dan Brian Acton tahun 2009.

Nah, pengguna WA-lah yang perlu bijak menggunakan platform ini, termasuk di Indonesia.

Apakah Anda mengunggah konten demi kepentingan pribadi dan atau kelompok dan tega memecah belah keluarga, warga kampung, atau warga bangsa ini tanpa peduli dampaknya seperti di Rainpada, India.

Atau, Anda bisa bijak untuk tidak mudah melakukan “bagikan kepada teman-teman.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com