Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Mao Zedong, Bapak Pendiri Republik Rakyat China

Kompas.com - 07/09/2018, 22:23 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Mao Zedong merupakan tokoh penggerak revolusi komunis yang menjadi bapak pendiri Republik Rakyat China.

Mao menjabat sebagai Ketua Partai Komunis China mulai 1935 hingga kematiannya pada 1976, dan Ketua Republik Rakyat China dari 1949-1959.

Buah pemikiran mulai dari teori, strategi militer, visi, hingga kebijakan polisiknya dikenal sebagai Maoisme.

Berikut merupakan biografi dari tokoh yang dianggap memberikan pengaruh bagi sejarah dunia modern tersebut.

Baca juga: Xi Jadi Pemimpin Paling Berkuasa, Sejajar dengan Mao Zedong

1. Masa Kecil

Mao lahir pada 26 Desember 1893 di desa Shaoshan, Provinsi Hunan. Ayahnya, Mao Yichang, adalah salah satu petani kaya di Shaoshan.

Mao mendeskripsikan ayahnya sangat disiplin dan keras, yang bakal memukuli dia dan tiga saudaranya, Zemin, Zetan, dan Zejian.

Di usia delapan tahun, dia masuk SD Shaoshan untuk mempelajari Konfusianisme. Dia mengaku tak begitu menyukai naskah klasik China.

Mao kecil justru menggemari novel populer seperti Romance of the Three Kingdoms maupun Water Margin.

Setelah lulus SD, oleh ayahnya Mao yang berumur 13 tahun dinikahkan dengan gadis 17 tahun bernama Luo Yixiu.

Namun, Mao menolak untuk mengakuinya sebagai istri. Pengalaman itu membuatnya sebagai pengkritik utama nikah paksa. Adapun istrinya meninggal di 1910.

Selain fokus bekerja di sawah, Mao juga gemar membaca buku. Kesadaran politiknya tumbuh setelah dia membaca buku kecil karangan Zheng Guanying.

Untuk sejarah, dia menyukai presiden pertama Amerika Serikat (AS) George Washington, dan Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte.

Baca juga: Tulisan Tangan Mao Zedong Terjual Rp 12 Miliar di London

Di usia 16 tahun, dia masuk SMP di dekat Dongshan, di mana dia sering mendapat perundungan karena latar belakangnya sebagai petani.

Menginjak umur 17 tahun, Mao meninggalkan rumah dan masuk sekolah di Changsha, ibu kota Provinsi Hunan.

Di 1911, Revolusi Xinhua mulai merebak menentang monarki. Dia bergabung dengan Pasukan Revolusi dan Kuomintang (Partai Nasional).

Dipimpin Sun Yat-sen, Kuomintang menggulingkan monarki di 1912, dan mendirikan Republik China. Mao bersukacita karena janji masa depan China ke depannya.

2. Menuju Ideologi Komunis

Setelah revolusi selesai, Mao mengundurkan diri sebagai tentara. Dia menemukan artikel koran tentang sosialisme.

Artikel itu ditulis Jiang Kanghu, seorang siswa yang bakal mendirikan Partai Sosialis China. Di sini Mao mulai tertarik meski masih meragukan konsep tersebut.

Selama beberapa tahun ke depan, Mao berpindah-pindah dari akademi polisi, sekolah produksi barang rumah tangga, hingga sekolah hukum.

Dia memutuskan untuk belajar sendiri dengan menghabiskan waktunya membaca buku di perpustakaan Changsha.

Mao berkeinginan menjadi seorang guru. Di 1918, dia masuk Sekolah Normal Pertama Hunan, dan lulus dengan mengantongi ijazah guru.

Baca juga: Cinta Tapi Benci, China Peringati 40 Tahun Kematian Mao Zedong

Setelah lulus, dia hijrah ke Beijing. Sempat kesulitan mendapat pekerjaan, dia akhirnya diterima sebagai asisten pustakawan di Universitas Beijing.

Saat itu, dia mendengar adanya Revolusi Bolshevik di Rusia yang kemudian berujung pendirian Uni Soviet.

Pada 1921, Cheng Duxiu dan Li Dazhao mendirikan Partai Komunis China di Shanghai, dan Mao masuk di dalamnya melalui cabang Changsha.

Di 1923, Sun Yat-sen memulai kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan komunis yang mulai berkembang pesat.

Awalnya, Mao mendukung baik Kuomintang maupun partai komunis. Namun beberapa tahun setelahnya, dia mengadopsi pemikiran Lenin.

Karirnya di komunis menanjak dimulai dari menjabat sebagai delegasi dewan hingga eksekutif partai cabang Shanghai.

Baca juga: Rencana Konser Peringatan Mao Zedong Dibatalkan di Australia

 

3. Kematian Sun Yat-sen dan "Long March"

12 Maret 1925, Sun meninggal dunia di Beijing. Penggantinya, Chiang Kai-shek, menjadi Ketua Kuomintang.

Berbeda dengan Sun, Chiang lebih konservatif dan tradisional. April 1927, dia memutus hubungan, dan memulai pembersihan terhadap anggota komunis.

September 1927, Mao memimpin pasukan petani melawan Kuomintang, namun dengan mudah dikalahkan sehingga mereka melarikan diri ke Provinsi Jiangxi.

Di sana, Mao membantu pendirian Republik Soviet China. Dia membentuk gerilyawan yang kuat. Dia memerintahkan penyiksaan dan eksekusi bagi siapapun yang melawan.

Baca juga: Stalin Mata-matai dan Menganalisis Tinja Mao Zedong

14 Oktober 1934, Pasukan Merah berkekuatan 85.000 orang 15.000 kader partai melakukan Long March untuk menghindari kejaran pasukan Kuomintang.

Selama 12 bulan, mereka bergerilya menuju Yanan yang berada di kawasan utara China. Saat itu, diperkirakan hanya tersisa 30.000 orang.

Di sana, Mao berorasi lantang, dan meyakinkan bahwa komunis berhasil menghindari pemusnahan yang dilakukan Kuomintang.

Orasinya membuat banyak orang mulai bermigrasi ke Yanan, dan mengajukan diri sebagai relawan karena reputasi Mao sebagai salah satu pemimpin komunis top.

4. Naiknya Mao dan Pembentukan Republik Rakyat China

Juli 1937, militer Kekaisaran Jepang menginvasi China yang memaksa Chiang Kai-shek mengungsi ke Nanking.

Pasukan Kuomintang yang kehilangan sejumlah kawasan utama membuat mereka membentuk persekutuan dengan partai komunis.

Mao diangkat sebagai pemimpin militer. Sikap Jepang yang dianggap brutal membuat banyak orang bergabung dengan Pasukan Merah.

Di Agustus 1940, Mao memerintahkan Serangan Ratusan Resimen di mana 400.000 pasukan menyerang Jepang di lima provinsi secara simultan.

Serangan itu terbukti sukses dengan 20.000 tentara Jepang terbunuh, gangguan pada jalur kereta, dan kehilangan tambang batu bara.

Dengan berakhirnya Perang Dunia II melalui kekalahan Jepang di 1945, Mao berhasil menanamkan kendali di seluruh China.

Baca juga: China Bangun Patung Raksasa Mao Zedong Berlapis Emas

Perang sipil kembali berlanjut dengan Kuomintang mendapat bantuan dari AS, sementara Soviet menyokong pasukan Mao.

21 Januari 1949, tentara Kuomintang menderita kekalahan besar menghadapi pasukan Mao, dan memaksa Chiang beserta pengikutnya pindah ke Formosa (Taiwan).

Pada 1 Oktober 1949, Mao mengumumkan berdirinya Republik Rakyat China, dan mengambil tempat tinggal di bangunan dekat Kota Terlarang, Zhongnanhai.

Selama beberapa tahun ke depan, dia mengorganisir reformasi tanah, baik melalui cara persuasi maupun paksaan.

Dia mempromosikan status perempuan, menggandakan populasi warga terdidik, meningkatkan minat literasi, dan mengembangkan layanan kesehatan.

Namun, reformasinya tidak begitu sukses di perkotaan. Di 1956, Mao melancarkan Kampanye Ratusan Bunga.

Melalui kebijakan itu, setiap warga berhak mengutarakan pendapatnya. Mao berharap dia hanya menerima sedikit kritikan.

Namun, kenyataannya dia menerima banyak kecaman dari kalangan intelek kota. Takut kehilangan kekuasaan, dia melabeli penentang sebagai "kaum kanan", dan menangkap mereka.

Baca juga: China Peringati Ulang Tahun ke-120 Mao Zedong

 

5. Kegagalan "Lompatan Besar ke Depan"

Januari 1958, Mao mengeluarkan kebijakan "Lompatan Besar ke Depan" untuk meningkatkan produksi industri dan pertanian.

Program itu mengerahkan 75.000 orang untuk menggarap setiap sawah. Setiap keluarga mendapat keuntungan dan sebidang kecil tanah.

Mao berharap kebijakannya itu membuat China maju dalam beberapa puluh tahun. Awalnya, kebijakan itu terlihat menjanjikan.

Baca juga: Di Kongres Partai Komunis, Presiden China Berpidato Selama 3,5 Jam

Namun, tiga tahun banjir dan gagal panen mulai memberi kesulitan. Produksi pertanian tidak sesuai dengan ekspektasi, dan laporan produksi besi masif ternyata palsu.

Kelaparan mulai menjalar. Sepanjang 1959 hingga 1961, dilaporkan terdapat 40 juta orang tewas akibat kelaparan.

Akibat kegagalan "Lompatan Besar ke Depan", Mao mulai terpinggirkan pada 1962 dengan rivalnya mengambil alih tampuk kekuasaan.

6. Kematian

Pada 1976, Mao mendapat tiga serangan jantung. Pertama terjadi di Maret, kedua pada Juli, dan terakhir 5 September.

Mao meninggal dunia dalam usia 82 tahun di 9 September 1976. Jenazahnya disemayamkan di Aula Besar Rakyat selama satu pekan.

17 September, jenazahnya dibawa menuju Rumah Sakit 305 di Maojiawan di mana organ dalamnya diawetkan menggunakan formalin.

Jenazah Mao kemudian dibaringkan di mausoleum di Beijing pada 18 September 1976.

Baca juga: China Cari Donor Sperma, Pendonor Diwajibkan Setia pada Partai Komunis

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com