Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentara AS Diperintahkan untuk Menguasai Bahasa Rusia dan China

Kompas.com - 15/08/2018, 20:17 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Newsweek

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Undang-undang pertahanan yang baru saja disahkan memberikan beban militer Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan kemampuannya.

Dalam UU terbaru itu, pemerintahan Presiden Donald Trump bakal mendapat kucuran dana hingga 716 miliar dolar AS, atau Rp 10.453 triliun.

Newsweek memberitakan Selasa (14/8/2018), salah satu kemampuan yang harus ditingkatkan adalah penguasaan bahasa asing.

Baca juga: Di Bali, Bahasa Rusia Ada di Bundel Materi Kongres MK Se-Asia

Dalam Undang-undang Otoritasi Pertahanan Nasional (NDAA) yang diteken Senin (13/8/2018), Kongres telah mengatur bahasa apa saja yang harus dikuasai militer.

Bahasa tersebut antara lain Rusia, China, Korea, Farsi atau Persia yang digunakan di Iran, maupun Arab.

Dokumen itu mensyaratkan Menteri Pertahanan Jim Mattis memantau proses pembelajaran bahasa asing yang dilakukan, dan melaporkannya Februari 2019 mendatang.

"Tidak lebih dari 180 hari setelah UU berlaku, Menteri Pertahanan wajib mengevaluasi kemampuan penguasaan bahasa yang telah disebutkan," demikian bunyi UU itu.

Nantinya, Mattis harus menyerahkan laporan ke Kongres, disertai perencanaan jika program tersebut mengalami hambatan.

Penekanan kemampuan berbahasa itu terjadi setelah AS mewaspadai Rusia, China, Korea Utara (Korut), maupun Iran.

China dan Rusia dianggap AS sebagai "kekuatan pesaing". Sementara Korut dan Iran dilaporkan sebagai "negara pelanggar hukum".

Dalam beberapa tahun terakhir, China dan Rusia mulai memperluas pengaruh politik serta memodernisasi militernya.

AS menganggap pergerakan dua negara itu memberikan ketidakstabilan, sehingga memutuskan menempatkan pasukan untuk menangkalnya.

Adapun kemampuan bahasa Arab diperlukan untuk menangani ancaman dari organisasi transnasional. Utamanya adalah kelompok teroris.

Apalagi, serdadu Negeri "Paman Sam" juga terlibat dalam operasi di Timur Tengah seperti Irak, Afghanistan, maupun Suriah.

Newsweek melaporkan, fokus militer AS saat ini adalah mengalahkan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang ada di Suriah.

Usaha tersebut mendapat respon negatif dari Presiden Suriah Bashar al-Assad yang mendapat dukungan dari Rusia dan Iran.

Baca juga: Kemenhub: Hanya Dokumen KA Cepat yang Gunakan Bahasa China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com