Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sengketa AS dan Erdogan Untungkan Rusia, Mengapa?

Kompas.com - 15/08/2018, 17:08 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber Newsweek

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Perselisihan yang terjadi antara Amerika Serikat (AS) dan Turki oleh pengamat disebut bakal menguntungkan Rusia.

Diketahui sebelumnya, Turki dan AS mengalami ketegangan buntut penahanan salah seorang pendeta Gereja Presbyterian, Andrew Brunson.

Brunson yang sudah tinggal di Turki selama 23 tahun ditangkap dengan tuduhan terlibat dalam upaya kudeta di 2016.

Baca juga: Aksi Balasan, Erdogan Serukan Boikot Produk Elektronik AS

Washington mendesak Turki agar bersedia membebaskan Brunson seraya mengancam bakal memberlakukan sanksi jika tak melakukannya.

Ancaman itu menjadi kenyataan dengan AS memberi sanksi kepada dua menteri Turki. Selain itu, mereka juga menggandakan bea masuk produk aluminium dan baja.

Hantaman penggandaan bea masuk dan sanksi membuat mata uang Turki, lira, merosot hingga 15 persen pada pekan lalu.

Analis berkata seperti diberitakan Newsweek Selasa (14/8/2018), Turki merupakan salah satu kekuatan militer terbesar di Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Analis seperti Magdalena Kirchner mengatakan, sengketa AS dan Turki bisa memaksa mereka untuk mencari sekutu baru.

Jika itu terjadi, Rusia dilaporkan dengan senang hati bakal mengisi tempat tersebut, yang sudah mereka tunjukkan lewat kunjungan Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.

Dia memberi dukungan kepada seruan pemerintah Turki agar rakyatnya mulai menanggalkan dolar AS, dan menggunakan lira dalam perdagangan ke luar.

"Saya yakin seiring berjalannya waktu peran dolar AS sebagai mata uang global bakal semakin melemah," kata Lavrov.

Kirchner berujar, secara ekonomi Rusia sebenarnya tidak berada dalam posisi untuk membantu Turki. Adalah sikap politik mereka yang bisa menguatkan Ankara.

"Dengan dukungan Rusia, Presiden Recep Tayyip Erdogan bisa menunjukkan kepada rakyatnya Turki tak sendirian menghadapi AS," ulas Kirchner.

Analis senior di Conias Risk Intelligence itu menyatakan, Moskwa bisa mengambil keuntungan dengan mesra-nya hubungan dua negara.

Baca juga: Trump Frustrasi Pendeta AS Tak Kunjung Dibebaskan Turki

Salah satunya, mereka bisa meminta Turki untuk mengurangi kerja sama militer, atau membatasi fasilitas AS di Pangkalan Udara Incirlik.

Hubungan Turki dan NATO sudah renggang ketika di 2016, Erdogan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin beberapa pekan pasca-pertemuan NATO.

Di 2017, dilaporkan Erdogan dan Putin saling bertelepon lebih dari 14 kali, jika dibandingkan telepon Erdogan ke Presiden AS Donald Trump yang hanya empat kali.

Bulent Aliriza, direktur Pusat Studi Internasional dan Strategis menjelaskan, kasus penahanan Brunson membantu Turki semakin menjauh dari Eropa.

"Turki dan Rusia telah berhubungan jauh sebelum kasus Brunson mencuat. Kasus itu hanya mempercepat langkah Turki berpisah dari Barat," terang Aliriza.

Baca juga: Kurs Lira Belum Membaik, Erdogan Tuduh AS Menikam dari Belakang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Newsweek
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com