WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Rashida Tlaib, seorang perempuan AS berdarah Palestina, berhasil memenangkan nominasi Partai Demokrat di ke-13 negara bagian Michigan pekan lalu.
Artinya, dia berpeluang besar menjadi perempuan Muslim pertama yang menjadi anggota Kongres hasil pemilihan umum pada November mendatang.
Sebuah kursi di kongres hampir pasti menjadi milik Rashida setelah dalam pemilihan umum nanti tidak ada kandidat Partai Republik dari daerah pemilihan yang sama.
Baca juga: Bayi Usia 10 Hari Ini Torehkan Sejarah di Kongres AS
Rashida (42), ibu dua anak ini pada 2008 menjadi Muslim pertama yang bertugas di parlemen negara bagian Michigan.
Dia menjadi anggota parlemen negara bagian selama tiga kali masa jabatan dan karier politiknya terus menanjak.
Dia lahir dan dibesarkan di kota Detroit, Michigan sebagai anak tertua dari 14 bersaudara. Kedua orangtuanya adalah imigran asal Palestina.
The 13th District wanted a fighter and they're getting one. I am so humbled by the trust working families have put in my pledge to take on the corporate bullies and make policy that allows us all to thrive. I will not let you down. pic.twitter.com/Zj1zCH3DIp
— Rashida Tlaib (@RashidaTlaib) August 8, 2018
Rashida meraih gelar sarjana ilmu politik dari Universitas Wayne dan gelar sarjana hukum dari Sekolah Hukum Thomas Cooley.
Selama masa kampanye, Rashida fokus bekerja untuk komunitas akar rumput, termasuk mempertahankan upah minimum 15 dolar, kesetaraan upah, pelatihan kerja, serta pendidikan tinggi bebas dri utang.
Baca juga: Kongres AS Capai Kesepakatan untuk Akhiri Shutdown
Dia juga memperjuangkan agar jaminan sosial dan jaminan kesehatan bagi warga tidak mampu tidak dipangkas negara.
Rashida juga bekerja keras untuk membalikkan pandangan buruk terhadap Muslim, memperjuangkan hak-hak LGBT, dan reformasi aturan imigrasi.
Menjadi sosok yang berpeluang menerobos penghalang agama di Kongres, bisa saja keimanannya menjadi pusat kampanye Rashida.
Namun, dia memilih tidak menjadikan iman dan agamanya sebagai inti dari perjalanan politiknya.
Meski demikian, itu bukan berarti Rashida menghindari pembicaraan terkait agama Islam yang dipeluknya.
Baca juga: Di Gedung Kongres AS, Presiden Trump Dilempari Bendera Rusia
"Saya selalu mengatakan kepada masyarakat bahwa saya memperlihatkan Islam dalam cara yang memberikan dampak yaitu lewat pelayanan publik," ujar Rashida kepada CBS Detroit.
Menjelang pemilihan umum, banyak kalangan yang menganggap kemenangan Rashida bakal menjadi masa depan Kongres AS.
"Dia menjadi contoh sempurna bagaimana kekuatan politik dibangun secara sistematis," kata Zaki Barzinji, pejabat penghubung Gedung Putih dan warga Muslim Amerika di masa pemerintahan Barack Obama.
"Dia tidak begitu saja muncul dalam pertarungan memperebutkan kursi Kongres. Dia menghabiskan waktu lebih dari satu dekade untuk merintis jalannya," tambah Zaki.
"Ini adalah sebuah pelajaran bagi warga Muslim Amerika karena banyak yang frustrasi karena tidak memiliki wakil di level tertinggi politik dan pemerintahan," tambah Zaki.
"Padahal, kami amat jarang melakukan upaya untuk memulai dari bawah dan merintis jalan menuju ke puncak," lanjut Zaki.
Di sisi lain, kemenangan Rashida dianggap sebagai sebuah "tamparan" terhadap kebijakan kontroversial Presiden Donald Trump seperti dalam sektor imigrasi dan larangan perjalanan terhadap beberapa negara Muslim.
"Anda tak perlu berubah untuk sebuah jabatan. Amat menyenangkan, setelah diusir dari kampanye Trump dan kini menjadi anggota Kongres," ujar Rashida.
Baca juga: Puluhan Anggota Kongres AS Boikot Pelantikan Donald Trump
Pada 2016, Rashida ditangkap karena dianggap mengganggu pidato Donald Trump di Detroit. Saat itu dia meneriakkan "anak-anak kami berhak mendapatkan yang terbaik" dan meminta Trump membaca konstitusi.
Rashida juga memprotes keputusan Mahkamah Agung yang mengukuhkan kebijakan larangan perjalanan yang diterbitkan Presiden Trump pekan lalu.
Dia mengatakan, bakal memperjuangkan undang-undang untuk menentang aturan tersebut jika terpilih menjadi anggota Kongres.