2. Berkuasanya Batista dan Rencana Memulai Pemberontakan
Setelah lulus dari universitas di 1950, Castro memulai praktik di bidang hukum. Selain itu, dia makin fokus di Ortodoxo.
Dia menjadi kandidat Partido Ortodoxo dalam Pemilihan House of Representatives yang direncanakan dihelat Juni 1952.
Dia memulai kampanye yang membawanya bertemu dengan Batista, mantan presiden periode 1940-1944 yang kembali lagi ke politik dengan kendaraan Partai Aksi Persatuan.
Saat itu, Batista menawarkan jabatan kepada Castro di partainya jika dia berhasil menang dalam pemilihan.
Baca juga: Cerita Fidel Castro yang Ngakak Dengar Lelucon Gus Dur
Meski sama-sama tak menyukai pemerintahan Presiden Carlos Prio Socarras, Castro tak memiliki kesepahaman visi dengan Batista.
10 Maret 1952, Batista menggerakkan militer, dan melakukan kudeta yang membuat Prio melarikan diri ke Meksiko.
Setelah mendeklarasikan dirinya sebagai presiden, Batista mengumumkan pembatalan pemilu, dan memperkenalkan sistemnya sebagai "demokrasi disiplin".
Castro, bersama dengan yang lainya, menganggap Batista telah melakukan pemerintahan diktator, dan menggugat secara hukum.
Dia membawa beberapa kasus yang dianggap merupakan pelanggaran rezim Batista. Namun, karena tak kunjung berhasil, Castro mulai berpikir untuk merencanakan pemberontakan.
Baca juga: Raul Castro Mundur Pekan Depan, Kuba Masuki Era Baru
3. Dimulainya Revolusi Kuba
Castro memulai pemberontakan dengan membentuk kelompok bernama "Pergerakan" dan bergerak menggunakan sistem sel rahasia.
26 Juli 1953, Castro dan sekitar 150 pengikutnya menyerang barak militer Moncada yang terletak di Santiago de Cuba untuk menggulingkan Batista.
Serangan itu gagal. Castro tertangkap. Dia kemudian disidang, dan dijatuhi hukuman penjara hingga 15 tahun.
Selama di penjara, dia dan adiknya, Raul, membentuk "Pergerakan 26 Juli" sebagai peringatan akan serangan di Moncada.
15 Mei 1955, Castro dan para tahanan pelaku serangan Moncada lainnya dibebaskan setelah mereka menerima amnesti dari rezim Batista.
Di tahun yang sama, pecah bentrokan sebagai akibat adanya aksi demontrasi serta pengeboman. Castro, adiknya, dan teman-temannya harus melarikan diri untuk menghindari penangkapan.
Mereka menuju Meksiko, di mana Castro bertemu dan kemudian berkawan baik dengan dokter asal Argentina bernama Ernesto "Che" Guevara.
Guevara yang percaya kemiskinan di Amerika Latin hanya dapat diatasi dengan revolusi bersenjata setuju bergabung dengan Castro.
Baca juga: Calon Pengganti Raul Castro Tolak Permintaan Trump