Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Tukar Lira Anjlok, Jadi Kesempatan China "Mencaplok" Turki?

Kompas.com - 13/08/2018, 16:33 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

Sumber Asia Times

Kali terakhir masalah nilai tukar liar menimpa Turki adalah pada 2001, ketika negeri itu berpaling kepada IMF untuk meminjam uang dan menerima syarat penghematan yang amat ketat agar mendapatkan dana talangan.

Nampaknya Erdogan tidak akan meminta bantuan IMF. Dalam pidatonya akhir pekan lalu Erdogan mengatakan Turki sedang menjajaki kemungkinan dengan China, Rusia, dan Iran.

Bahkan, sebelumnya, Erdogan mengatakan, Turki akan menerbitkan surat utang "panda bond" di pasar keuangan lokal China.

"Panda bond" adalah surat utang dengan mata uang yuan untuk penerbit surat utang non-China tetapi dijual di China.

Baca juga: Erdogan Sebut Anjloknya Kurs Lira adalah Skenario Politik Licik

Rencana ini bisa amat menguntungkan China jika merujuk wawancara stasiun televisi China CGTN dengan pakar ekonomi Turki, Emre Alkin.

"Stabilitas lira Turki akan dihasilkan dari kerja sama dengan negara-negara penting seperti China. Amat tidak mungkin bank sentral (Turki) melakukan sesuatu sendiri, kami membutuhkan sumber daya," ujar Alkin.

"Jika sumber daya ini datang dari China, tidak masalah, yang terpenting adalah bagaimana kami menggunakan sumber daya ini. Sungguh nyata kami membutuhkan nasihat, ide, dan saran dari negara seperti China," tambah dia.

Kini, Turki harus menjual sejumlah aset terpenting negeri itu. Dengan nilai tukar lira saat ini maka seluruh nilai indeks ekuitas Istanbul 100 hanya 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 511 triliun.

Jika para investor China membeli setiap saham setiap perusahaan yang ada di bursa saham Turki, maka negeri itu hanya bisa memiliki mata uang asing untuk mengurangi defisit saat ini selama tujuh bulan.

Altay Atli, seorang pakar ekonomi Turki, kepada CGTN mengatakan, negeri itu akan menawarkan kerja sama kepada China di berbagai pelabuhan dan infrastruktur transportasi lainnya.

Saat ini, perusakan perkapalan terbesar China Cosco Pacific sudah memiliki 65 persen saham pelabuhan terbesar di Turki.

"Saya yakin Turki dan China akan mengembangkan kerja sama di pelabuhan-pelabuhan Turki lainnya di Laut Tengah, Laut Aegea, dan Laut Hitam," kata Atli.

"Dan sebuah langkah penting bukan hanya menghubungkan ketiga pelabungan itu dengan menggunakan rel kereta api dan memperpanjang jaringannya tetapi menciptkan sebuah jaringan logistik," tambah dia.

China tentu saja melihat kondisi ini sebagai peluang berinvestasi dengan murah di Turki.

Perusahaan telekomunikasi terbesar China, Huawei sudah bekerja sama dengan Turk Telecom untuk membangun jaringan 5G yang akan meliputi cloud computing, jaringan internet, dan yang terpenting adalah keamanan publik.

Bahkan, Alibaba, pesaing utama Amazon dan Google, awal tahun ini sudah berinvestasi untuk platform e-commerce Turki, Trendyol.

Baca juga: Erdogan Ajak Rakyat Turki Jual Dollar dan Euro

Kombinasi dari jaringan mobile broadband, rel kereta api dan pelabuhan, e-commerce, dan e-finance akan menyedot Turki ke dalam perekonoian China.

Tak lama lagi, kontainer-kontainer dari berbagai suku cadang buatan China akan tiba di Turki dengan menggunakan kereta api untuk dirakit dan dijual ke Eropa atau Timur Tengah.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Sumber Asia Times
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com