WELLINGTON, KOMPAS.com- Parlemen Selandia Baru meloloskan undang-undang yang memungkinkan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berhak mendapatkan cuti selama 10 hari.
Cuti berbayar tersebut berlaku di luar cuti liburan tahunan dan cuti karena sakit.
Diwartakan CNN pada Kamis (26/7/2018), UU yang diperkenalkan pada 2016 mendapat suara mayoritas dalam pengambilan keputusan di parlemen.
Kendati demikian, aturan tersebut masih menunggu persetujuan kerajaan sehingga baru berlaku pada April 2019.
Baca juga: Dituduh Meniru, Australia Diminta Ganti Bendera oleh Selandia Baru
"Kami memiliki masalah sosial yang masif sampai menyebabkan kematian, luka, dan hilangnya produktivitas kerja," kata anggota parlemen dari Partai Hijau Jan Logie.
Selain mendapat tambahan cuti berbayat selama 10 hari, UU tersebut juga memperbolehkan korban KDRT meminta jadwal kerja yang fleksibel dari atasan mereka.
"UU ini merupakan kemenangan bagi korban, atasan, dan masyarakat," ucap Logie.
Tingkat KDRT dan kekerasan terhadap pasangan di Selandia Baru termasuk yang tertinggi di dunia.
The Telegraph mencatat, sekitar sepertiga dari perempuan di Selandia Baru pernah menerima kekerasan baik secara fisik maupun seksual selama hidup mereka.
Dari jumlah itu, sekitar 76 persen insiden tidak pernah dilaporkan kepada polisi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.