Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mesir Tolak Buka Kamp Pengungsi bagi Migran yang Dideportasi Eropa

Kompas.com - 04/07/2018, 12:36 WIB
Agni Vidya Perdana

Penulis

KAIRO, KOMPAS.com - Pemerintah Mesir telah menolak usulan untuk membangun kamp pengungsi di wilayah negaranya.

Pernyataan yang disampaikan Kairo tersebut, menyusul kesepakatan migrasi Uni Eropa yang menyebut ingin mendirikan pusat penampungan para pencari suaka yang dideportasi di Timur Tengah dan Afrika.

"Fasilitas penerimaan migran oleh Uni Eropa di Mesir akan melanggar hukum dan perundang-undangan negara kami," kata juru bicara Parlemen Mesir Ali Abdul Aal dalam wawancara dengan media Jerman, Welt am Sonntag, Selasa (3/7/2018).

"Daya tampung kami telah penuh saat ini, karena itu penting bagi Mesir jika dapat mendapat bantuan dari Jerman atau Uni Eropa," tambahnya.

Pemerintah Mesir kini juga telah berjuang mengatasi beban pengungsi dengan menerapkan berbagai langkah penghematan.

Baca juga: Pemerintah Mesir Perpanjang Keadaan Darurat Negara hingga 3 Bulan

Pemerintah menyatakan peningkatan jumlah pengungsi asing telah mengakibatkan membengkaknya pengeluaran negara.

Melansir Middle East Monitor, Mesir saat ini telah menampung hingga lebih dari 221.675 pengungsi dan pencari suaka. Di antara jumlah tersebut, 3.118 di antaranya baru terdaftar pada 2018.

Jumlah tersebut baru menurut badan urusan pengungsi PBB, UNHCR, sedangkan jumlah tak resmi menunjukkan jumlah tak resmi mencapai 300.000 pengungsi.

Permintaan terkini dari Eropa kepada Mesir untuk menampung imigran datang setelah Italia menolak membuka perbatasannya untuk kapal migran pada bulan lalu.

Para migran terdampar di perairan Mediterania selama beberapa hari hingga Spanyol setuju untuk menampung mereka.

Usai dilangsungkannya pertemuan darurat pemimpin Eropa, Kanselir Jerman Angela Merkel mencapai kesepakatan dengan 14 negara anggota untuk secepatnya mengirimkan para migran ke negara lain.

Negara-negara Eropa juga menyerukan pembangunan pusat tambatan kapal di perbatasan. Namun dua negara, yakni Perancis dan Italia, tidak setuju dengan kesepakatan yang dicapai.

Rencana Uni Eropa juga mendapat penolakan dari negara-negara mitra, termasuk Aljazair, Maroko, Tunisia dan Albania.

Pekan lalu, investigasi yang dilakukan Associates Press telah mengungkapkan bahwa lebih dari 13.000 orang, termasuk wanita hamil dan anak-anak, telah ditinggalkan oleh pemerintah Aljazair di gurun Sahara selama 14 bulan terakhir.

Baca juga: Bantu Warga Palestina saat Ramadhan, Mesir Buka Perbatasan Gaza

Pengusiran massal meningkat sejak Oktober 2017 setelah Uni Eropa memperbarui tekanan kepada negara-negara Afrika Utara agar mencegah para migran mengungsi dan menuju Eropa.

Juru bicara Uni Eropa mengatakan telah menyadari langkah yang dilakukan Aljazair, namun menyebut negara-negara berdaulat tetap dapat mengusir pada migran selama tak melanggar hukum internasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com