Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Liku-liku Skandal Korupsi yang Menerpa Mantan PM Malaysia

Kompas.com - 03/07/2018, 19:32 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Komisi Anti-korupsi Malaysia (MACC) resmi menangkap mantan Perdana Menteri Najib Razak Rabu ini (3/7/2018).

Mantan Ketua Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) itu bakal dibawa ke pengadilan Kuala Lumpur atas skandal korupsi lembaga investasi 1Malaysia Development Berhad (1MDB).

Dilansir dari Channel News Asia, berikut merupakan momen kunci dimulai dari Najib mendirikan 1MDB hingga dia ditangkap.

Baca juga: Najib Razak Ditangkap Polisi Anti-korupsi di Rumahnya

2009
Juli 2009: 1MDB diluncurkan dengan Najib bertindak sebagai ketua dewan penasihat.

30 September 2009: 1MDB mengumumkan kerja sama dengan perusahaan minyak Arab Saudi, PetroSaudi International, senilai 2,5 miliar dolar AS, atau Rp 35,9 triliun.

2015
29 Mei 2015: 1MDB mendapat suntikan dana dari perusahaan minyak Abu Dhabi senilai 1 miliar dolar AS, sekitar Rp 14,3 triliun.

2 Juli 2015: Wall Street Journal merilis pemberitaan adanya dugaan 700 juta dolar AS, sekitar Rp 10 triliun, deposit ke rekening pribadi Najib.

4 Juli 2015: Najib membantah dia mengambil uang dari 1MDB untuk tujuan pribadi.

7 Juli 2015: Satuan tugas khusus yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan penggelapan uang dari Najib mengumumkan telah membekukan enam rekening yang berhubungan dengan kasus itu.

8 Juli 2015: Polisi Malaysia melakukan penggeledahan di kantor 1MDB.

9 Juli 2015: Jaksa Agung Malaysia menyatakan enam rekening yang diblokir tidak berhubungan dengan Najib.

28 Juli 2015: Najib melakukan reshuffle kabinet, dan memecat Wakil Perdana Menteri Muhyiddin Yassin yang sebelumnya sempat mendesak Najib menjelaskan skandal 1MDB.

3 Agustus 2015: Komisi Anti-korupsi Malaysia (MACC) berkata satgas yang dibentuk menyimpulkan 700 juta dolar AS merupakan donasi, bukan dari 1MDB.

5 Desember 2015: Najib memberi keterangan terkait adanya 700 juta dolar AS yang masuk di rekening pribadinya dan SRC International, anak perusahaan 1MDB.

Baca juga: Mantan PM Malaysia Bakal Didakwa di Pengadilan Besok

2016
26 Januari 2016: Jaksa Agung Malaysia Apandi Ali membersihkan Najib dari semua tuduhan setelah menyimpulkan uang itu dari donasi keluarga Saudi.

29 Januari 2016: Jaksa penuntut Swiss meminta bantuan kepada otoritas Malaysia karena mereka percaya ada 4 miliar dolar AS, sekitar Rp 57,5 triliun, yang digelapkan.

Swiss menyatakan, "sedikit" uang itu telah ditransfer ke Swiss oleh seorang mantan pejabat Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA).

1 Februari 2016: Departemen Hubungan Komersial dan Otoritas Moneter Singapura mengumumkan menyita sejumlah besar uang yang diduga berhubungan dengan 1MDB.

7 Februari 2016: Menteri Luar Negeri Saudi Adel Al-Jubeir yakin uang yang masuk ke rekening Najib bukan donasi, melainkan kesepakatan bisnis.

Baca juga: DPO Kasus Korupsi 1MDB Ditangkap Polisi, Malaysia Ucapkan Terima Kasih

19 Februari 2016: 1MDB mengatakan bahwa laporan yang dikeluarkan oleh Wall Street Journal merupakan laporan palsu.

23 Maret 2016: Gubernur Bank Sentral Malaysia, Zeti Aktar Aziz, berkata dia bakal mendisiplinkan 1MDB karena gagal menunjukkan dokumen finansialnya.

31 Maret 2016: Wall Street Journal kembali merilis laporan bahwa Najib menggunakan dana dari 1MDB untuk membeli barang mewah.

7 April 2016: Dewan pemegang saham 1MDB menawarkan pengunduran diri setelah Komite Akun Publik menilai lembaga investasi itu "tidak memuaskan".

19 April 2016: Mahathir Mohamad (saat itu masih berstatus mantan PM) meminta pengadilan membekukan aset Najib.

28 April 2016: Bank Sentral Malaysia mendenda 1MDB karena gagal memenuhi arahan sesuai Aturan Layanan Finansial.

31 Mei 2016: Kementerian Keuangan Malaysia mengumumkan pembentukan dewan pemegang saham yang baru.

Baca juga: Polri Segera Deportasi DPO Malaysia Terkait Korupsi 1MDB

21 Juli 2016: AS melalui Jaksa Agung Loretta Lynch berujar bakal menggelar penyelidikan.

Penyelidikan dilakukan karena dia hendak mengambil aset senilai 1 miliar dolar AS yang diduga masuk ke dalam konspirasi internasional terkait 1MDB.

2017
22 Maret 2017: Otoritas AS berencana menindak pebisnis Malaysia Jho Low yang diduga menjadi sosok kunci skandal 1MDB.

16 Juni 2017: Departemen Kehakiman AS dalam gugatannya menyatakan ada dana 30 juta dolar AS, atau Rp 431,2 miliar, diambil dari 1MDB untuk dibelikan perhiasan bagi "Pejabat Malaysia 1".

Baca juga: Najib Razak Berusaha Rebut Kembali Barang-barang yang Disita Polisi

2018
28 Februari 2018: Indonesia mengumumkan menahan yacht mewah milik Low yang diduga berhubungan dengan skandal 1MDB.

17 April 2018: Pengadilan Indonesia memerintahkan untuk melepas yacht milik Low menyebut ada kesalahan yang dilakukan polisi.

9 Mei 2018: Mahathir yang memimpin koalisi Pakatan Harapan memenangkan Pemilu Malaysia dengan menggamit 112 kursi parlemen.

Kemenangan itu sangat bersejarah karena koalisi Barisan Nasional adalah koalisi yang tidak pernah kalah sejak Malaysia merdeka 60 tahun silam.

11 Mei 2018: Mahathir yang kembali menjadi PM berkata bakal fokus memulihkan ekonomi negara, dan berjanji mengembalikan uang dari 1MDB.

16 Mei 2018: Mahathir mengumumkan bakal membayar setiap hutang dari 1MDB setelah dijaminkan oleh pemerintah.

18 Mei 2018: Polisi menyita sejumlah besar barang setelah menggeledah beberapa kediaman pribadi Najib.

3 Juli 2017: Najib ditangkap oleh polisi anti-korupsi Malaysia.

Baca juga: Total Uang dan Barang yang Disita dari Najib Bernilai Rp 3,8 Triliun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com