Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari 3 Indikator, Pertemuan Trump-Kim Baru Sukses di 1 Tahap

Kompas.com - 13/06/2018, 04:30 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - "Banyak orang mungkin akan berpikir ini adalah bentuk dari sebuah fantasi. Bagian dari sebuah film fiksi ilmiah".

Kalimat itu diutarakan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un ketika bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Kim tak salah jika mengatakan demikian. Sebab, hingga akhir Januari lalu, kedua pemimpin saling melontarkan ejekan dan ancaman.

Baca juga: Jabat Tangan 10 Detik yang Bersejarah antara Trump dan Kim Jong Un

Namun, di Hotel Capella, Singapura, pada Selasa pagi (12/6/2018) waktu setempat, keduanya bertatap muka, dan berbicara empat mata.

Sebuah pertemuan yang serba pertama baik bagi Trump maupun Kim. Untuk Trump, jika melihat fakta sejarah, belum pernah ada presiden aktif AS yang duduk semeja dengan Pemimpin Korut.

Kemudian bagi Kim, ini merupakan kunjungan kenegaraan terjauh yang pernah dilakoninya sejak berkuasa tujuh tahun lalu.

Pertemuan tersebut kemudian menghasilkan sebuah dokumen yang ditandatangani oleh keduanya, dan berisi empat poin penting.

Salah satu poin yang menjadi isu utama mengapa harus digelar pertemuan tersebut adalah proses denuklirisasi di Semenanjung Korea.

Robert Charles, mantan Asisten Menteri Luar Negeri era Presiden George W Bush menyatakan, ada tiga indikator kesuksesan dalam pertemuan Kim dan Trump.

Pertama adalah kedua pemimpin benar-benar bertemu dan bercakap-cakap serta menyetujui adanya penyelesaian isu utama yang dibawa dalam pertemuan.

Kedua adalah masa depan seperti apa yang terjadi setelah mereka menggelar pertemuan bilateral. Charles menyebutnya pertemuan ide.

Ketiga, yang notabene adalah indikator penting, adalah menyatukan pikiran dua pihak yang bertemu dalam meja perundingan.

"Pada tahap ini, AS dan Korut sepakat bahwa pertemuan yang terjadi menghasilkan dampak saling menguntungkan," kata Charles dikutip Fox Business.

Charles berkata, Trump dan Kim telah sukses melalui tahap pertama. Mereka telah resmi melangsungkan perundingan.

Baca juga: Begini Isi Kesepakatan Donald Trump dan Kim Jong Un

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden AS Donald Trump didampingi delegasi kedua negara, di Hotel Capella di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6/2018). Pertemuan ini merupakan yang pertama kalinya bagi pemimpin kedua negara dan menjadi momentum negosiasi untuk mengakhiri kebuntuan permasalahan nuklir yang telah terjadi puluhan tahun.AFP PHOTO/SAUL LOEB Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden AS Donald Trump didampingi delegasi kedua negara, di Hotel Capella di Pulau Sentosa, Singapura, Selasa (12/6/2018). Pertemuan ini merupakan yang pertama kalinya bagi pemimpin kedua negara dan menjadi momentum negosiasi untuk mengakhiri kebuntuan permasalahan nuklir yang telah terjadi puluhan tahun.
Kemudian Trump dan Kim menandatangani kesepakatan yang menyatakan Kim bersedia untuk menghentikan program senjata nuklirnya.

Dari sisi Kim, dia boleh dibilang "menang" setelah Trump mengumumkan bakal menghentikan latihan militer antara AS dengan Korea Selatan (Korsel).

Latihan perang bersandi Foal Eagle dan Key Resolve itu selama bertahun-tahun selalu menjadi keluhan utama Korut.

Baca juga: Trump: Latihan Militer AS dan Korsel Bakal Dihentikan

Sebab, Korut menganggap latihan rutin tahunan itu merupakan ancaman bagi keamanan sehingga menjadi alasan untuk mempertahankan nuklir mereka.

Dengan kesuksesan tahap pertama itu, maka tantangan yang lebih berat bakal dihadapi oleh Trump dan Kim ketika mereka menginjak indikator kedua dan ketiga.

Yang paling terlihat adalah bentuk denuklirisasi seperti apa yang diinginkan oleh AS pasca-pertemuan di Singapura.

Olivia Enos, analis kebijakan berkata, pertemuan tersebut hanya berputar pada pembahasan nilai historis maupun kemegahan yang ditampilkan.

"Kecil sekali pembahasan akan detil apa itu denuklirisasi. Termasuk keinginan AS agar proses tersebut berlangsung menyeluruh, transparan, dan bisa diverifikasi," tutur Enos.

Penasihat keamanan Trump, John Bolton, sempat mencetuskan bahwa denuklirisasi di Korut hanya bisa dilakukan dengan menggunakan model Libya.

Model tersebut mengharuskan Korut menyerahkan seluruh senjata nuklir yang dipunya, kemudian mengirimkannya ke fasilitas yang ditunjuk AS.

Melihat hubungan yang baru saja dibangun, Trump sangat besar kemungkinannya untuk tidak mendengarkan saran dari penasihatnya itu.

Sebab, ketika Bolton mengusulkannya, Pyongyang bereaksi dengan keras, dan sempat mengancam bakal membatalkan pertemuan.

Karena itu dalam konferensi pers, secara tersirat Trump menyatakan bakal mencari formula denuklirisasi yang tepat.

"Kami akan kembali bertemu. Kami akan bertemu lagi berkali-kali," ucap presiden yang berasal dari Partai Republik itu.

Baca juga: Trump: Kami akan Bertemu Berkali-kali

Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menandatangani kesepakatan usai melakukan pertemuan di Hotel Capella, Singapura, Selasa (12/6/2018). Penandatanganan ini disaksikan Menlu AS Mike Pompeo dan adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong.
AFP/SAUL LOEB Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menandatangani kesepakatan usai melakukan pertemuan di Hotel Capella, Singapura, Selasa (12/6/2018). Penandatanganan ini disaksikan Menlu AS Mike Pompeo dan adik Kim Jong Un, Kim Yo Jong.
Trump jelas sadar bahwa proses untuk meyakinkan Korut agar bersedia menyerahkan seluruh senjata nuklirnya bakal berlangsung lama.

Apalagi, tentu Trump sudah memahami stigma Korut sebagai negara yang dilaporkan sering melanggar komitmen sendiri.

Selain itu, sangat sulit memastikan apakah negeri komunis tersebut benar-benar telah memulai proses penghapusan nuklir.

Baca juga: AS Sebut Libya Bisa Jadi Contoh Denuklirisasi Korut

Pada 24 Mei lalu, Korut menyatakan telah menghancurkan situs uji coba nuklir mereka yang terletak di Punggye-ri, Gunung Mantap.

Jurnalis asing juga didatangkan untuk melihat langsung proses penghancuran situs yang telah menggelar lima dari enam uji coba nuklir Korut tersebut.

Namun, seperti diwartakan Business Insider, para jurnalis itu kesulitan untuk memastikan apakah Korut benar-benar menutup Punggye-ri.

"Memang kami melihat pintu masuk terowongan telah dihancurkan. Namun, kami tidak bisa memastikan apa yang terjadi setelahnya," kata jurnalis Sky News, Tom Cheshire.

Jadi, Trump menyatakan bakal menambahkan poin yang tidak tercantum selama pertemuan supaya proses denuklirisasi tetap berjalan di lajur yang benar.

Proses denuklirisasi menyeluruh yang diinginkan Trump sangat kecil kemungkinannya bisa diselesaikan dalam 1-2 tahun ke depan.

Jadi, indikator ketiga, melihat Korut bisa merasakan keuntungan setelah menghapus keberadaan nuklirnya, masih jauh terlihat.

Namun, presiden 71 tahun itu berujar bahwa dia mempercayai Kim, dan yakin Kim juga menaruh kepercayaan terhadapnya.

"Kami berdua ingin melakukan sesuatu, dan saat ini kami memiliki relasi spesial. Masyarakat bakal sangat kagum dan bahagia dengan pencapaian kami," cetus Trump.

Baca juga: Korea Utara Resmi Hancurkan Situs Nuklir Punggye-ri

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com