Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Nicolaus Copernicus, Penemu Teori Heliosentris

Kompas.com - 24/05/2018, 17:00 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Nicolaus Copernicus adalah astronom sekaligus matematikawan berkebangsaan Polandia di masa Renaissance.

Namanya masyhur setelah menemukan teori Heliosentris. Yakni menyatakan bahwa Matahari merupakan pusat dari tata surya.

Teorinya kemudian memberikan perubahan signifikan berupa revolusi sains dengan munculnya ilmuwan seperti Galileo Galilei, Johannes Kepler, Rene Descartes, hingga Isaac Newton.

Selain menelurkan teori astronomi, Copernicus juga memiliki ketertarikan terhadap ekonomi. Di 1517, dia mengusulkan konsep teori kuantitas uang.

Berikut merupakan biografi dari pemikir yang juga seorang penerjemah, dokter, hingga gubernur tersebut.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Nicolaus Copernicus Meninggal Dunia

1. Masa Muda dan Pendidikan
Copernicus lahir pada 19 Februari 1473 di Torun, Kerajaan Polandia, dan merupakan anak bungsu pasangan Mikolaj dan Barbara Watzenrode.

Setelah ayahnya meninggal, dia dibawa oleh sang paman, Lucas Watzenrode untuk diasuh dan diberi pendidikan memadai.

Watzenrode mengirim Copernicus untuk belajar di Sekolah St John di Torun, di mana sang paman menjadi kepala sekolahnya.

Kemudian, dia dimasukkan ke Sekolah Katedral di Wloclawek dekat Sungai Vistula, institusi pendidikan untuk mempersiapkan muridnya masuk ke Universitas Krakow.

Di musim gugur 1492, Copernicus berkuliah di Jurusan Seni Fakultas Astronomi dan Matematika. Dikatakan, dia adalah murid Albert Brudzewski.

Brudzewski merupakan profesor filsafat Aristotelian, namun juga mengajarkan astronomi secara privat di luar kampus.

Kuliah yang diikuti Copernicus memberikan dasar ilmu yang kuat dalam bidang matematika astronomi, namun juga memahami dengan baik filsafat Aristotle.

Selain itu, dia juga fasih berbicara dalam beberapa bahasa. Antara lain Latin, Jerman, Polandia, Yunani, serta Italia.

Baca juga: Monster Lubang Hitam Ini Sanggup Isap Benda Langit Seukuran Matahari

Empat tahun kuliah di Krakow mengasah daya kritisnya dan membangun logikanya dengan membandingkan dua sistem yang dikenal di astronomi, Aristotle dan Ptolemy.

Pada musim gugur 1495, Copernicus meninggalkan Universitas Krakow tanpa menggamit gelar. Sebab, saat itu pamannya dilantik sebagai Pangeran-Uskup Warmia.

Watzenrode lalu mencoba memasukkan keponakannya di bagian kanonik Warmia yang kosong sejak mkematian Jan Czanow pada 26 Agustus 1495.

Namun, pengangkatan itu terhambat. Watzenrode lalu mengirim Copernicus untuk mempalajari hukum kanonik di Italia di pertengahan 1496.

Dia pindah ke Bologna, dan beberapa bulan kemudian dia mendaftar di Universitas Bologna di Jurist sebagai "mahasiswa Jerman".

Sejak 1496 hingga 1501, Copernicus dengan tekun mempelajari hukum kanonik gereja dan astronomi di Universitas Bologna.

Dia bertemu dengan astronom bernama Domenico Maria Novara da Ferrara, dan kemudian menjadi murid sekaligus asistennya.

Sejarawan Edward Rosen menjabarkan Copernicus sangat mengagumi Ferrara karena dia merupakan ilmuwan yang mempertanyakan teori Ptolemy.

Di 1501, Copernicus kemudian pindah ke Universitas Padua, dan belajar menjadi dokter selama dua tahun sebelum memutuskan keluar.

Dua tahun kemudian, dia menamatkan pendidikan doktoral hukum gereja di Universitas Ferrara, dan kembali Polandia sebagai pastor.

Dia bergabung dengan pamannya di Istana Episkopal. Selama beberapa tahun, dia bekerja membantu sang paman, dan mengasah ilmu astronominya.

Baca juga: Ilmuwan Prediksi Kapan dan Bagaimana Matahari Akan Mati

2. Dimulainya Penyusunan Heliosentris
Sekembalinya ke Warmia, Copernicus bekerja sebagai dokter sekaligus sekretaris pribadi bagi Watzenrode hingga 1510.

Kemudian setelah pindah ke Lidzbark-Warminski, dia melanjutkan mempelajari astronomi. Salah satu sumber yang dipakai adalah Epitome of the Almagest karya Regiomontanus di abad ke-15.

Buku tersebut menawarkan penjelasan alternatif terhadap bentuk semesta yang ditawarkan Ptolemy, dan sangat mempengaruhi penelitian Copernicus.

Copernicus dipercaya mulai menyusun teorinya yang paling terkenal, Heliosentris, di 1508 yang membutuhkan waktu hingga enam tahun.

Kemudian pada 1514, dia berhasil menyusun Commentariolus atau Komentar Kecil. Manuskrip setebal 40 halaman yang memuat tentang Heliosentris.

Baca juga: Peneliti Analisis DNA Bintang Untuk Temukan Saudara Matahari yang Hilang

Dalam teori "mentah" tersebut, Copernicus menyatakan kalau Matahari, bukan Bumi, merupakan pusat dari tata surya.

Dia mempercayai setiap planet mempunyai kecepatan mengelilingi Matahari (revolusi) berbeda. Tergantung dari jarak dan ukurannya.

Copernicus bukanlah ilmuwan pertama yang memercayai kalau Matahari merupakan pusat tata surya. Jauh di abad ke-3 Sebelum Masehi, seorang ilmuwan Yunani Aristarchus dari Samos juga mengutarakannya.

Namun, penjelasan yang ditawarkan Copernicus lebih akurat dibanding Aristarchus. Dia juga memberikan formulasi efisien tentang kalkulasi posisi planet-planet.
 
Selain itu, dengan gamblang Copernicus menjelaskan kalau bintang tidak bergerak. Jika mereka seolah bergerak, itu terjadi karena perputaran Bumi.

Dia lalu mengirim hasil penelitiannya ke koleganya sesama ilmuwan maupun para cendekiawan. Namun, mereka semua tidak mempunyai respon positif.

Baca juga: Tabir Surya yang Kini Tak Sekadar Pelindung Matahari

3. Munculnya Buku De Revolutionibus
Copernicus mulai mengumpulkan banyak data untuk menyempurnakan penelitiannya sehingga menjadi buku yang dikenal sebagai De Revolutionibus Orbium Coelestium.

Namun, ketika selesai di 1532, dia menolak jika bukunya kemudian dicetak dan diseberluaskan secara luas karena takut jika berpotensi menjadi kontroversi.

Di 1533, teolog bernama Johann Albrecht Widmannstetter mengirim beberapa bahan khotbah dengan menyisipkan teori Copernicus ke Roma.

Hasilnya, beberapa kardinal dan Paus Clement VII menyatakan ketertarikannya setelah mendengarkan khotbah berisi teori tersebut.

Sejak saat itu, rumor mengenai teori Heliosentris dengnan cepat menyebar ke kalangan terpelajar seantero Eropa.

Baca juga: 4 Spot Terbaik Melihat Matahari Terbit di Bromo

Meski begitu, Copernicus tetap menolak untuk memublikasikan karyanya secara terbuka karena takut terhadsp kritik yang mungkin muncul.

Ketika dia sedang berada dalam proses penyusunan, seorang matematikawan bernama Georg Joachim Rheticus sampai di Frombork, tempat tinggal terbaru Copernicus, pada 1539.

Kedatangannya ke Frombork untuk belajar bersama Copernicus sebagai bagian dari perintah Philipp Melanchthon, teman dari penggagas Kristen Protestan, Martin Luther.

Selama dua tahun, Rheticus tinggal bersama Copernicus dan mnejadi muridnya. Dia menulis Narratio Prima, membahas soal isi teori Copernicus.

Dia membujuk gurunya untuk mencetak De Revolutionibus, yang akhirnya disetujui oleh Copernicus. Buku itu diserahkan ke Uskup Chelmno, Tiedemann Giese.

Dari Giese, buku tersebut kemudian dikirim ke Rheticus, sebelum diberikan ke penerbit kondang di Nuernberg, Johann Petreius.

Pengawasan proses pencetakan dilakukan oleh Rheticus, sebelum digantikan oleh pendeta Lutheran bernama Andreas Osiander.

Buku tersebut terbagi dalam enam bab. Pertama merupakan pandangan umum soal teori Heliosentris, dan eksposisi gagasannya kepada dunia.

Bab kedua lebih banyak diisi soal penjelasan teoritis soal bintang, dan pergerakannya yang cenderung bulat di angkasa.

Ketiga adalah penjelasan soal pergerakan semu Matahari, dan berbagai fenomena yang berhubungan dengan pergerakan tersebut.

Keempat berisi penjelasan soal Bulan dan pergerakannya di orbit. Kelima menunjukkan pergerakan bujur dari planet non-Bumi.

Sementara bab terakhir berisi penjelasan tentang pergerakan lintang dari planet-planet non-Bumi.

Baca juga: Akhir dari Teori Konspirasi, Gigi Pastikan Kematian Hitler Tahun 1945

4. Kontroversi
Seperti dugaan Copernicus, buku De Revolutionibus langsung memantik kecaman baik dari Gereja Katolik Roma maupun Lutheran.

Kebanyakan argumen yang menyeruak adalah Copernicus tidak mempunyai bukti apa yang menyebabkan Bumi mengorbit Matahari.

Gereja Katolik Roma kemudian menyatakan teori Copernicus sesat. Kecaman juga datang dari Martin Luther ketika buku itu terbit.

Selain Luther, Osiander juga menyuarakan keberatannya dengan berkata "si bodoh Copernicus berusaha membalikkan astronomi".

Osiander menyerang Copernicus lebih jauh dengan berujar kalau teorinya abstrak, dan tidak perlu dilihat sebagai kebenaran.

Baca Juga: Jasad Copernicus Dikuburkan Ulang

5. Kematian
Di akhir 1542, Copernicus didiagnosa menderita pendarahan dalam dan kelumpuhan. Dia meninggal dalam usia 70 tahun pada 24 Mei 1543 di Frombork.

Konon, sebelumnya Copernicus sempat koma akibat stroke. Seseorang kemudian membawakannya buku De Revolutionibus, dan diletakkan di dadanya.

Copernicus lalu terbangun, dia kemudian mendekap buku tersebut seolah untuk mengucapkan perpisahan kepada mahakaryanya, dan meninggal dengan tenang.

Jenazahnya dikuburkan di Katedral Frombork. Sejumlah arkeolog berusaha menemukan jenazahnya sejak 1802 hingga 2004,

Di Agustus 2005, sebuah tim arkeolog yang dipimpin Jerzy Gassowski asal Institut Pultusk, meyakini mereka menemukan jenazah Copernicus di bawah katedral.

Penemuan itu kemudian diumumkan pada 3 November 2008. Gassowski percaya hampir 100 persen kalau kerangka yang ditemukannya milik sang ilmuwan besar.

Pakar forensik didatangkan. Dari pemeriksaan, diketahui kalau tengkorak itu milik seorang pria berusia 70 tahun, usia ketika Copernicus wafat.

22 Mei 2010, Copernicus mendapat pemakaman kedua yang dipimpin mantan diplomat Vatikan, Józef Kowalczyk, di tempat yang sama di Katedral Frombork.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Galileo Galilei Diadili Gereja Katolik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com