Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Alice, Bidan Saksi Mata Dua Perang Saudara dan Wabah Ebola

Kompas.com - 24/05/2018, 12:47 WIB
Ervan Hardoko

Penulis

MONROVIA, KOMPAS.com - Alice Sumo baru berusia 20 tahun ketika dia membantu kelahiran seorang bayi di Liberia yang sedang dilanda perang saudara.

Sambil ditodong pistol, Alice yang baru berlatih menjadi bidan, harus membantu seorang perempuan hamil yang dia temui di jalan.

Perempuan itu terus merintih kesakitan, dan rintihan itu mengesalkan seorang anggota milisi bersenjata.

Dia mengancam akan membunuh perempuan itu jika tak berhenti merintih dan mengerang kesakitan.

Baca juga: Presiden Baru Liberia Janji Potong Gajinya untuk Pembangunan Negeri

"Dia berteriak dan terus berteriak. Lalu ada pria bersenjata yang berteriak dan mengancam akan membunuh perempuan itu," kenang Alice.

Meski ayahnya melarang, Alice memberanikan diri untuk menolong perempuan yang tengah mengandung itu.

Meski terancam dibunuh jika dia gagal menolong perempuan itu, Alice sukses membantu proses persalinan.

Tanpa peralatan medis, Alice terpaksa memecahkan sebuah botol dan menggunakan pecahannya untuk memotong tali pusar bayi yang baru lahir itu.

Itu kejadian 28 tahun lalu, dan hingga sekarang, Alice sudah membantu ribuan bayi lahir ke dunia. Bahkan banyak orangtua menggunakan nama Alice untuk bayi mereka.

Bahkan, diyakini lebih dari 1.000 anak-anak  di sekitar klinik tempat Alice bekerja di Monrovia, juga bernama Alice.

Ribuan orang bernama Alice, atau Ales dan Ellis jika mereka adalah laki-laki, memulai kehidupan mereka di klinik White Plains, 25kilometer di sebelah utara ibu kota Monrovia.

Baca juga: George Weah Dilantik Menjadi Presiden Liberia

Para Alice, Alex atau Ellis itu kini berusia mulai dari 30 tahun hingga yang baru beberapa hari. Pekan lalu, Alex terakhir baru dilahirkan.

Komunitas ini merupakan saksi hidup dampak pekerjaan Alice di salah satu negara paling miskin di dunia ini, tempat sepertiga perempuan melahirkan tanpa bantuan bidan atau tenaga medis.

Dalam kariernya sepanjang tiga dekade, Alice sudah menyaksikan dua perang saudara dan pecahnya wabah ebola terburuk di dunia.

Di saat wabah ebola merenggut hampir 5.000 nyara di Liberia pada 2004 dan 2005, dia tak berhenti bekerja.

"Saat ebola menghantam Liberia, kondisinya amat buruk. Para perawat menolak menangani pasien, jadi saya harus bekerja meski saya sudah bekerja berjam-jam," kenang Alice.

Saat bekerja Alice mengenakan pakaian pelindung mirip pakaian astronot agar tak terpapar virus ebola dari pasien yang ditanganinya.

Baca juga: Tekan Wabah Ebola, Liberia Akan Tembak Pelintas Ilegal dari Sierra Leone

Meski demikian, tetap saja para tetangga di komunitasnya mulai menjaga jarak.

"Para tetangga jadi takut bertemu saya, mereka tak mengizinkan anak-anak mereka mendekati saya," ujar Alice.

Krisis ebola merusak sistem layanan kesehatan Liberia, negara dengan rasio dokter dan pasien terburuk di dunia.

Warga pedalaman Liberia bahkan harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan layakan di klinik-klinik dengan kualitas amat buruk.

Di masa awal karier Alice, para perempuan yang sedang hamil tua terpaksa berjalan kaki hingga delapan jam dari desa mereka ke klinik-klinik darurat untuk melahirkan.

"Saya biasa berkeliling dari desa ke desa mencari para perempuan hamil. Sebab, bagi mereka berjalan ke klinik bukan pekerjaan mudah," kenang Alice.

Kini, Alice mengelola sebuah rumah bersalin yang dibangun lembaga amal Save the Children di desanya.

Klinik ini dibangun pada 2013 dan dilengkapi mesin pendingin vaksinasi bertenaga surya, pompa air bersih untuk melayani klinik dan warga, serta sebuah sepeda motor agar staf klinik bisa berkunjung ke pedesaan.

"Sejak klinik ini dibangun tak ada lagi ancaman kesehatan, tak ada lagi infeksi, tempat ini steril," tambah Alice.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Internasional Save the Children, Simon Wright menyampaikan kekagumannya pada Alice.

"Dengan semua anak-anak yang menyandang namanya, Alice pasti salah satu bidan tersibuk di dunia dan tanpa dia banyak nyawa kemungkinan hilang," ujar Wright.

Baca juga: Pasien Ebola Terakhir di Liberia Dinyatakan Sembuh

"Di negara tempat satu dari tiga perempuan melahirkan tanpa bantuan paramedis terlatih, klinik ini dan para bidannya merupakan pengingat betapa berharganya bantuan medis dalam menyelamatkan hidup seseorang," tambah Wright.

Save the Children mengatakan pada 2016, satu dari 15 anak-anak di Liberia meninggal dunia sebelum ulang tahun kelima.

"Statistik menyedihkan ini sebenarnya bisa ditekan hanya dengan meningkatkan akses warga ke layanan kesehatan," papar Wright.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com