Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Tokoh Dunia: Ho Chi Minh, Simbol Kemerdekaan Vietnam

Kompas.com - 21/05/2018, 17:00 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

KOMPAS.com - Ho Chi Minh merupakan tokoh pergerakan nasional Vietnam dengan menjadi pendiri sekaligus Sekretaris Jenderal pertama Partai Komunis Vietnam (CPV).

Dikenal dengan julukan Paman Ho, dengan nyaring Ho Chi Minh menggelorakan pembebasan Vietnam, dan menjadi simbol kemerdekaan Vietnam.

Setelah kematiannya, Vietnam menghormati Ho Chi Minh dengan mengubah kota Saigon menjadi Ho Chi Minh City, dan berstatus kota terbesar di Vietnam.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut merupakan biografi dari salah satu tokoh politik berpengaruh dunia di abad ke-20 tersebut.

Baca juga: Mempertautkan Bung Karno, Ho Chi Minh dan Kennedy

1. Kehidupan Pribadi
Lahir dengan nama Nguyen Sinh Cung di Kim Lien pada 19 Mei 1890, Ho Chi Minh merupakan anak dari seorang guru yang memperoleh gelarnya dari ujian Kekaisaran Dinasti Nguyen.

Sebagian masa kecil Ho dihabiskan dengan belajar bersama sang ayah, Nguyen Sinh Sac, sebelum kemudian belajar bersama guru bernama Vuong Thuc Do.

Dengan cepat, Ho menguasai aksara China yang menjadi dasar sebelum menempuh materi pelajaran yang lebih serius dalam Confucianisme.

Ho sempat menerima pendidikan Perancis dengan bersekolah di lycee, setingkat SMP, di Hue. Namun, sama seperti sang ayah, dia tidak suka dengan keberadaan Perancis.

Dia adalah poliglot, atau orang yang mampu menguasai banyak bahasa. Selain bahasa ibu, dia fasih berbicara Rusia, Inggris, Perancis, Kanton, dan Mandarin.

Selain dikenal sebagai politisi, dia juga dikenal sebagai jurnalis dan pujangga. Pada 1920-an, Ho menjadi editor sejumlah koran yang mengkritisi pemerintah kolonial Perancis di Indochina.

Adapun untuk puisi, karyanya yang paling terkenal adalah Poems from the Prison Diary yang diciptakan ketika dia dipenjara oleh China.

Baca juga: Mengunjungi Mausoleum Ho Chi Minh

2. Masuk ke Dalam Dunia Politik
Ho kemudian memutuskan meninggalkan sekolah, dan menjadi koki di sebuah kapal uap Perancis pada 1911 dengan memakai nam samaran Ba.

Selama tiga tahun menjadi awak kapal, Ho mengunjungi beberapa negara. Antara lain Amerika Serikat (AS) dan Inggris.

Setelah itu, dari London, Ho pindah ke Paris pada 1917. Selama enam tahun di Perancis, dia bergabung dengan kelompok berisi kaum nasionalis Vietnam.

Dia lalu menggunakan Nguyen Ai Quoc yang berarti Nguyen Sang Patriot, dan bersama kelompok itu, menerbitkan surat kabar berisi desakan untuk kemerdekaan Vietnam.

Setelah Perang Dunia I, kelompok itu mengajukan petisi berisi pengakuan akan hak rakyat Vietnam dalam Perjanjian Versailles, namun ditolak.

Baca juga: Berziarah ke Mausoleum Ho Chi Minh

Mereka tidak menyerah, dan kemudian meminta Sekutu agar menghentikan kolonialisme Perancis di Vietnam dengan berpatokan pada prinsip self-determination.

Pergerakan nasional itu lalu mengirim surat kepada Perdana Menteri Perancis Georges Clemenceau, dan Presiden AS Woodrow Wilson.

Perjuangan kelompok tersebut, meski akhirnya gagal, namun telah melambungkan nama Nguyen Ai Quoc sebagai simbol pergerakan anti-kolonial di Vietnam.

Ho menjadi makin sering menulis artikel atau pidato mengenai pentingnya keberadaan Bolshevisme di Asia, dan membujuk para sosialis Perancis agar bergabung dengan Vladimir Lenin.

Berbagai tulisannya kemudian mengundang perhatian Dmitry Manuilsky, Kepala Komunis Internasional (Comintern), organisasi yang berusaha menyebarkan komunisme di dunia pada saat itu.

Manuilsky kemudian bersedia menjadi penjamin perjalanan Ho ke Uni Soviet pada 1923. Ho ke Moskwa dengan paspor bernama Chen Vang.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Presiden AS Mengaku Kalah dalam Perang Vietnam

3. Di Uni Soviet dan China
Di Moskwa, Ho menjadi pegawai Comintern, dan menempuh pendidikan di Universitas Komunis untuk Para Kader dari Timur.

Ho sempat berpartisipasi dalam Kongres Comintern Kelima pada Juni 1924, sebelum bertolak ke Canton (sekarang Guangzhou) China, dan menyamar sebagai Ly Thuy.

Selama 1925-1926, Ho mendirikan Kelas Pendidikan Kaum Muda, dan memberikan kuliah mengenai sosialis kepada para pemuda revolusioner Vietnam yang hidup di Canton.

Kiprahnya di China berakhir setelah Chiang Kai-shek, komandan militer China, berusaha menghapus komunis di Kanton pada April 1927.

Ho kemudian mencari perlindungan di Uni Soviet. Pada 1928, dia pergi ke Brussels, Belgia, Paris, dan kemudian ke Siam (kini Thailand).

Di Thailand, dia menghabiskan dua tahun menjadi perwakilan Comintern di kawasan Asia Tenggara. Adapun para pengikutnya masih bertahan di selatan China.

Baca juga: Tom Hayden, Aktivis Anti-Perang Vietnam Wafat di Usia 76 Tahun

4. Pembentukan Partai Komunis Indochina
Di Mei 1929, dalam pertemuan di Hong Kong para pengikut Ho membentuk Partai Komunis Indochina (PCI). Para pengikut lain yang ada di kota seperti Hanoi mulai mempromosikan partai tersebut.

Namun, beberapa orang kepercayaan Ho tidak bersedia ambil bagian. Sebab, mereka masih ingin menunggu sang pemimpin yang masih berada di Thailand.

Ho lalu ke Hong Kong, dan mendeklarasikan berdirinya PCI. Saat itu, dia dianggap sebagai sosok yang berbahaya oleh pemerintah kolonial.

Ho kemudian dijatuhi hukuman mati sebagai revolusioner. Ho bertindak cepat dengan meminta suaka politik kepada Inggris di Hong Kong.

Baca juga: Descendant of the Sun Buka Luka Lama Korban Perang Vietnam

Agar Perancis tidak lagi mencari Ho, seorang warga Inggris yang menjadi sahabat Ho kemudian menyatakan dia sudah meninggal 1932.

Secara diam-diam, dia dilepaskan, kemudian pergi ke Soviet via Shanghai dan menjabat sebagai dosen di Institut Lenin.

Di 1938, Ho kembali ke China dan mengabdi sebagai penasihat di angkatan bersenjata komunis China, serta agen Comintern senior di Asia.

5. Pergerakan Kemerdekaan Vietnam
Di 1941, Ho kembali ke Vietnam untuk memimpin pergerakan kemerdekaan Viet Minh. Salah satu pemicunya adalah masa pendudukan Jepang.

Menggunakan sistem gerilya berkekuatan 10.000 orang, Ho meraih kesukesan dalam melawan pemerintah kolonial Perancis dan Jepang.

Dia sempat ditangkap otoritas lokal Chiang Kai-shek sebelum diselamatkan pemerintah komunis China. Setelah dibebaskan di 1943, Ho kembali lagi ke Vietnam.

April 1945, dia bertemu dengan agen badan rahasia AS pada masa Perang Dunia II (OSS), Archimedes Patti, dan menawarkan kesepakatan.

Dia siap menyediakan data intelijen bagi Sekutu untuk memerangi Jepang di Vietnam. OSS setuju, dan memberikan sejumlah bantuan.

Baca juga: Hari Ini 40 Tahun Lalu, Jatuhnya Saigon Akhiri Perang Vietnam

Antara lain, mereka mengirim tim untuk melatih para pengikut Ho seni berperang, dan serta dokter untuk menyembuhkan malaria dan disentri yang diderita Ho.

14 Agustus 1945, Ho dan Viet Minh melancarkan aksi revolusi yang kemudian dinamakan Revolusi Agustus, dan menyatakan bakal memberi kemerdekaan bagi Vietnam.

Meski berhasil menyakinkan kaisar terakhr Vietnam, Bao Dai, untuk turun tahta, pemerintahannya tidak diakui oleh negara manapun.

Ho berulang kali mendesak Presiden AS, Harry S Truman untuk mendukung kemerdekaan Vietnam, dengan mengutip Piagam PBB, namun tidak pernah direspon.

Pada 2 September 1945, Ho mendeklarasikan berdirinya Republik Demokratik Vietnam. Pernyataan tersebut tidak diakui oleh Sekutu.

Tidak lama setelah deklrasi itu, 200.000 pasukan Chiang Kai-shek mendarat di Vietnam untuk mengurus penyerahan diri tentara Jepang.

Kedatangan pasukan itu diikuti serdadu Perancis yang saat itu sudah dipimpin oleh Charles de Gaulle, dan tidak berniat untuk melepas Vietnam.

6 Oktober 1945, pasukan Perancis di bawah pimpinan Jenderal Jacques Leclerc tiba di Saigon, dan diikuti divisi tempurnya beberapa hari kemudian.

Harus menghadapi dua kekuatan besar tersebut, Ho berusaha mencari jalan tengah dengan pertama-tama mendekati pihak Chiang.

Tujuannya, memaksa mereka untuk meninggalkan kawasan utara, dan bernegosiasi dengan Perancis soal pengakuan kemerdekaan Vietnam.

Namun, Perancis menolak mengakui kemerdekaan mereka. Dia tidak mempunyai pilihan selain menyetujui perjanjian pada 6 Maret 1946.

Dalam traktat itu, Vietnam berada di bawah Uni Perancis. Namun mereka mengakui pemerintahan hingga pasukan yang dipunyai Vietnam.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Vietnam Utara Merebut Kota Saigon

6. Pecahnya Perang Indochina
Perjanjian tersebut jelas tidak memuaskan kelompok ekstremis kedua negara. Ho lalu ke Paris dari Juni hingga September 1946 untuk bernegosiasi ulang.

Paris menyetujui. Namun, kesepakatan itu batal setelah salah satu kapal perang Perancis melakukan tembakan buntut insiden di Haiphong pada 20-23 November 1946.

Marah dengan kejadian tersebut, Ho setuju dengan keinginan para pengikutnya untuk menyerukan pembalasan. Perang Indochina I pecah pada 19 Desember 1946.

Pada 1948, Perancis mengangkat kembali Bao Dai sebagai Kaisar Vietnam. Strategi ini dijalankan untuk melemahkan pengaruh Viet Minh.

Hasilnya gagal total. Di bawah pimpinan komandan bernama Giap, Viet Minh mampu membatas pasukan Perancis dan Bao Dai dengan taktik gerilya.

Di akhir 1953, sebagian besar Vienam berada di wilayah Viet Minh. Perancis dikalahkan sepenuhnya pada 7 Mei 1954 di Dien Bien Phu.

Baca juga: Hari Ini 40 Tahun Lalu, Jatuhnya Saigon Akhiri Perang Vietnam

7. Perjanjian Jenewa dan Pecahnya Perang Vietnam
Sejak Mei sampai 21 Juli 1954, delapan negara bertemu di Jenewa, Swiss, untuk membicarakan solusi bagi masalah Vietnam.

Adapun Vietnam diwakili dua diplomat. Satu merupakan pihak Ho, sementara satu lagi adalah diplomat dari pemerintahan Bao Dai.

Dari pertemuan itu, disepakati Vietnam bakal dibagi menjadi dua. Di mana Ho bakal mendiami wilayah utara dengan ibu kota di Hanoi.

Disepakati bahwa pada 1956 bakal diadakan pemilihan umum setelah Vietnam bisa membentuk pemerintahan unifikasi.

Dalam pertemuan itu, Ho yang diwakili Pham Van Dong menerima kendali wilayah yang lebih kecil berdasarkan kesepakatan saat 1946.

Baca juga: Mengintip Wonderful Indonesia di Ho Chi Minh

Perjanjian itu memberi kerugian bagi Viet Minh. Mereka kehilangan Hanoi karena pemilu yang dijanjikan dihentikan oleh AS dan Vietnam Selatan.

Vietnam Utara merupakan wilayah miskin. Pemerintahan Ho diputus oleh daerah persawahan yang makmur di kawasan selatan.

Dalam keadaan tersudut, Ho meminta bantuan kepada China dan Soviet. Dia juga mulai melakukan reformasi pertanian di 1955-1956.

Namun, dia menjalankan reformasi tersebut secara totaliter dengan tidak mengacuhkan nilai-nilai kemanusiaan. Meski begit, popularitasnya masih melejit.

Keinginan untuk menggulingkan pemerintahan Vietnam Selatan yang dipimpin Ngo Dinh Diem mulai mengemuka dalam pertemuan politbiro di 1956.

Di 1959, Ho mulai mendesak polibiro untuk mulai mengirim bantuan kepada Viet Cong, atau anggota gerilyawan utara, yang berniat menggulingkan rezim Ngo.

Agar negara Barat tidak menuduh utara melanggar Pakta Jenewa, utara membentuk Front Nasional Pembebasan di Vietnam Selatan pada Desember 1960.

Baca juga: Layani Rute Cengkareng-Ho Chi Minh City, VietJet Tegaskan Tak Pakai Bikini

Front ini menjadi cabang politik Viet Cong untuk berpartisipasi dalam kegiatan non-komunis, sekaligus menyembunyikan keterlibatan utara dalam peristiwa tersebut.

Antara 1961-1963, Perang Vietnam pecah ketika 40.000 pasukan Vietnam Utara masuk ke Vietnam Selatan. Infiltrasi itu ditanggapi AS dengan mengirim pasukan pada awal 1965.

Militer Negeri "Paman Sam" tersebut awalnya melindungi pangkalan mereka di Chu Lai dan Da Nang. Namun, pada akhirnya, mereka terlibat penuh dalam konflik tersebut.

Pada 2 Maret 1965, AS melancarkan serangan udara dalam operasi bernama Rolling Thunder. Dua tahun kemudian, Ho dan para petinggi CPV bertemu.

Mereka mendiskusikan jalannya peperangan yang tidak menguntungkan mereka. Atas izin Ho, Viet Cong melancarkan Serangan Tet di 30 Januari 1968.

Serangan yang bertujuan untuk mengambil sebanyak mungkin wilayah di Vietnam Selatan tersebut membuat dunia terkejut.

Strategi tersebut berhasil memaksa Washington untuk menggelar pertemuan dengan Hanoi untuk membicarakan tentang akhir Perang Vietnam.

Baca juga: Keliling Ho Chi Minh dengan Vespa? Asyik...

8. Kematian
Pada 1967, Ho mulai dihinggapi masalah kesehatan serius, yang memaksanya untuk mulai mengurangi kehadirannya di muka publik.

Pada 2 September 1969, Ho meninggal dalam usia 79 tahun akibat gagal jantung pada pukul 09.47 waktu setempat di Hanoi.

Berita kematian Ho sengaja ditahan selama 48 jam karena saat itu Vietnam Utara tengah menggelar memperingati kemerdekaan mereka.

Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama sepekan dari 4-11 September 1969. Jenazah Ho diawetkan, dan disimpan di mausoleum di Lapangan Ba Dinh.

Baca juga: Banjir Bandang Landa Vietnam Utara, Puluhan Orang Tewas dan Hilang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com