Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/05/2018, 09:43 WIB

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Pemimpin oposisi Malaysia Mahathir Mohamad menghadapi penyelidikan atas dugaan menyebarkan berita palsu.

Dilansir dari AFP, Kamis (5/3/2018), tuduhan tersebut mengarah kepada Mahathir setelah dia mengklaim pesawatnya disabotase. Investigasi dilakukan hanya beberapa hari sebelum pemilihan umum berlangsung.

Otoritas penerbangan sipil menyangkal tuduhan yang menyatakan telah terjadi sabotase. Sementara, kepolisian Kuala Lumpur melakukan penyelidikan dugaan penyebaran berita palsu, yang dianggap kritikus sebagai tindakan keras sebelum pemilu.

"Kami telah membuka investigasi (terhadap Mahathir) di bawah penggunaan undang-undang untuk menangkal berita palsu," ujar kepala polisi Kuala Lumpur, Mazlan Lazim.

Baca juga : Mahathir Sebut PM Najib Razak sebagai Seorang Monster

"Kami akan melakukan proses normal untuk penyelidikan," imbuhnya.

Mahathir sedang mencari cara untuk melengserkan lawannya, Perdana Menteri Najib Razah, dalam pemilu yang digelar pada Rabu pekan depan.

Pria berusia 92 tahun ini mengklaim, ada pihak yang berupaya sabotase sebuah pesawat yang dia sewa untuk mencegahnya terbang ke pulau Langkawi, guna mendaftarkan diri secara resmi sebagai kandidat dalam pemilu.

Dia dapat sampai ke Langkawi dengan menyewa pesawat lainnya. Otoritas penerbangan sipil mengatakan, ada masalah teknis yang menyebabkan pesawat itu sehingga tidak bisa beroperasi.

Terkait undang-undang anti-hoaks di Malaysia, seorang pria Denmark dipenjara selama seminggu pada pekan ini karena menyebarkan berita palsu. Dia menjadi orang pertama yang dihukum dengan UU baru itu.

Baca juga : Jika Menang Pemilu, Mahathir Akan Evaluasi Investasi China di Malaysia

Salah Salem Saleh Sulaiman (46) didakwa bersalah telah menyebarkan berita palsu dalam format video terkait kasus penembakan terhadap dosen Palestina, Fadi al-Batsh, di Kuala Lumpur.

Undang-undang Anti-Berita Palsu di Malaysia telah resmi diberlakukan pada 11 April lalu. Pelanggar terancam dengan hukuman penjara hingga enam tahun dan denda maksimal 500.000 ringgit atau sekitar Rp 1,7 miliar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sumber AFP
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com