Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketakutan, Keluarga Korban Pemerkosaan India Memutuskan Pindah

Kompas.com - 19/04/2018, 14:41 WIB
Kontributor India, Dinda Lisna Amilia ,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Sumber Al Jazeera

SRINAGAR, KOMPAS..com - Biasanya, Amjad Ali dan dan kelompok masyarakat Bakarwal lainnya bakal bermigrasi ke kawasan pegunungan di Kashmir, India, pada pertengahan Mei.

Tujuan mereka merupakan hamparan padang rumput di kawasan tersebut untuk memberi makan ternak mereka.

Pada tahun ini, tradisi migrasi itu masih dilaksanakan. Namun, kali ini mereka memutuskan untuk melakukannya lebih cepat, dan berada dalam rasa takut.

Sebab, kelompok tersebut tengah menjadi sorotan pasca-kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang menimpa bocah berusia delapan tahun bernama Asifa Bano.

Jenazahnya ditemukan di tengah hutan di dekat kota Kathua, Negara Bagian Jammu dan Kashmir pada 17 Januari lalu.

Baca juga : Gadis 8 Tahun di India Diperkosa dan Dibunuh, Picu Perdebatan Nasional

Polisi yang mengusut kasus itu langsung menangkap delapan orang pelaku. Kasus yang awalnya merupakan tindak kriminal, kini telah memicu perdebatan nasional.

Sebab, sebagian kalangan meminta keadilan bagi Bano. Adapun masyarakat yang lain merasa bahwa pelaku diperlakukan dengan tidak adil.

Konflik antara kedua kelompok pun kini berkembang menjadi perselisihan agama, karena korban yang berasal dari komunitas muslim dan para tersangka yang beragama Hindu.

Kebetulan, Ali merupakan paman dari korban. Dia menuturkan kalau ketakutan mulai menghinggapi dia dan anggota kelompok lainnya.

Apalagi, dari penyelidikan yang dilakukan polisi, diketahui kalau pembunuhan dan pemerkosaan itu dilakukan sebagai bentuk pengusiran terhadap kelompok mereka.

"Warga desa yang lain sangat marah kepada kami karena kasus itu. Mereka tidak ingin kami tinggal di sini," keluh Ali seperti dilansir Al Jazeera Kamis (19/4/2018).

Pria berusia 40 tahun itu menggambarkan ketakutan yang dirasakannya. Dia berujar, mereka bahkan "takut untuk sekadar berjalan di padang rumput".

"Ketakutan ini tidak pergi menghilang. Kami jadi mengkhawatirkan keselamatan anak-anak dan keluarga kami yang lain," beber Ali.

Pernyataan yang sama juga diutarakan oleh Muhammad Yusuf, paman korban yang lain. Dia mengaku sudah meninggalkan rumahnya di Rasana awal April ini.

Baca juga : Hadiri Pernikahan, Pria di India Malah Perkosa dan Bunuh Gadis 7 Tahun

Yusuf berkata kalau di memutuskan pindah ke Kargil. "Sebelum pergi, kami sempat meminta polisi untuk menjaga rumah dan milik kami sebab kami takut bakal dirusak," tuturnya.

Dia mengaku sudah tinggal di Rasana selama tiga dekade. "Hati saya sangat hancur memikirkan apa yang telah terjadi," katanya.

Yusuf menambahkan, hampir semua keluarga komunitas Bakarwal telah meninggalkan Rasana. Hanya sedikit yang memutuskan tinggal.

Ketakutan tidak hanya dirasakan oleh anggota keluarga Bano maupun masyarakat Bakarwal yang lain. Namun juga dirasakan oleh pengacara keluarga Bano, Deepika Rajawat.

Rajawat mengaku, dia mendapat ancaman bakal diperkosa dan dibunuh dari para pendukung delapan pelaku.

Insiden yang terjadi selama tiga bulan terakhir mendapat perhatian dari Nayema Mehjoor, ketua komisi perempuan setemat.

Mehjoor menyatakan, insiden yang menimpa Bano sangatlah brutal. Selain itu, dia juga menyayangkan intimidasi yang dilakukan beberapa kelompok ekstremis.

"Saya berkomitmen bahwa pemerintah menjamin keadilan dalam kasus ini. Seharusnya tidak ada campur tangan politik," tegas Mehjoor.

Baca juga : Seorang Ayah Perkosa Anak Tirinya Selama 2 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Al Jazeera
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com